NovelToon NovelToon
The Path Of The Undead That I Chose

The Path Of The Undead That I Chose

Status: sedang berlangsung
Genre:Iblis / Epik Petualangan / Perperangan / Roh Supernatural / Kontras Takdir / Summon
Popularitas:279
Nilai: 5
Nama Author: Apin Zen

"Dalam dunia yang telah dikuasai oleh iblis, satu-satunya makhluk yang tersisa untuk melawan kegelapan… adalah seorang yang tidak bisa mati."



Bell Grezros adalah mantan pangeran kerajaan Evenard yang kini hanya tinggal mayat hidup berjalan—kutukan dari perang besar yang membinasakan bangsanya. Direnggut dari kematian yang layak dan diikat dalam tubuh undead abadi, Bell kini menjadi makhluk yang dibenci manusia dan diburu para pahlawan.

Namun Bell tidak ingin kekuasaan, tidak ingin balas dendam. Ia hanya menginginkan satu hal: mati dengan tenang.

Untuk itu, ia harus menemukan Tujuh Artefak Archelion, peninggalan kuno para dewa cahaya yang dikabarkan mampu memutuskan kutukan terkelam. Dalam perjalanannya ia menjelajah dunia yang telah berubah menjadi reruntuhan, menghadapi para Archfiend, bertemu makhluk-makhluk terkutuk, dan menghadapi kebenaran pahit tentang asal usul kekuatannya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Apin Zen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Lantai Waktu yang Retak

Begitu mereka melewati gerbang cahaya ungu, dunia di sekitarnya terbalik. Langit yang tadinya tembaga kini menjadi gelap seperti tinta, dihiasi bintang-bintang yang bergerak lambat. Mereka berdiri di sebuah jalan batu mengambang di tengah kekosongan, tanpa tanah di bawah, hanya kehampaan yang seolah menelan cahaya.

Udara di sini terasa berat, seakan setiap tarikan napas menguras tenaga. Namun yang membuat Bell berhenti bukanlah tempatnya—melainkan sosok yang berdiri di ujung jalan.

Itu adalah… dirinya sendiri.

Bukan Bell sang pangeran Evenard, bukan pula Bell sang mayat hidup seperti sekarang, melainkan Bell dalam wujud yang lebih gelap: tubuhnya diselimuti pelindung hitam yang memancarkan energi iblis, matanya menyala merah darah. Di tangannya, ia menggenggam fragmen yang berdenyut seperti jantung.

---

> Bell gelap itu berbicara dengan suara rendah, hampir seperti bisikan di dalam kepala Bell.

“Aku adalah kau… yang berhenti melawan. Aku menerima tawaran iblis itu. Aku berhenti mencari kematian dan memilih kekuatan tak terbatas.”

Bell menatapnya dingin. “Kalau begitu, kau hanyalah bukti kegagalan.”

“Atau bukti bahwa melawan adalah sia-sia.”

---

Silvianne merapatkan jubahnya. “Ini bukan sekadar ilusi. Menara ini… memanggil kemungkinan masa depanmu dan memberinya wujud nyata. Kalau kau kalah melawan dia, Bell… itu artinya takdirmu terkunci.”

Elvenra menyiapkan busurnya. “Dan aku rasa kita semua akan ikut terkunci di sini.”

---

Pertarungan pun dimulai.

Pedang Bell beradu dengan pedang kembar milik versi gelapnya, setiap benturan memicu kilatan ungu yang membuat jalan batu retak. Bell gelap itu lebih cepat, lebih kuat, seolah setiap gerakannya adalah versi sempurna dari teknik Bell sendiri.

> Bell gelap berbisik di tengah benturan, “Kau tahu… saat ini kau tidak benar-benar hidup. Jadi mengapa mengejar kematian? Kau bisa menjadi penguasa dunia yang telah runtuh ini.”

Bell membalas dengan tatapan dingin. “Karena aku masih ingat… siapa yang meruntuhkannya.”

Dengan dorongan kuat, Bell menghantam dadanya sendiri—versi gelap itu terhuyung mundur, namun tersenyum. Dari darah hitam yang menetes, fragmen jatuh… lalu menghilang menjadi debu, menandakan ini hanyalah ujian, bukan hadiah.

---

Jalan batu di belakang mereka runtuh, memaksa mereka maju menuju pintu berikutnya. Tapi sebelum mereka melangkah, suara Bell gelap itu menggema di kegelapan.

> “Kita akan bertemu lagi… saat kau mulai ragu dengan pilihanmu.”

Bell tidak menoleh. Ia hanya melangkah, menembus cahaya yang membawa mereka ke lantai berikutnya.

Saat cahaya dari pintu lantai sebelumnya memudar, mereka mendapati diri mereka berdiri di tengah sebuah aula melingkar raksasa.

Di sekelilingnya, dinding-dinding tidak kokoh—melainkan seperti kaca retak yang memantulkan potongan-potongan masa lalu, masa depan, dan sesuatu yang tak pernah terjadi.

Bell menatap salah satu retakan itu… dan terpaku.

Di dalamnya, ia melihat Evenard, kerajaannya yang dulu, utuh seperti sebelum perang. Ia melihat dirinya—seorang pangeran muda dengan mata penuh keyakinan, berjalan di jalanan istana sambil menyapa rakyat. Di sisinya, ada wanita berambut pirang yang tersenyum hangat… seseorang yang seharusnya sudah mati berabad-abad lalu.

---

Elvenra menyentuh lengannya. “Itu bukan nyata. Menara ini mencoba menahammu dengan masa lalu.”

Bell mengalihkan pandangannya. “Aku tahu… tapi rasanya seperti luka lama yang dibuka lagi.”

---

Di tengah aula, jam raksasa tanpa jarum berdiri, retak di banyak tempat. Dari retakan itu, makhluk-makhluk waktu merayap keluar: tubuh mereka tipis seperti asap, namun wajahnya menyerupai orang-orang yang pernah Bell kenal—guru pedangnya, para prajurit Evenard, bahkan ayahnya sendiri.

> Sosok ayahnya berkata dengan suara yang menggema, “Kau membiarkan kerajaan kita jatuh, Bell. Kau membiarkan darah kita mengalir sia-sia.”

Bell menatapnya tanpa emosi. “Bahkan jika semua itu benar… aku tidak akan membiarkan penyesalan ini mengikatku.”

---

Pertarungan pun dimulai.

Setiap kali Bell menebas makhluk itu, waktu di sekitarnya terdistorsi—kadang ia melihat pedangnya sendiri bergerak lambat, kadang malah terlalu cepat sehingga membuat napasnya tersengal.

Silvianne menutup mata, mulai melantunkan mantra penstabil waktu. Sementara itu, Elvenra menembakkan panah berlapis sihir cahaya yang membuat bayangan-bayangan itu hancur menjadi serpihan kaca.

---

Namun, saat mereka hampir menenangkan ruangan, jam raksasa itu berdenyut… dan dari pusatnya muncul sosok berjubah putih yang wajahnya diselimuti kabut.

Sosok itu berbicara dengan suara ganda—seperti pria dan wanita sekaligus.

> “Pengembara abadi… jika kau ingin fragmen ketiga, kau harus menyerahkan satu kenangan berharga. Tanpanya, kau tak akan bisa keluar dari lantai ini.”

---

Bell terdiam.

Kenangan apa yang akan ia relakan—dan apakah itu akan membuatnya lebih dekat pada kebebasan, atau justru menghancurkan dirinya?

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!