NovelToon NovelToon
TRANSMIGRASI : AKU JADI NYAI

TRANSMIGRASI : AKU JADI NYAI

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Mengubah Takdir / Transmigrasi ke Dalam Novel / Transmigrasi / Era Kolonial / Nyai
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Dhanvi Hrieya

Sekar tak pernah menyangka, pertengkaran di hutan demi meneliti tanaman langka berakhir petaka. Ia terpeleset dan kepala belakangnya terbentur batu, tubuhnya terperosok jatuh ke dalam sumur tua yang gelap dan berlumut. Saat membuka mata, ia bukan lagi berada di zamannya—melainkan di tengah era kolonial Belanda. Namun, nasibnya jauh dari kata baik. Sekar justru terbangun sebagai Nyai—gundik seorang petinggi Belanda kejam—yang memiliki nama sama persis dengan dirinya di dunia nyata. Dalam novel yang pernah ia baca, tokoh ini hanya punya satu takdir: disiksa, dipermalukan, dan akhirnya dibunuh oleh istri sah. Panik dan ketakutan mencekik pikirannya. Setiap detik terasa seperti hitungan mundur menuju kematian. Bagaimana caranya Sekar mengubah alur cerita? Apakah ia akan selamat dari kematian?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhanvi Hrieya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 8. CERDIK ATAU LICIK?

Kepanikan di rumah sakit khusus militer Belanda karena kedatang sang jendral tinggi terjadi satu jam yang lalu, keadaan Sekar ditangani dengan sigap oleh para dokter militer. Luka gores di perutnya telah di tangani begitu pula dengan di telapak tangan kirinya, wajah Sekar masih pucat. Ia tergolek lemah di ranjang rumah sakit, sementara Johan di luar ruangan.

"Dia tidak menemukan pria itu atau keanehan di kamar 'kan, ya?" Sekar bergumam khawatir.

Anggap saja Sekar sudah gila hingga melakukan tindakan nekat, meskipun begitu Sekar bukan wanita bodoh yang rela membahayakan nyawa sendiri hanya untuk seorang pria. Hanya saja ia perlu melakukan pertunjukan di depan Johan, agar bisa mengalihkan perhatian pria itu. Walaupun Sekar tahu betul jika apa yang dilakukannya sangat mudah ketahuan, setidaknya sampai Johan mencari tahu apa yang terjadi bukti-bukti sudah dibereskan.

Derap langkah kaki cepat mengalun di lorong rumah sakit, pintu dibuka kasar. Ratna melangkah terburu-buru dengan mata merah, Sekar mengulum senyum melihat penampilan Ratna.

"Nyai!" Ratna memanggil Sekar dengan suara parau dan mata basah.

Tangan Sekar terulur, Ratna menggenggamnya erat. Ia sungguh terkejut dan ketakutan setengah mati mendengar apa yang terjadi dari para pekerja rumah, saat ia selesai menyiapkan air mandi kembang untuk sang nyai. Keluar dari kamar mandi, ia malah mendengar kabar tak menyenangkan. Ratna mendesak supir Johan—jendral mengantarkan ia ke rumah sakit khusus tentara Belanda, merengek hingga pada akhirnya di bawa ke sini.

"Aku baik-baik saja," kata Sekar lirih.

Bukannya berhenti, air mata Ratna malah semakin deras berhamburan keluar. Gadis remaja itu terisak-isak, bagi Ratna anak sebatang kara. Sekar yang membantunya dan menjadikan ia sebagai pembantu khusus, selalu mengikuti Sekar. Hingga Ratna tak sadar ketergantungan dengan kehadiran Sekar, Ratna tak bisa hidup tanpa Sekar. Karena Sekar menembusnya saat dijual sebagai penebusan hutang pamannya, hanya dengan adanya Sekar di sisinya. Ratna merasa aman dan nyaman, seperti seorang anak yang tak bisa hidup tanpa ibunya, begitulah yang Ratna rasakan. Terlepas bagaimana pandangan orang-orang terhadap Sekar yang sekarang menjadi nyai dari seorang petinggi Belanda.

"Kok malah semakin keras nangisnya, sudah berhenti menangis. Aku tidak mati sekarat saat ini Ratna," ujar Sekar membujuk Ratna untuk berhenti menangis, "oh iya, bagaimana dengan kamarku? Apakah sudah kamu bersihkan noda darah dari kapas, kain kasa, dan gunting?"

Ratna mengusap air matanya, dan mengelap ingus yang keluar dari lubang hidungnya dengan ujung kain jarik lilitnya. Ia menggeleng, otot wajah Sekar mendadak tegang. Kilatan kepanikan terlihat di matanya, Johan masih di rumah sakit. Pria itu pasti ke kafetaria rumah sakit, setelah berbicara dengan dokter yang menanganinya.

"Ta—tapi..., pembantu lain yang membersihkan kamar Nyai tadi. Sebenarnya apa yang terjadi Nyai? Kapan Nyai terluka? Kenapa Nyai tidak memanggilku? Kenapa tidak berteriak keras aku akan langsung melindungi Nyai meski harus mati." Ratna menggebu-gebu ada kemarahan, kekecewaan, dan kesedihan di guratan ekspresi wajahnya saat berbicara.

Bibir pucat Sekar terbuka namun, kembali tertutup. Ia mengurungkan niatnya untuk menjelaskan pada Ratna, sedikit orang yang tahu apa yang terjadi maka akan semakin baik. Sekar tak ingin menyeret Ratna pada kematian, alur novel yang ia baca masih belum terlalu jelas. Ada beberapa perbedaan alur yang terjadi, Sekar tidak tahu apa yang terjadi di masa depan. Ada baiknya ia berjaga-jaga agar tetap aman, Sekar mendesah berat.

"Semuanya terjadi begitu cepat, yang pasti dia masuk dini hari tadi. Mungkin dia pikir aku adalah Jendral, makanya dia melakukan itu semua. Tapi, saat dia tau aku bukan Jendral. Aku langsung dilepaskan dan dia langsung kabur, aku terlalu panik jadi memilih mengobati lukaku sendiri saja," jelas Sekar menyusun kebohongan yang konsisten.

Ratna menatap lambat wajah majikannya, Sekar berdecak kecil melihat ekspresi sedih Ratna.

"Aku mau istirahat, aku merasa lelah dan mengantuk. Kamu pulanglah ke rumah, buatkan aku makanan dan bawa ke sini." Sekar memilih mengusir Ratna, agar tidak banyak tanya.

Kedua kelopak mata Sekar terkulai lemah, ia menguap dua kali. Ia benar-benar lelah secara fisik dan mental, memilih memejamkan kedua matanya untuk beristirahat. Mengumpulkan tenaga dan mempersiapkan mental kembali, jika nanti ia menghadapi Johan, ia harus ekstra dalam bersandiwara.

...***...

"Jendral!" seruan panik mengalun saat pria berkemeja hitam itu melangkah memasuki ruangan.

Pria itu melangkah terburu-buru mendekati Samudra—jendral yang memimpin kemerdekaan yang mereka perjuangkan, berdarah biru dan cinta tanah air membentuk tentara diam-diam. Keluarga Samudra selain berdarah bangsawan, ia terlahir dari keluarga kaya. Meskipun beberapa dari anggota keluarga mereka bekerja di bawah pemerintahan Belanda, mereka tentu saja memiliki niat terselubung. Merencanakan kemerdekaan selangkah demi selangkah, Samudra merebahkan tubuhnya di atas ranjang dipan kayu jati.

"Aku dengar pemuda merah telah gugur tadi malam, dan..., tidak ada satu pun yang selamat dari Pemuda Merah," tutur pria berkulit hitam legam itu pada Samudra.

Beberapa organisasi yang dibentuk, terdiri dari 'Pemuda Merah' orang-orang yang memiliki ilmu beladiri serta siap mati. Sementara 'Pemuda Putih' mereka diperintahkan untuk menjadi pelajar, yang akan bergabung dengan pejabat pribumi nantinya. Mereka yang akan menyediakan pendanaan serta memberikan informasi terkait dengan para petinggi Belanda, dan juga keluarga militer Belanda.

Desahan panjang mengalun, Samudra menutup perlahan kelopak matanya. Mereka semua tahu risiko yang akan mereka hadapi : menang atau mati. Mereka harus berjuang untuk tanah air, bahkan risiko kehilangan nyawa tidak ada satu pun dari pejuang yang bisa menghindarinya termasuk Samudra sendiri.

"Bagaimana dengan jasad mereka Raden?" tanya Samudra tanpa membuka kelopak matanya.

Raden yang berdiri di samping ranjang menggeleng tak berdaya, tarikan dan embusan napas frustasi terdengar.

"Sudah pasti diambil oleh para penjajah sialan itu," jawabnya menakan amarah yang bergejolak.

Kelopak mata Samudra terbuka kembali, dan melirik ke arah Raden. "Kabarkan pada keluarga mereka tentang kematian mereka. Berikan uang pada keluarga yang ditinggalkan," titah Samudra serak.

Raden mengangguk, ia hendak membalikkan tubuh meninggal ruangan kamar sang jendral. Sebelum ia kembali teringat dengan keadaan Samudra, ia melirik kembali ke arah Samudra.

"Apa yang terjadi padamu?" Raden mengerutkan dahinya, tak mungkin seorang Satyawira Samudra terluka mengingat ilmu bela diri serta senjata yang ia miliki.

"Aku baik-baik saja," sahut Samudra pelan, "hanya saja rencana awalku telah berubah haluan. Membuat sedikit luka, agar mempermudah rencana kita menghancurkan jajaran militer mereka dari dalam. Kamu tak usah mengkhawatirkan aku, lakukan saja tugasmu saat ini."

Raden mengerutkan dahinya, tak paham apa yang tengah dipikirkan oleh Samudra. Raden tahu Samudra sedari dulu adalah sosok yang cerdas dan tangguh, ia memiliki strategi hebat serta fisik yang kuat. Tidak perlu diragukan lagi kenapa ia yang dipilih menjadi pemimpin diusianya yang masih muda.

Bersambung....

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!