Seharusnya Aluna tahu kalau semesta tak akan sudi membiarkan kebahagiaan singgah bahkan jika kebahagiaan terakhirnya adalah m*ti di bawah derasnya air hujan. la malah diberikan kesempatan untuk hidup kembali sebagai seorang gadis bangsawan yang akan di pe*ggal kep*lanya esok hari.
Sungguh lelucon konyol yang sangat ia benci.
Aluna sudah terbiasa dibenci. Sudah kesehariannya dimaki-maki. la sudah terlanjur m*ti rasa. Tapi, jika dipermainkan seperti ini untuk kesekian kali, memang manusia mana yang akan tahan?!
Lepaskan kemanusiaan dan akal sehat yang tersisa. Ini saatnya kita hancurkan para manusia kurang ajar dan takdir memuakkan yang tertoreh untuknya. Sudikah kamu mengikuti kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandri Ratuloly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8
"Akan mati sebulan lagi katanya?" Eugene mengamati wajah gadis itu dengan lamat. Mulai dari alisnya yang tajam, bulu mata lentik, hingga kedua belah bibir yang sedikit kehilangan warnanya. Tapi, dari semua bagian mempesona itu, Eugene paling suka dengan iris mata gadis ini yang seolah selalu bercahaya.
Tangan Eugene menyentuh helaian rambut Aluna. Dia menunduk lalu mengecup helaian rambut itu. Senyuman kecil tertoreh di bibirnya.
Tidak di ragukan lagi, Eugene sadar dirinya sudah jatuh ke dalam lautan pesona dari gadis yang telah mengganti namanya menjadi Aluna Capella. Sikapnya, tatapannya, Eugene tertarik dengan setiap perilaku yang gadis itu lakukan.
Bagaimana bisa dia begitu ingin mati? Apa hidupnya benar-benar seperti neraka hingga gadis itu terus berusaha melarikan diri? Jika Eugene berhasil merubah persepsi gadis ini tentang dunia, apa Aluna akan menetap di sini tanpa niat untuk pergi lagi?
Ada banyak pertanyaan yang menghantui kepala Eugene. Gadis ini terlalu menarik untuk dibiarkan menghilang.
"Sial, kau membuatku gila, Lady Agatha. Ah tidak, maksudku Aluna Capella." Eugene ingin memilikinya. Membuat gadis itu tidak pergi kemana-mana dan yang paling penting dia ingin melihat Aluna tertawa. Bukankah senyumnya saja sudah sangat mempesona? Lalu, bagaimana dengan alunan suara tawanya?
Eugene penasaran. Apalagi jika alasan gadis ini tertawa adalah dia.
"Tuan Eugene, ada tamu yang sedang menunggumu di luar." Suara datang dari balik pintu kamar. Eugene berdecak kesal. Dia masih ingin menikmati wajah tidur Aluna.
Eugene dengan tidak rela meninggalkan ruangan. Tidak lupa mengucapkan selamat tinggal yang tentunya tidak akan Aluna dengar.
"Siapa yang datang?" tanya Eugene kepada pendeta di depannya.
"Itu utusan Putra Mahkota. Dia membawa surat resmi mengenai kedatangan Putra Mahkota ke Kuil ini besok bersama Putri Mahkota."
Putri Mahkota? Eugene menyeringai. Putra Mahkota bodoh sekali membuang gadis menarik seperti Aluna hanya untuk seorang rakyat biasa. Menjadi seorang ratu tidak hanya membutuhkan cinta dari Sang Raja. Tapi, juga keterampilan yang tidak mungkin dipelajari oleh seorang rakyat biasa.
"Kita harus mengembangkan cabang-cabang Kuil lain terutama yang di luar Kerajaan ini."
"Kenapa?"
"Kalau Kerajaan ini hancur di masa depan, kita tidak akan kerepotan nantinya. Lebih baik bersiap lebih awal." Pendeta itu membesarkan bola matanya terkejut.
"Ngomong-ngomong, sebarkan berita secepat mungkin tentang Saintess baru kita. Pengorbanannya menyembuhkan seorang wanita kemarin layak diketahui semua orang bukan?" Ini akan menjadi lebih menarik.
"Tentu saja, Tuan! Lady Agatha sangat pantas mendapatkan apresiasi dari semua orang." Pendeta itu juga menyaksikannya kemarin. Melakukan pengorbanan sebesar itu hingga muntah darah dan pingsan. Pendeta itu langsung mengagumi Aluna. Bukan hanya dia saja, sebagian besar pendeta yang sudah mengetahui beritanya sangat kagum sekaligus penasaran.
"Kalau begitu lakukanlah secepat mungkin," perintah Eugene. Dia akan memberikan kejutan besar saat Aluna bangun nanti.
•••
Aluna menatap heran seorang pendeta wanita yang sekarang sedang berdiri di depannya. Pendeta itu tidak berhenti menatapnya dengan tatapan penuh kekaguman.
"Lady, apakah baju itu pas di tubuhmu? Atau ada hal lain yang bisa aku bantu selain itu? Jangan sungkan, Lady. Kau bisa menyuruhku melakukan apapun," katanya semangat.
"Tidak, terima kasih sudah membawakanku ini."
"Itu bukan apa-apa, Lady. Kalau kau butuh camilan aku juga bisa membuatnya untukmu sekarang," tawarnya lagi.
"Tidak perlu," tolak Aluna. Dia tidak terbiasa merepotkan orang lain seperti ini. "Ngomong-ngomong siapa namamu?"
"Namaku Clara, Lady. Aku melihatmu saat di aula kuil kemarin. Apa tubuhmu sudah baik-baik saja sekarang? Kalau ada yang sakit tolong beritahu aku atau Tuan Saint. Dia terlihat sangat peduli padamu."
Ternyata karena kejadian kemarin. Aluna tidak menyangka akan mendapat perlakuan demikian. Wajahnya jadi panas. Dia diam-diam berusaha menjaga agar tetap tenang seperti biasa.
"Aku sudah baik-baik saja."
"Syukurlah, jaga kesehatanmu, Lady. Aku harap kau tidak memaksakan diri lagi. Ngomong-ngomong, aku dengar Tuan Eugene menemanimu terus semalaman. Hubungan kalian sangat dekat ya," kata Clara sembari tersenyum meledek. Eugene terlihat sangat cemas saat melihat Aluna tergeletak. Auranya sangat berbeda dari biasanya. Eugene nampak cukup menyeramkan.
"Tidak sedekat itu." Eugene jauh lebih peduli dengan Emily. Pemuda itu sudah tergila-gila walau cintanya ditolak. Pesona tokoh utama memang tidak masuk akal sehat.
Padahal, menurut Aluna penampilannya biasa saja. Kelebihannya hanya lebih mungil dan tampak manis.
"Sistem, apa Eugene benar-benar menemaniku semalaman?" tanyanya memastikan.
[Mana aku tahu. Aku secara otomatis juga akan tidur saat kau tidak sadarkan diri.]
Kalau itu benar, Aluna akan berterima kasih nanti. Perasaan pemuda itu kepada Emily tidak menghilangkan fakta bahwa Eugene sudah banyak membantunya.
[Jangan berharap banyak, manusia! Eugene tidak mungkin menyukaimu ataupun peduli denganmu. Dia ini sudah jatuh hati dengan pemeran utama wanita.]
"Aku tahu," balas Aluna.
"Lady, anak kecil dan ibunya yang sudah kau tolong kemarin akan ke Kuil hari ini. Kebetulan aku cukup mengenal mereka. Apa kau bisa menemui mereka, Lady? Aku yakin mereka akan sangat senang bisa bertemu dengan penyelamatnya lagi."
"Apa mereka sering ke Kuil?"
Dia ingat kemarin Eugene bilang mereka juga di Kuil. Saat ingin menemui mereka, Eugene malah menghentikannya.
"Sebenarnya mereka datang setiap hari untuk menanyakan kondisimu," jawab Clara.
"Kalau begitu aku akan bersiap menemui mereka." Aluna bangkit dari tempat tidurnya. Tubuhnya terasa pegal karena terlalu banyak berbaring. Ini semua salah Eugene.
"Kalau begitu aku akan menunggu di luar, Lady. Kalau butuh bantuanku kau bisa langsung memanggilku." Clara pergi meninggalkan ruangan. Padahal Aluna berniat menolaknya lagi. Tanpa sadar bibirnya melengkung. Apa begini rasanya di pedulikan?
Aluna mengganti bajunya dengan baju khas pendeta. Bajunya berwarna putih bersih yang sangat cocok dengan warna kulitnya. Aluna terkejut baju ini cukup cocok untuk dia pakai.
"Astaga, Lady, kau sangat cantik!" Seruan itu datang sesaat setelah dia membuka pintu.
"Terimakasih," balas Aluna seadanya. Tokoh penjahat memang dilahirkan untuk tampil cantik dan mempesona. Agatha sangat memenuhi syarat kecantikan yang ada di benaknya.
[Cih, walau cantik Agatha sangat menyebalkan. Gara-gara dia aku jadi terjebak bersamamu! Tapi, aku jadi bisa melihat tokoh-tokoh favoritku sih. ] Gerutuan Sistem terdengar lagi. Andai saja Aluna punya kekuatan untuk menyumpal mulutnya agar diam. Sayangnya, layar itu bahkan tidak punya mulut.
"Aku akan mengantarmu ke aula kuil, Lady. Ah, aku baru ingat hari ini ada tamu dari Kerajaan." Clara cemberut. Dia tidak suka dengan keluarga Kerajaan terutama Putra Mahkota. Pria itu terang-terangan berselingkuh dengan rakyat biasa.
Menyebalkan. Pria yang berselingkuh kenapa harus menjadi Raja. Sudah terbukti Pangeran Mahkota tidak punya rasa tanggung jawab sama sekali.
"Tidak masalah, lagipula tujuanku hanya ingin menemui anak kecil yang kemarin dan ibunya." Aluna tidak mau repot-repot mengurusi keluarga Kerajaan. Keinginannya kan mati dengan tenang.
Clara memimpin jalan di depan.
Aluna tidak hafal dengan lorong dan ruangan yang ada di Kuil. Clara sangat antusias memperkenalkannya satu persatu.
Mereka akhirnya sampai di aula. Keadaannya masih ramai seperti kemarin. Aluna melihat seorang gadis kecil sedang berbicara dengan pendeta laki-laki. Dia hendak menghampirinya sebelum sebuah suara menghentikan langkahnya.
"Lady Agatha, ternyata kau ada disini?"
[Woah, apa yang dilakukan tokoh utama wanita disini?!]
Dia Emily, tokoh utama wanita di dunia ini.