Pertemuan pertama yang tak disangka, ternyata membawa pada pertemuan kedua, ketiga dan seterusnya. Membuat rasa yang dulu tak pernah ada pun kini tumbuh tanpa mereka sadari.
kehidupan seorang gadis bernama Luna yang berantakan, membuat seorang Arken pelan-pelan masuk ke dalamnya. Bahkan tanpa Luna sadari, setiap dia tertimpa masalah, Ken selalu datang membantunya. Cowok itu selalu dia abaikan, tapi Ken tak pernah menyerah atau menjauh meski sikap Luna tidak bersahabat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abil Rahma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 17 Kabur
"Kamu harus bersikap sopan, jangan buat ulah! Ingat, dia itu yang akan bantu perkembangan usaha Papa!" ujar Dania memperingati Luna, putrinya.
Luna memutar bola matanya malas, "Iya," sahutnya datar.
"Pake ini, jangan bake baju itu!" Dania melempar paper bag ke depan Luna, setelah itu dia pergi meninggalkan kamar putrinya.
"Dasar orang tua sialan!" umpatnya saat mendapatkan perlakuan seperti itu dari mamanya.
"Udah Non, sekarang lebih baik Non ganti baju aja, nanti nyonya marah lagi kalau Non gak cepet," ucap art di rumah Luna, mbok Sri.
Tanpa sepatah kata pun, Luna langsung masuk ke dalam kamar mandi guna mengganti pakaiannya. Mengeluarkan pakaian yang ada di dalam paper bag tersebut, lalu segera mengenakannya.
"Kenapa harus pake pakaian kek gini sih?" rutuk Luna saat gaun berwarna hitam itu melekat di tubuhnya.
Pasalnya gaun itu adalah gaun malam yang sangat pas ditubuhnya. Gaun dengan panjang di atas lutut, berlengan pendek bahkan bisa dikatakan tanpa lengan, lalu dengan belahan dada rendah.
"Gue kaya LC kalau pake ini, ck. Apa maksudnya sih gue disuruh pake ginian?" protesnya, dia ingin kembali mengganti pakaian itu, tapi gedoran di pintu kamar membuatnya urung.
"Luna cepetan! Kita hampir telat!" teriak sang Mama dari luar kamar mandi.
Luna mendengus, lalu keluar kamar dengan wajah datar.
"Pake ini." Dania kembali melemparkan hak yang ukurannya cukup tinggi ke hadapan Luna.
Luna memutar bola matanya malas, tapi tetap menurut apa kata Mamanya. Setelah itu mereka pun pegi bersama menuju sebuah resto, tempat pertemuan mereka dan orang yang akan dijodohkan dengan Luna.
☘︎☘︎☘︎
"Selamat siang Pak Herdi, maaf pasti menunggu lama," sapa Anton, Papa Luna pada seorang dengan pakaian formal, jas hitam melekat di tubuhnya.
Herdi hanya mengangguk, tatapannya terus terarah pada Luna yang berdiri di belakang mamanya. "Putri anda sangat cantik, sesuai dengan yang anda katakan," ucapnya.
"Gimana anda puas?" tanya Anton.
"Untuk saat ini sepertinya belum, tapi kita lihat nanti saja," sahutnya yang tidak mengalihkan sedikitpun tatapannya dari Luna.
Luna yang ditatap seperti itu tentu merasa sangat risih, apalagi tatapan lelaki itu seakan ingin menyantapnya hidup-hidup. Tunggu, maksudnya apa? Kenapa Papa mengatakan seperti itu? Apa jangan-jangan laki-laki ini calon suaminya bukan ayah dari orang yang akan dijodohkan dengannya. Ah, jika itu benar dia akan menolaknya mentahan. Masa iya, dia yang masih remaja harus menikah dengan bapak-bapak tua, meskipun kaya raya si lelaki itu. Tetap saja Luna tidak akan mau.
"Kita makan malam dulu, setelah itu bahas rencana selanjutnya, iya kan Pa Anton?" tanya Herdi.
"Iya Pak Herdi," sahutnya Anton.
"Pelayan!" Herdi memanggil seorang pelayan yang langsung mendekat, dia menyebutkan pesanan yang ternyata sudah dia pesan lebih dahulu.
"Ini minuman spesial buat yang paling cantik malam ini." Seorang pelayan memberikan sebuah minuman dan diletakkan di hadapan Luna.
Entah kenapa Luna merasa minuman itu cukup aneh, hingga membuatnya tak ingin segera meminum. Dia saja merasa perasaannya tidak enak sekali, seperti masuk dalam perangkap harimau. Lihatlah, laki-laki yang berumur sekitar empat puluh tahun itu terus menatapnya, tentu saja membuat dia risih.
Makan malam pun berjalan semestinya, mereka makan diiringi obrolan Anton dan Herdi yang entah membahas apa.
Selesai makan, Luna memilih ijin ke kamar mandi.
"Apa sebenarnya tujuan mereka bawa gue ke sini?" tanyanya entah pada siapa, setelah dia masuk ke dalam kamar mandi.
"Gue udah kayanya mau di jual ke om-om itu," celetuk Luna yang memang merasa seperti itu.
Luna menempelkan ponselnya di dekat telinga. Tadi saat di mobil, Luna sengaja menelepon ponsel milik Leo yang memang dia bawa dari rumah. Menghubungkannya dengan ponsel miliknya sendiri, hingga sambungan telepon itu tetap tersambung sampai saat ini. Luna yang merasa sudah curiga sejak awal, sengaja melakukan ini untuk antisipasi.
Dia bahkan tadi sengaja menukar casing ponsel miliknya dengan milik Leo, dan meletakkan ponsel Leo di atas meja tempat mereka makan tadi, tak ingin membuat mereka curiga.
"Pak Anton, saya akan langsung bawa Luna malam ini, anda setuju kan?" ucap Herdi di seberang sana.
"Saya ikut apa keputusan Anda Pak Herdi, silahkan bawa dia, tapi jangan lupa kesepakatan kita," sahut Anton.
"Tenang saja Pak Anton. Nanti kalau putri anda sesuai harapan saya, anda akan mendapatkan keuntungan seratus persen," terdengar lagi suara lelaki itu.
"Pa, sebentar ini maksudnya gimana? Kenapa Luna langsung dibawa Pak Herdi? Di bawa kemana?" kali ini terdengar suara Dania.
"Mama nurut saja! Anak kamu tidak akan dibawa kemana-mana Ma, paling di hotel ini saja kan, pak?" kali ini suara Anton mendominasi.
"Benar sekali, saya punya kamar khusus di sini dan kamar itu kamar terbaik di hotel ini, jadi anda tenang saja, putri anda akan baik-baik saja. Setelah ini anda pasti akan bahagia juga,"
Mendengar percakapan itu, Luna mengepakkan kedua tangannya. Ucapannya tadi ternyata benar, jika dia dijual pada om-om itu. Sebegitu teganya Papanya dengan dirinya.
"Gue harus kabur sekarang," celetuk nya. Tapi saat akan membuka pintu kamar mandi, dia tak sengaja melihat beberapa orang berpakaian hitam berdiri di depan kamar mandi.
"Ck, dasar om-om sialan! Kenapa harus ada penjaga sih?" sadar, jika dia sedang diawasi sekarang.
Dia terkejut saat merasakan ponselnya bergetar, padahal saat ini sedang tegang, "siapa yang nelpon disaat seperti ini?" tanpa pikir panjang dia pun menerima panggilan tersebut.
"Lo di mana sekarang? Gue udah di hotel X, mau nolongin Lo," ucap orang diseberang sana.
Luna mengernyitkan dahinya mendengar suara Ken, dia juga bingung kenapa Ken ada disana?
"Aurel! Cepetan sebelum mereka sadar Lo keluar!" ucapan Ken membuat Luna terkejut.
"Gue di toilet sebelah resto," akhirnya Luna menjawab, sepertinya Ken adalah jawaban yang tepat untuk membantunya keluar dari tempat terkutuk ini.
"Ken, bentar, di depan toilet banyak penjaga!" beritahunya, dia tak ingin Ken terkena masalah.
"Gue tahu, Lo tetap di sana, jangan kemana-mana, gue susul." sahut Ken dari seberang sana.
Tak lama terdengar suara gaduh di luar toilet, sepertinya Ken sudah melawan penjaga itu. Luna memberanikan diri membuka sedikit pintunya, tapi dia terkejut saat melihat tubuh Ken berdiri di hadapannya, bahkan mendorong pintu tersebut.
"Lo ganti baju, cepet kita gak punya waktu." Ken menyerahkan. Sebuah paper bag dihadapan Luna.
Luna masih belum sadar, "Itu siapa yang di luar?" tanyanya, pasalnya masih terdengar gaduh di luar, tapi Ken justru sudah masuk.
"Aurel, Lo mau keluar dari tempat ini kan? Cepet ganti bajunya," desak Ken, membuat gadis itu langsung mengiyakan dan segera masuk ke dalam bilik toilet.
Tak butuh waktu lama, penampilan Luna sudah berubah. Gadis itu kini menggunakan jaket berwarna hitam dengan bawahan hot pan berwarna hitam, tak lupa sepatu kets berwarna hitam.
"Pake topinya!" titah Ken setelah Luna keluar dari toilet.
Penampilan keduanya kini terlihat couple, bedanya Ken memakai celana jeans panjang dengan lututnya yang sobek-sobek.
"Kita keluar santai aja, tapi keluarnya gak bareng. Lo duluan, gue nyusul. Nanti di depan gerbang, sudah ada taksi, Lo naik taksi itu dulu, ngerti kan?" Ken menatap Luna yang kini juga menatapnya.
Luna mengangguk, "Iya ngerti,"
Setelah itu mereka keluar dari toilet secara bergantian.
"Gimana Lo udah putus CCTV di sini?" tanya Ken pada Satria yang ternyata ada di luar toilet.
"Lo tenang aja, sekarang kita pergi." sahut Satria
Luna berjalan lebih dahulu diikuti oleh Ken dan Satria di belakangnya. Mereka cukup was-was saat berjalan keluar dari hotel tersebut, takut jika orang suruhan Herdi melihatnya. Sebab, hotel itu milik Herdi sendiri.
ntar ujung ujungnya Ken juga yang repot
bucin tolol,rasain lho kan udah kek LC dibuat suami sendiri