" Sekali berkhianat maka sampai kapanpun akan terus menjadi pengkhianat".
Begitulah kalimat yang menjadi salah satu sumber ujian dari sebuah hubungan yang sudah terjalin dengan sangat kokoh.
" Orangtua mu telah menghancurkan masa depanku, makan tidak menutup kemungkinan jika kamu akan menghancurkan pula anakku. Sebelum itu terjadi aku akan mengambil anakku dari hubungan tidak jelas kalian berdua".
Cinta yang sudah terbentuk dari sebuah kesederhanaan sampai akhirnya tumbuh dengan kuat dan kokoh, ternyata kalah dengan sebuah " Restu" dan "keegoisan" di masa muda adalah sebuah penyelesalan tiada akhir.
Berharap pada takdir dan semesta adalah sebuah titik paling menyakitkan secara sederhana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dinar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Suara pukulan di dada Arga yang tengah memeluk tubuh Liora kini terdengar samar, tidak sakit hanya saja Arga memang selalu terlihat lebih manja jika sudah bersama dengan Liora.
" Kenapa, sakit? Lalu bagaimana dengan perasaanku ditinggalkan kamu selama ini hahh?". Nafas Liora terlihat memburu dengan nada bicara yang cukup tinggi.
Arga masih diam memberikan kesempatan untuk Liora mengungkapkan perasaannya, bukankah ini yang Arga tunggu keterbukaan perasaan Liora kepadanya agar bisa dijelaskan oleh Arga alasan dirinya menghilang dan menyerah.
" Aku benci kamu, Ga... Tapi rasa rindu dan cinta aku lebih besar padahal kamu sumber luka aku selama ini bukankah itu kebodohan? Lima tahun dimana setiap hari aku selalu berharap jika kamu datang untuk kembali namun ternyata itu hanya harapan palsu, dan sekarang kamu datang dengan memberikan perlakuan seolah-olah aku adalah kekasihmu...."
Liora sempat terhenti untuk mengambil oksigen yang terasa sudah mulai menipis karena dadanya terasa sesak.
" Dan bodohnya aku tidak memberikan penolakan atas tindakan kamu saat ini, aku seperti orang yang sangat bodoh Arga". Kini tubuh itu terasa lemah, menahan gejolak amarah yang tengah menguasai dirinya.
Arga memberikan ketenangan untuk Liora dengan usapan lembut dipunggung, dengan bergerak naik turun sesekali memberikan kecupan hangat dikepalanya.
" Sudah tenang? Apakah sekarang boleh gantian memberikan penjelasan, Sayang?". Arga memberikan minum untuk Liora, lagi-lagi panggilan spesial itu masih terucap dari mulut Arga.
" Aku minta maaf jika dulu memilih menyerah karena keegoisan yang aku miliki, dipertemuan terkahir Om Pradana memberikan tantangan jika aku benar-benar mencintai anaknya. Tolong buktikan jika permasalahan kedua orangtua kita memang hanya sebuah kesalahpahaman semata..."
Belum sempat menjawab saat Liora membuka mulutnya " Sayang, tolong dengarkan dulu jangan dipotong bisa?" usapan lembut itu kini terasa lebih hangat dihati Liora, dan dengan manis ia mengangguk pelan.
" Selama lima tahun aku mencari bukti-bukti semua yang dibutuhkan, kenapa sampai memakan waktu yang lama? Karena kejadian ini sudah lampau dan informasi yang cukup sulit sehingga aku sedikit menemukan beberapa kendala. Tidak pernah satu hari pun aku tidak memikirkan kamu Sayang, hampir gila setiap aku tidak bisa menyelesaikan kendala dengan cepat..."
Kedua bola mata sepasang mantan kekasih itu kini saling menatap lembut, seolah tidak ada emosi yang tadi sempat naik.
" Maaf... Maaf aku terlalu lambat bekerja sampai-sampai kamu harus menunggu dan melewati semuanya sendiri selama lima tahun".
" Lalu, bagaimana karena Papa meminta kamu untuk bertemu besok malam" suara Liora lirih, ada keraguan juga ketakutan didalamnya.
" Aku akan datang malam nanti dengan semua ini, Sayang. Jangan takut sesuai janjiku bahwa sekarang aku yang akan berjuang kamu cukup duduk manis". Arga melirik sekilas kearah dokument yang terlihat tebal diatas mejanya.
Liora kembali menangis terisak, merasa bersalah karena sudah banyak menuduh bahkan memarahi Arga. Namun, ini semua tidak sepenuhnya kesalahan Liora karena Arga tidak terbuka yang mengakibatkan kesalahpahaman terus berlanjut selama lima tahun.
" Maafkan Aku, Ga"
Arga menutup kedua matanya menahan rasa emosi didalam hatinya, sudah berapa banyak air mata Liora yang keluar selama ini karena dirinya. Dan siang ini Arga kembali menyaksikan sang pujaan hati kembali menangis pilu".
" Kamu tidak salah, Sayang. Maaf jika aku membiarkan kesalah pahaman ini terlalu lama, pasti ini sangat berisik ya? Maaf aku tidak ada bersamamu, tidak bisa mengurangi suara berisik itu". Kecupan hangat itu berkali-kali dibubuhkan diatas kepala Liora.
Hanya hening suara isakan yang mulai lemah, pelukan itu semakin erat saling berbagi rasa yang selama ini terpendam lama.
" Masih ada yang mau ditanyakan, Sayang?"
Setelah tenang kini keduanya duduk berhadapan dengan tangan saling menggenggam satu sama lain, gelengan lemah kepala Liora membuat hati Arga sedikit lega.
" Jadi sudah tidak berisik kepalanya? Nanti malam tunggu dikamar ya, biar aku yang menghadap Om Pradana menyelesaikan semuanya".
Sesuai janjinya jika kali ini Arga benar-benar akan menyelesaikan dan berjuang seorang diri, jika dulu dirinya masih dikuasi ego yang tinggi tidak kali ini.
Pengalaman dan perjalanan selama lima tahun ini, benar-benar membuat Arga banyak belajar terutama dalam mengelola emosi dan juga mengambil keputusan dalam setiap permasalahan.
" Tapi... Aku takut Papa akan mengusir bahkan meminta kamu pergi lagi". Senyuman Arga kini terbit, ternyata dibalik emosi wanita cantik ini masih besar ketakutan akan kembali berpisah.
" Percaya sama aku, Sayang. Bukankah Om Pradana yang meminta agar aku menemuinya? Semuanya akan baik-baik saja, Aku pastikan kita akan kembali bersama..."
Arga menarik nafas dengan tenang " jika Restu itu sudah didapat, aku mau kita langsung menikah ya Sayang".
Apalagi ini? Belum bertemu dengan sang Papa bahkan belum tahu apa yang akan terjadi saat keduanya bertemu, tiba-tiba saja menikah?.
" Tiga tahun bersama, lima tahun terpisah itu sudah cukup untuk kita saling mengetahui perasaan masing-masing. Ketika restu itu sudah ada aku mau kita langsung menikah, kita akan menghabiskan sisa hidup kita bersama mengobati luka dimasa lalu dengan membuat cerita indah dimasa depan".
Tidak ada pertanyaan dari Arga kepada Liora sebagai persetujuan, seolah Arga memberikan kesimpulan jika Liora sudah pasti mau dan menyetujui.
" Maaf jika aku egois, tapi aku tahu jika kamu juga tidak ingin kita kembali berpisah bukan? Sejak dulu yang kita perjuangkan adalah restu Papa mu Sayang, setelah mendapatkan apa yang kita inginkan bukankah kita akan melanjutkan hidup? Ya, dengan menikah hidup bersama".
Seolah Arga mengetahui kerutan dahi Liora dengan berbagai umpatan dan juga pujian bercampur jadi satu, akhirnya Arga memberikan kembali penjelasan.
Terkadang perempuan memang perlu validasi dan juga kepastian, tidak sulit hanya dengan menjelaskan itu sudah menjadi salah satu bukti yang membuat hati mereka tenang apalagi jika diperjuangkan dengan begitu besar.
" Terimakasih Honey..."
Seketika Arga menegang mendengar panggilan itu kembali, jika beberapa hari kemarin sangat sulit sekalipun sudah memaksa. Siang ini, dengan sukarela Liora kembali memanggilnya dengan panggilan spesial yang telah dinantikan selama lima tahun.
" S..Sa..Sayang.." pelukan itu kembali erat ada raut kelegaan didalam hati keduanya, memang sebuah penjelasan dilengkapi dengan segala bukti adalah suatu hal yang dibutuhkan dalam sebuah kesalahpahaman.
Tidak mengedepankan ego yang bisa memecah kebuntuan adalah sesuatu hal yang keliru, mengambil keputusan dalam kondisi pikiran yang sedang kalut juga buka. Sesuatu hal yang baik.
" Tolong, kali ini jangan kembali mengecewakan apalagi meninggalkan. Aku berharap banyak padamu".
Seolah sebagai permohonan pada lima tahun lalu, kali ini Arga mengangguk pasti menyanggupi permintaan sang kekasih dengan penuh rasa percaya diri.
" Pasti Sayang, kita akan segera menikah tunggu sebentar biarkan aku menyelesaikan semuanya".