NovelToon NovelToon
MAS BERONDONG, I LOVE YOU

MAS BERONDONG, I LOVE YOU

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Berondong / Beda Usia / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Persahabatan / Enemy to Lovers
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Nanadoongies

Orang bilang Abel yang jatuh cinta duluan dengan gombalan-gombalan itu, tapi Abi juga tahu kalau yang rela melakukan apa saja demi membuat Abel senang itu Laksa.
.
Berawal dari gombalan-gombalan asbun yang dilontarkan Abel, Laksa jadi sedikit tertarik kepadanya. Tapi anehnya, giliran dikejar balik kok Abel malah kabur-kaburan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nanadoongies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 8

***

Ketegangan itu tetap berkobar bahkan setelah mencapai meja sekretariat. Sesi evaluasi yang seharusnya bisa selesai lebih cepat, kini malah berlarut-larut karena Abel enggan mengalah.

Bian pun sama ngototnya. Hingga yang tergambar setelahnya hanya perdebatan tanpa ujung oleh dua orang yang pernah sedekat nadi.

“Dari kemarin-kemarin lo selalu bias sama dia, Bel. Sadar nggak sih seberapa nggak profesionalnya lo sekarang?”

“Bias? Ada nggak gue mohon ke anak-anak buat nggak hukum Laksa? Ada nggak, gue tanya?! Gue cuman berharap mereka bisa kasih sedikit toleransi, tau-tau udah lihat Laksa push-up pake tangan terkepal. Kalau lo mau hukum dia, silakan. Tapi minimal lebih manusiawi dikit. Ada kemarin kita bikin kesepakatan buat hukum anak-anak pake cara kayak gitu? Ada nggak?! Ngomongin bias-bies sama gue, ujungnya lo juga yang standar ganda.”

“Lo beneran mau belain dia sampai segininya?” Bian terkekeh pelan. “Kayaknya sejak pemilihan anggota gugus lo udah ngincer dia, ya?”

“Lo tuh ngerti permasalahannya nggak sih, Bi?” Abel bangkit dari posisinya, sekalipun Anjani telah menahan, ujungnya tetap gagal juga.

“Gue nggak akan protes kayak gini kalau kalian nggak menerapkan standar ganda sama anak gugus gue. Dari kemarin-kemarin gue perhatiin pada demen banget targetin mereka. Katanya nggak boleh bawa-bawa masalah pribadi ke urusan organisasi, kok pada campur aduk begini?”

“Dia emang cari gara-gara sejak kemarin. Karena lo terlalu manjain mereka, mereka jadi seenaknya sama kita-kita.”

“Lah? Serius nih mau ngomongin ini?”

“Lo yang dari tadi ngotot belain dia.”

“Gue nggak ngerti deh, Bi, sejak kapan lo jadi bias kayak gini. Perasaan sebelum Abi sama Laksa ngobrol sendiri, anggota lo juga ada yang gibah di belakang. Kenceng lagi suaranya. Kena tegur nggak mereka? Nggak. Yang dicalled out di depan semua orang cuma anak gugus gue doang.”

Abel mengamati rekan-rekannya satu persatu. Garangnya melebihi jiwa hebring Abel yang biasanya.

“Kesalahan kedua. Anak gugusnya Dita datang lebih telat daripada anak gugus gue. Ada nggak dia kena hukum? Nggak, andaikan gue nggak nyuruh dia push-up. Yang disuruh cari semanggi daun empat cuma anak gugus gue. Yang disuruh push-up pake tangan terkepal juga cuma anak gugus gue. Dengan dua kesalahan berturut-turut itu yakin lo masih percaya diri buat ngomongin soal profesional nggak profesional di sini?”

Abel berhenti tepat di depan Bian. Pandangan yang biasanya melunak, kini berubah jadi tajam.

“Kalau gue bias, gue bakal mohon ke anak-anak buat nggak hukum anak gugus gue entah apapun kesalahannya. Tapi gue nggak melakukan itu, ‘kan? Karena apa? Karena kita udah bikin kesepakatan bersama. Karena gue masih menghormati lo sebagai ketua. Kalau lo bisa adil, gue bisa menghormati lo lebih baik daripada ini. Jangan mentang-mentang kelihatan haha hihi begini, gue bakal diem aja kalau ada yang jahatin anak gugus gue.”

“Bel, udah. Gue yakin Bian juga udah tau di mana kesalahannya,” ujar Anjani. Aslinya dia ketar-ketir parah, takutnya permasalahan ini akan mengganggu kepengurusan mereka ke depannya.

“Gue tuh nggak akan minta yang aneh-aneh, tapi minimal jangan standar ganda cuma karena lo nggak suka sama dia. Peraturan ada buat dipatuhi, gue juga udah mematuhi itu, ‘kan? Sekarang giliran lo buat melaksanakan tanggung jawab lo sebagai pemimpin.”

“Iye, iye. Udah, ye, Bel. Udah mau maghrib begini kalau lo lanjut lagi bisa-bisa kena sembur sama tante kunti dari pohon mangga sebelah. Yang udah, ya, udah. Sadari aja kesalahan masing-masing biar besok nggak terulang lagi,” ujar Dito.

“Gue juga capek, mau pulang. Ada yang punya air nggak? Minta dong! Haus nih gue.”

“Makanya jangan ngoceh mulu,” sahut Anjani.

“Gatel, Jan, kalau bibir gue nggak ngoceh.” Abel kembali menatap Bian. “Jangan gitu lagi, ya, Bi. Bian yang gue kenal tuh lebih profesional dari ini. Nggak suka sama anak-anak gugus gue terutama Laksa, boleh-boleh aja, tapi jangan sampai bikin lo jadi kurang rasional.”

“Kata gue udah, ngoceh mulu ini burung betet satu.”

“Evalnya udahin aja, Bi. Nanti malah tambah chaos,” ujar Evan.

“Eval gue cukupkan sampai di sini, semoga apa yang terjadi hari ini bisa jadi pembelajaran kita ke depannya.”

“SIAP!”

“Siapa yang mau beli mie ayam?” Abel mengangkat tangannya sendiri. “Angkat tangannya dong! Masa gue makan mie ayam sendiri? Nggak setia kawan banget.”

Anjani kontan merangkul leher sahabatnya. “Gue lebih kepengen makan seblak.”

“Plis deh! Kita udah beli seblak minggu lalu. Kebanyakan makan seblak ntar asam lambung, dodol!”

“Makan pecel lele aja,” ujar Dito. “Kalau nggak cari penyetan. Jangan yang pedes-pedes mulu lah, cepirit baru tau rasa lo.”

“Apa makan nasi goreng deket perempatan itu tuh? Katanya ada topping baru."

"Apaan?"

"Ya, mana gue tau? Orang gue belum pernah ke sana makanya mau ngajakin kalian berdua.”

“YEEUUU.”

“Abel?”

Ketiganya menoleh. Ternyata yang memanggil bukan Bian, melainkan Laksa.

“Tunggu di depan gerbang.”

“Jangan lama-lama keburu penuh."

"Oki."

Abel menelengkan kepalanya, kini enggan mendongak karena terlalu malas. Cukup lama berdiam diri, akhirnya Laksa mengulurkan sesuatu dari dalam tasnya.

“Daripada basi.”

“Aihhh, risol mayonya beneran buat gue nih?”

“Kalau nggak mau, ya, udah.”

“Mau lah. Masa yang nikmat-nikmat begini mau ditolak begitu aja?” Abel meraihnya dengan senyum mentereng. “Entah apapun alasan lo, makasih, ya, Laksa. Sorry atas ketidakprofesional temen gue sampai bikin tangan lo luka kayak gini.”

“Hm.”

“Hati-hati, ya, pulangnya. See you tomorrow!”

Laksa lagi-lagi memejam ketika Abel mengusap puncak kepalanya dengan lembut. Meskipun harus bersusah payah dengan berjinjit, tapi ini ... menenangkan.

Harus banget jantung gue mau maraton kayak gini?

1
ren_iren
kok aneh, padahal laksa liat Abel diikat sm tutup matanya masih aja dimarahin...
ren_iren: nanti bucin mampus sampe keurat2 nadi kapok lo sa.... 🤭
total 2 replies
Nanadoongies
kritik dan saran sangat amat dianjurkan, ya. jadi jangan sungkan buat ngoceh di kolom komentar.
Nanadoongies
Jangan lupa tinggalkan jejak, teman-teman
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!