Kecantikan selalu diartikan sebagai keberuntungan
Apa yang terjadi ketika kecantikan yang diberikan oleh Tuhan berakhir sebagai kutukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elena Prasetyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Fatih adalah mahasiswa laki-laki yang cukup populer. Bahkan di kalangan mahasiswa baru, Fatih terkenal di fakultas lain. Meski kenal, Kirana tidak mau sok dekat pada Fatih. Dia tetap menjaga jarak. Kecuali Fatih yang terlebih dahulu menyapanya.
Seperti pagi ini, Fatih menyapanya yang baru sampai di tempat kuliah.
"Pagi Kirana"
"Pagi" balas Kirana malu-malu.
"Kau baru saja datang?"
"Iya"
Kirana mencoba merapikan kemejanya yang lusuh karena harus terlipat lama di dalam tas saat dia bekerja di pasar pagi ini. Dia juga merasa bau badannya pasti mengganggu. Karena itu Kirana memilih berdiri agak jauh dari Fatih.
"Baiklah. Aku harus kuliah pagi ini. Apa siang ini kau ada waktu? Bagaimana kalau kita makan bersama?"
Kirana senang sekali. Dia hampir saja menyetujui usulan Fatih ketika beberapa temannya lewat dan bergumam tentang kondisinya.
"Apa yang buruh pasar itu lakukan?"
"Mendekati Fatih dari komunikasi? Apa dia sadar diri?"
"Benar. Fatih berasal dari keluarga kaya. Dan dia ? Hahahaha"
Kirana diam dan menunduk, berpikir Fatih yang mendengarnya akan merasa risih kemudian pergi.
"Dasar penggosip!" ucap Fatih mengejutkan Kirana.
"Apa?"
"Mereka itu anak ekonomi? Suka sekali membicarakan keadaan orang lain seolah mereka benar-benar mengenalku"
Kirana pikir Fatih membicarakan tentang dirinya. Ternyata bukan. Kirana merasa agak lega.
"Tapi bukankah kau memang anak orang kaya? Kudengar kau pulang pergi kuliah dengan mobil" kata Kirana memberanikan diri.
"Rumahku jauh. Harus menggunakan mobil agar bisa lewat jalan tol untuk mempersingkat waktu. Kalau naik motor atau angkutan umum, bisa-bisa aku akan selalu telat masuk kuliah"
Mendengar hal itu, entah kenapa membuat Kirana terhibur. Seolah Fatih ingin berada di kondisi yang sama dengannya.
"Aku sudah terlambat" kata Kirana yang akhirnya melihat jam di tangan.
"Makan siang kita?"
Fatih bertanya lagi tentang hal itu? Padahal Kirana pikir Fatih sudah melupakannya.
"Maaf, tapi aku harus ... Bekerja"
"Baiklah, lain kali kau harus mau aku ajak makan"
Kirana melihat punggung Fatih yang menjauhinya dan tersenyum.
Tapi, tak disangka. Kirana akan melihat Fatih di tempat yang sangat berbeda.
"Kirana!!"
Kirana mendongak dan merasa salah tingkah. Dia segera melesat ke dalam lapak sayur dan bersembunyi. Malu karena dilihat oleh Fatih ketika sedang bekerja dengan penampilan yang sangat tidak baik.
"Mau apa kau di dalam sini?! Itu ada pelanggan!!" desak pemilik lapak sayur membuat Kirana tidak punya pilihan. Dia menampakkan diri dan melihat Fatih yang menatapnya.
"Beli apa?"
"Maaf, aku tidak beli apa-apa. Aku hanya menemani ibuku yang berbelanja di pasar"
Kirana melihat seorang wanita paruh baya yang sedang berdiri di depan tukang ikan. Apa itu ibu Fatih?
"Iya"
"Kau bekerja disini?" tanya Fatih membuat Kirana semakin menunduk.
"Iya"
"Hebat sekali"
Disaat Kirana pikir akan mendengar ejekan. Ternyata yang dia dengar dari mulut Fatih adalah pujian.
"Apa?"
"Sudah berapa lama kau bekerja disini?" tanya Fatih seolah benar-benar ingin tahu tentang pekerjaan Kirana.
"Sudah dua tahun"
"Wah lama juga ya. Tapi ... Bagaimana kau mengatur waktu?"
Karena ada pelanggan lain yang berbelanja, Kirana tidak menjawab pertanyaan Fatih. Dan lagi, ibu Fatih kelihatannya sudah selesai belanja ketika pelanggan di lapak sayur Kirana pergi.
Pembicaraan itu berlanjut ketika Kirana bertemu dengan Fatih di taman perpustakaan.
"Kau bekerja di dua tempat?" tanya Fatih.
"Iya"
"Pasar dan ... ?"
"Restoran. Aku bekerja di pasar setiap jam dua sampai delapan pagi. Lalu kuliah. Jam tiga sore, aku pergi ke restoran untuk bekerja lagi sampai jam sepuluh malam" terangnya malu-malu. Baru kali ini dia menceritakan rutinitas pekerjaannya kepada seseorang.
"Dan sudah berapa lama kau menjalani semua ini?"
"Aku bekerja di restoran yang ini sejak tahun lalu. Sebelumnya aku bekerja di sebuah coffe shop. Tapi harus berhenti karena masuk kuliah"
"Dua pekerjaan dalam sehari. Memangnya, untuk apa kau bekerja keras seperti ini?"
Untuk seseorang yang mungkin tak perlu bekerja seumur hidupnya, apa yang dilakukan Kirana pasti tampak berat. Tapi seperti itulah memang rasanya.
"Hidup. Aku yatim piatu dan tidak punya siapapun. Jadi aku harus bekerja kalau mau membayar sewa kamar, makan dan membayar kuliah"
Fatih terdiam. Sepertinya apa yang dikatakan Kirana salah. Seharusnya dia tidak menceritakan semua ini pada Fatih. Pasti sekarang Fatih merasa kalau Kirana sedang mengguruinya.
"Kau hebat bisa bertahan sampai sekarang. Tapi kuharap kau tetap memperhatikan kesehatanmu. Karena semua akan percuma bila kau sakit"
Mendengar kata-kata itu, hati Kirana tersentuh. Fatih memang baik sekali. Tidak memandangnya rendah meski perbedaan kondisi diantara mereka berdua sangat besar.
Kirana ... sepertinya menyukai Fatih. Dia menyukai bagaimana Fatih memperlakukannya. Dia menyukai bagaimana Fatih tidak pernah memandang rendah pekerjaan dan statusnya. Dia juga menyukai bagaimana Fatih tidak pernah mengejek penampilannya yang lusuh di depan mahasiswa lain.
Rasa suka itu berkembang pesat meski mereka baru bertemu selama tiga bulan saja.
Lalu saat itu tiba. Saat dimana Kirana ingin Fatih melihat penampilannya yang baik. Dia telah membeli baju baru khusus untuk ini. Selesai bekerja di pasar, Kirana mandi dengan bersih. Dia menata rambut juga memakai make up sederhana.
Tidak tahu kalau perubahan itu telah membuat penampilan Kirana jauh melampaui perempuan lainnya. Kirana layaknya bunga yang telah berkembang sempurna.
Dia pergi ke kampus dengan penampilan barunya dan berhasil menyita banyak perhatian.
"Itu Kirana? Kirana anak ekonomi?"
"Iya"
"Kirana yang bekerja sebagai buruh pasar? Apa benar? Kenapa terlihat berbeda sekali?"
"Ternyata benar kalau dia bidadari. Cantik sekali"
"Wahh, aku tidak sangka dia bisa menjadi secantik itu"
"Biasanya dia tampak lusuh. Kenapa sekarang berbeda sekali?"
Kirana merasa percaya diri setelah mendengar beberapa komentar mahasiswa yang dilewatinya.
Sosok laki-laki yang dicarinya terlihat di dekat taman perpustakaan. Bersama kerumunan mahasiswa komunikasi lain. Walau merasa gugup, Kirana melangkah maju. Mendekati kerumunan itu untuk memanggil Fatih.
Namun ...
"Bagaimana? Sebentar lagi dia pasti menerima kalau aku menyatakan cinta. Kalian sudah siap kalah?"
Langkah Kirana terhenti, dia bersembunyi dibalik pohon besar yang berada dekat dengan kerumunan Fatih dan rekannya.
"Sialan. Ternyata dia mudah didekati. Kalau tahu begini, lebih baik aku mendekatinya"
"Memangnya kau pikir mudah? Aku harus menahan diri untuk tidak mengumpat gara-gara bau sayur busuk yang tercium di badannya" ucap Fatih berbeda dengan yang selalu dikatakannya pada Kirana.
"Memangnya separah itu? Kupikir kau sudah terbiasa"
"Kalau bukan karena taruhan ini, mana mau aku mendekatinya. Dia memang cantik. Aku bisa melihat kecantikan itu di wajahnya. Tapi ... Dia benar-benar miskin. Karena terlalu miskin, kecantikan itu pudar seluruhnya. Maksudku, mana ada perempuan cantik yang mau melakukan semua pekerjaan kasar itu? Sungguh menyia-nyiakan pemberian Tuhan. Seharusnya semua kecantikan itu diberikan kepada orang yang lebih berhak. Bukan pada orang semiskin Kirana!!"
"Dan lagi, dari pemilik lapak sayur, aku dengar kalau Kirana itu sebenarnya anak haram dari ibu seorang pekerja malam" lanjut Fatih disambut gelombang ejekan dari semua temannya.
Mendengar semua itu dari mulut seorang laki-laki yang dianggapnya baik, membuat Kirana sungguh kecewa.
Dia segera berbalik dan kembali pulang. Di dalam kamar, dia hanya bisa menangis. Meratapi kebodohannya karena telah percaya pada orang yang salah.
Sudah Kirana kira sebelumnya, tidak akan ada orang yang mau berteman atau menyukainya. Dia terlalu miskin untuk bisa berharap ada orang yang menyukainya. Dan harusnya dia sadar sebelum terlena pada semua pujian kosong itu.
Selama dia miskin. Selama dia tidak punya apapun. Tidak ada perlunya Kirana menampakkan wajah aslinya. Lebih baik lusuh dan bau saja seperti biasanya.
Karena kecantikan yang dia miliki tidak sesuai dengan kondisi hidupnya. Kecuali dia ingin memanfaatkan kecantikan itu untuk mendapatkan uang mudah.