Ia dulu adalah Hunter Rank-S terkuat Korea, pemimpin guild legendaris yang menaklukkan raid paling berbahaya, Ter Chaos. Mereka berhasil membantai seluruh Demon Lord, tapi gate keluar tak pernah muncul—ditutup oleh pengkhianatan dari luar.
Terkurung di neraka asing ribuan tahun, satu per satu rekannya gugur. Kini, hanya dia yang kembali… membawa kekuatan yang lahir dari kegelapan dan cahaya.
Dunia mengira ia sudah mati. Namun kembalinya Sang Hunter hanya berarti satu hal: bangkitnya kekuatan absolut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radapedaxa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 - Tebasan Terakhir
Suara retakan itu bergema, mengiris ruang seperti kaca yang dihantam palu raksasa. Cahaya glitch menyambar ke segala arah, seperti ribuan layar pecah yang menumpahkan serpihan kode. Revenant berdiri di tengahnya, tubuhnya bergetar bukan karena luka, melainkan karena kemarahan yang tak bisa lagi ia kendalikan.
Mata hitam pekatnya menatap Jinwoo dengan kebencian murni.
“Tidak mungkin... aku—seorang Host, yang melampaui segala makhluk—ditekan oleh bidak sepertimu?!”
Suara Revenant menggema, berlapis distorsi, seolah jutaan suara lain ikut berbicara. Retakan glitch yang ia ciptakan mulai meluas, menyedot segala yang ada di ruang itu. Dinding layar runtuh, data terurai, bahkan dimensi tempat mereka berpijak seperti tak mampu lagi bertahan.
Selene, Takeshi, dan yang lainnya berusaha bertahan dari tarikan kosmik itu. Tubuh mereka seperti hendak tercabik, energi pelindung yang mereka pancarkan nyaris koyak.
“Tidak... kita akan terseret...!” Selene berteriak, wajahnya pucat.
Namun di tengah kekacauan itu, Jinwoo berdiri tegak. Nafasnya teratur, matanya memancarkan cahaya berbeda. God Eye-nya berputar, memantulkan cahaya kosmik yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Tenang, seperti samudra dalam, tapi juga tajam seperti bilah yang bisa membelah langit.
Jinwoo menatap Revenant dengan dingin.
“Revenant... dari awal kau salah menilai. Aku bukan sekadar bidakmu. Aku adalah akhir dari permainanmu.”
Revenant terdiam sejenak, lalu tertawa. Tawa yang mengguncang ruang itu hingga pecahan glitch semakin membesar.
“Hahaha! Kau pikir bisa melawanku hanya dengan tekad kosong? Aku adalah sistem itu sendiri! Aku adalah glitch, kehancuran, dan takdir buruk dari semesta ini!”
Ia mengangkat tangannya, dan seketika ratusan cabang glitch seperti tentakel raksasa menyerang Jinwoo dari segala arah. Setiap sentuhan glitch mampu melahap apa pun yang disentuhnya, menghancurkan kode realitas hingga tak tersisa.
Namun Jinwoo tidak bergeming. Ia meraih pedang yang sudah retak, lalu mengangkatnya perlahan. Pedang itu tampak biasa, namun cahaya dari God Eye-nya merambat naik, menyelimuti bilah yang sekarat itu. Cahaya berubah menjadi sinar bintang—pucat, indah, tapi sarat dengan kekuatan penghancuran mutlak.
Seketika, Selene menahan nafas.
“Itu... bukan kekuatan manusia...”
Aura bintang semakin membesar, menelan pedang sepenuhnya hingga bilahnya tampak seperti pecahan langit malam. Jinwoo berbisik, seolah kalimat itu hanya untuk dirinya sendiri:
“Tersisa satu tebasan... dan sepertinya memang untukmu.”
Revenant tertegun sepersekian detik. Ada rasa asing yang menyelusup ke dalam hatinya—perasaan yang tak pernah ia kenal: takut.
“Tidak mungkin... tidak mungkin! Aku Host! Kau hanya bidak! Kau bukan siapa-siapa!”
Ia meraung, meledakkan lebih banyak glitch. Retakan kosmik terbuka di jalur Jinwoo. Setiap langkah yang Jinwoo ambil akan ditelan. Namun... Jinwoo bergerak.
Satu langkah. Dua langkah. Tiga langkah.
Setiap jalurnya dilahap oleh retakan kosmik, tapi cahaya bintang dari pedangnya justru menutup kembali luka ruang itu. Seakan keberadaannya sendiri menolak kehancuran.
Revenant menjerit.
“Berhenti! Aku akan menghapusmu dari semesta ini, bajingan!!”
Puluhan serangan glitch meledak bersamaan, membentuk badai kehancuran absolut. Semua layar, semua ruang, semua dimensi yang terhubung ikut bergetar. Takeshi jatuh berlutut, wajahnya penuh keputusasaan.
“Tidak... bahkan jika ada seribu dewa, mereka tidak bisa melawan ini...”
Namun Jinwoo tidak berhenti. Cahaya God Eye semakin terang, lalu... ia mengangkat pedangnya tinggi-tinggi.
“—Stellar Severance.”
Seketika dunia berhenti.
Pedang itu meluncur, menebas dengan gerakan sederhana, tanpa lengkungan berlebihan, tanpa kilauan yang berlebihan. Namun justru karena kesederhanaannya, tebasan itu menembus segalanya.
Badai glitch Revenant terbelah. Retakan kosmik yang menganga tertutup paksa, cahaya bintang mengiris kegelapan digital, dan dalam sepersekian detik... kepala Revenant terlepas dari tubuhnya.
Sunyi.
Tubuh Revenant goyah, lalu jatuh berlutut. Kepalanya perlahan bergulir ke lantai, matanya masih membelalak tak percaya.
“Aku... kalah? Tidak... ini tidak mungkin... seorang Host... kalah dengan bidaknya sendiri?”
Suara Revenant melemah, suaranya bergetar, dipenuhi kehancuran.
“Apa... yang sebenarnya... terjadi...”
Lalu, tubuhnya hancur menjadi pecahan glitch, lenyap tanpa jejak.
Keheningan menyelimuti ruang itu. Selene dan yang lainnya terdiam, tubuh mereka gemetar melihat akhir dari pertempuran tersebut. Jinwoo berdiri di tengah, pedangnya hancur berkeping, menyisakan abu bintang yang berjatuhan seperti salju kosmik.
Ia menutup mata, menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya.
“Akhirnya selesai...”
Namun di balik ketenangan wajahnya, ada sesuatu yang bergejolak. Perasaan kosong, perasaan asing. Membunuh Revenant seharusnya melegakan. Tapi mengapa ia justru merasa... lebih terikat pada kekuatan itu?
Selene menatapnya, suaranya gemetar.
“Jinwoo... apa kau masih... manusia?”
Jinwoo tidak menjawab. Ia hanya menatap telapak tangannya, di mana sisa cahaya bintang masih berpendar.