NovelToon NovelToon
Antara Kau, Dia Dan Kenangan

Antara Kau, Dia Dan Kenangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Bad Boy / Trauma masa lalu / Barat / Mantan
Popularitas:699
Nilai: 5
Nama Author: Yellow Sunshine

Ketika cinta pertama kembali di waktu yang salah, ia datang membawa hangatnya kenangan sekaligus luka yang belum sembuh.
Nora tak pernah menyangka masa lalu yang sudah ia kubur dalam-dalam muncul lagi, tepat saat ia telah memulai kisah baru bersama Nick, pria yang begitu tulus mencintainya. Namun segalanya berubah ketika Christian—cinta pertamanya—kembali hadir sebagai kakak dari pria yang kini memiliki hatinya.
Terjebak di antara masa lalu dan cintanya kini, sanggupkah Nora memilih tanpa melukai keduanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yellow Sunshine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertemuan yang Dinanti

Pagi itu menyelinap perlahan ke kamar asrama, menembus celah tirai dengan cahaya lembut yang seakan menyejukkan sekaligus menegangkan. Udara masih hangat dari malam sebelumnya, tapi hatiku terasa berat, seperti membawa batu kecil yang tak terlihat.

Aku bangun dengan langkah pelan, tubuh lelah meski tidur semalaman cukup. Pikiran tentang obrolan dengan Nina malam tadi terus berputar, seperti gema yang tak mau pergi. Kata-kata sahabatku masih terdengar jelas di telinga— 'Dan Nick… dia masih ada di sana. Dia menunggu, sama sepertimu.'

Di kelas, aku duduk di bangku paling belakang, mencoba menyimak penjelasan dosen. Tapi pikiranku melayang, mengikuti bayangan Nick yang entah sedang melakukan apa sekarang. Setiap suara, setiap tawa teman di sekitarku terasa jauh—bahkan suara Nina yang ada di sebelahku, seperti berada di dunia lain.

Sesekali aku membuka ponsel, harap-harap cemas menatap layar kosong. Tidak ada pesan masuk, tidak ada notifikasi dari Nick. Hening itu semakin menekan, membuat jantungku berdetak lebih cepat dan napasku sesak tanpa alasan yang jelas.

Aku menunduk, jari-jari menari tanpa arah di atas meja, mencoba menenangkan diri. Di balik kesunyian pagi yang sepi ini, ada benih rasa takut sekaligus harapan—takut terluka lagi, tapi juga berharap bahwa hari ini, mungkin, semuanya bisa berubah.

Saat jam istirahat tiba, Nina dan Sarah mengajakku makan siang bersama di kantin kampus. Aku tahu, mereka hanya berusaha mengalihkan pikiranku.

Kantin kampus dipenuhi suara riuh mahasiswa, piring beradu, dan aroma makanan yang menggoda. Aku duduk di meja bersama Nina dan Sarah, tapi rasanya seperti ada jarak tak terlihat yang memisahkan diriku dari dunia sekitar. Gelisah menggerayangi setiap detik, membuat tanganku gemetar halus saat meraih gelas air.

Nina menatapku, mata tajamnya lembut tapi penuh keyakinan. “Hei, tenang, Nora!” katanya, menepuk lenganku ringan. “Aku sudah berbicara dengan Nick pagi ini. Aku yakin dia akan menghubungimu secepatnya. Tidak perlu terlalu khawatir.”

Sarah menambahkan dengan senyum hangat, “Ya. Nina benar, Nora. Kamu hanya perlu bersabar. Aku tahu, kamu pasti sudah menantikannya.”

Aku mengangguk pelan, tapi perasaan cemas belum sepenuhnya hilang. Kata-kata mereka menenangkan, tapi hatiku masih berdebar tak menentu. Sesekali aku menatap ponsel, berharap layar itu tiba-tiba menyala dengan nama Nick.

Nina mencondongkan tubuh, menatapku serius, “Ayolah, Nora! Aku merindukan Nora yang dulu! Nora yang selalu ceria dan bersemangat."

Aku tersenyum tipis, mencoba meresapi kata-katanya. Ada rasa hangat yang merayap di dada, seperti benih harapan yang perlahan mulai tumbuh—keyakinan bahwa pertemuan yang dinanti tak lagi sebatas bayangan, tapi mungkin akan segera menjadi kenyataan.

Tawa kecil Sarah terdengar di telinga, Nina tersenyum penuh arti, dan aku… aku mencoba menenangkan nafas, berusaha menenangkan hati yang gelisah. Di antara aroma makanan dan suara riuh kantin, ada percikan harapan yang sulit kuabaikan.

Sebuah pertanyaan terus berputar di kepalaku—kapan dia akan muncul, dan bagaimana rasanya melihat Nick setelah jarak dan kesunyian yang terasa begitu lama itu?

Aku menatap ponsel lagi, berharap itu segera terjadi. Benih harapan itu tumbuh, samar tapi pasti, menunggu saatnya untuk mekar sepenuhnya.

Setelah menghabiskan makan siang kami, Sarah kembali ke fakultasnya untuk mengikuti kelas berikutnya. Begitupun denganku dan Nina, kami kembali ke fakultas kami untuk mengikuti kelas terakhir hari ini. Kelas Statistika Bisnis yang mungkin akan cukup menegangkan sebagai penutup hari.

Hari mulai merunduk, sinar matahari sore memudar di antara gedung-gedung kampus. Aku keluar dari kelas bersama Nina dengan langkah pelan, masih memikirkan soal di kantin tadi, tentang kata-kata Nina yang menenangkan. Namun, detak jantungku langsung berpacu ketika aku melihat sosok Nick berdiri di depan gedung perkuliahan, punggungnya tegap, tatapannya mencari-cari ke arah pintu.

Hatiku berdebar, campur aduk antara takut dan rindu. Aku berhenti sejenak, menarik napas dalam.

Nina menatapku, memberiku semacam semangat dan ketenangan. "Good Luck, Nora!", katanya, lalu beranjak pergi begitu saja.

Dengan langkah besarnya, Nick menghampiriku— tampak bersemangat dan juga...mantap.

“Nora!” suaranya terdengar hangat, namun ada ketegangan yang samar di dalamnya. “Aku… boleh bicara sebentar? Ikutlah denganku!”

Aku menatapnya, sedikit ragu, tapi ada sesuatu di matanya yang membuatku mengangguk. Tanpa banyak kata, kami berjalan bersama ke arah parkiran. Mobil sudah menunggu, tapi dia tidak langsung masuk—melainkan menoleh ke arahku.

“Aku ingin kita bicara… di tempat yang tenang.”, katanya. Aku hanya mengangguk lagi, merasakan irama jantung yang terus berdetak cepat.

Kami sampai di tepi danau, tempat favoritnya. Airnya tenang, memantulkan langit senja dengan semburat oranye dan ungu. Angin sore berhembus lembut, menyisir rambutku, dan membuat setiap detik terasa lambat, seperti dunia berhenti sebentar hanya untuk kami.

Nick duduk di bangku kayu dekat air, menatapku dengan serius tapi lembut. “Nora… aku tahu aku sudah membuatmu terluka. Dan aku menyesal. Aku tidak ingin ada jarak di antara kita lagi.”

Aku menunduk, tangan menggenggam tas di pangkuan, mencoba menahan gelombang emosi yang datang tiba-tiba. “Nick, jujur aku juga tidak menginginkannya. Tapi, melihatmu bersama Alice... melihat kedekatan kalian, kepedulianmu padanya. Rasanya terlalu menyakitkan."

"Sungguh, Nora. Aku hanya menganggap Alice sebagai teman, tidak lebih. Perasaanku hanya untukmu, selalu."

"Maaf, Nick. Aku tahu kamu hanyalah pria yang baik, terlalu baik, dan kepedulianmu pada Alice mungkin bagimu adalah hal biasa. Tapi... kamu harus sadar kalau Alice memiliki perasaan padamu Nick. Selama ini dia selalu mencoba mendekatimu, menggodamu, entah kamu menyadarinya atau tidak. Tapi bagiku, itu terlalu jelas untuk kuabaikan."

"Aku tidak peduli tentang perasaan Alice padaku, Nora. Satu-satunya yang kupedulikan hanyalah hatimu."

"Aku mengerti, Nick. Tapi tetap saja... selama kamu dan Alice tetap dekat seperti itu, dan selama kamu masih peduli atau bahkan memberikan perhatianmu padanya, selama itu juga aku akan merasa... sakit."

Nick terdiam, tampak mencerna maksud dari apa yang coba aku jelaskan dari tadi.

"Baiklah, Nora. Kalau begitu, akan kuperbaiki. Semuanya.", sahutnya, masih menatapku lekat. "Aku minta maaf, Nora. Aku tidak tahu kalau kepedulianku pada orang lain, termasuk Alice tanpa sadar menyakitimu. Dan... aku akan memperbaikinya. Kali ini aku akan berusaha lebih menjaga perasaanmu... aku akan menjaga sikapku... aku akan meletakkan batasan itu... agar kamu tidak kembali terluka karenanya, Nora.", jelas Nick, membuat hatiku bergetar.

"Jujur, aku tidak ingin mengubahmu seperti itu, Nick. Jika itu terlalu berat untukmu, aku..."

"Tidak, Nora. Satu-satunya hal paling berat adalah kehilanganmu. Dan itulah satu-satunya yang aku takutkan. Aku sangat mencintaimu Nora, saat ini dan sampai kapanpun.", potongnya, membuat air mata meluncur begitu saja dari ujung mataku.

Detik itu, udara di sekitar terasa begitu tegang, seolah dunia hanya tersisa kami berdua. Hatiku berdebar, dan aku merasakan benih keberanian yang Nina bicarakan malam sebelumnya tumbuh semakin kuat.

“Nick… aku… aku juga mencintaimu.” suaraku hampir berbisik, tapi cukup jelas terdengar di antara desiran angin dan riak air danau.

Ia tersenyum tipis, lega tapi tetap hangat."Maafkan aku, Nora. Sungguh. Aku menyesalinya.”

Kami duduk di sana, menatap danau yang memantulkan langit senja. Kata-kata kami mengalir perlahan, penuh emosi yang selama ini terpendam. Setiap kalimat, setiap jeda, seolah menegaskan satu hal—bahwa hati kami masih ingin saling percaya, meski dunia di sekitar kadang terasa begitu berat.

Tanpa kata, Nick meraih tanganku. Jari-jari kami saling bertaut, hangat, dan setiap sentuhan membuat jantungku berdetak lebih cepat. Rasanya sederhana, tapi juga luar biasa—seolah dunia di sekitar kami memudar, meninggalkan hanya kami berdua.

“Aku… senang kita akhirnya bicara.” , bisiknya, suaranya bergetar halus karena campuran lega dan emosi.

Aku tersenyum, menahan perasaan yang hampir meluap. “Aku juga… Nick. Aku juga.”

Kami duduk berdua, tangan tetap saling menggenggam. Angin sore berhembus, mengibarkan rambutku dan membuatnya menyentuh pipiku. Ia mencondongkan tubuh sedikit, menatapku dengan tatapan yang hangat tapi penuh arti. Tanpa kata lagi, ia menempelkan bibirnya ke dahiku—cium singkat tapi penuh kasih, seakan mengukuhkan semua kata yang tak terucap.

Aku menutup mata, membiarkan momen itu meresap. Semua rasa takut, rindu, dan kebimbangan perlahan larut, digantikan oleh rasa aman dan bahagia yang sederhana tapi mendalam.

Ketika kami akhirnya melepaskan genggaman tangan, senyum kami sama-sama terpancar—tak perlu kata-kata, karena hati kami telah saling mengerti. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, aku merasa damai.

Dan saat matahari senja mulai tenggelam sepenuhnya, kami berdiri bersama, berjalan perlahan kembali ke jalan setapak kampus. Langkah kami seirama, tangan kami tetap bertaut, menandai awal dari babak baru—bukan hanya cinta yang diakui, tapi juga harapan yang kini benar-benar nyata.

1
Yellow Sunshine
Halo, Readers? Siapa disini yang kesel sama Alice? Angkat tangan 🙋‍♂️🙋‍♀️. Author juga kesel nih sama Alice. Kira-kira rencana Alice untuk menggoda dan mengejar Nick akan berlanjut atau berhenti sampai sini ya? Coba tebak 😄
Arass
Lanjutt thorr🤩
Yellow Sunshine: Siap. Semangat 💪🫶
total 1 replies
Yellow Sunshine
Hai, Readers? Siapa nih yang nggak sabar liat Nora sama Nick jadian? Kira-kira mereka jadian di bab berapa ya?
Aimé Lihuen Moreno
Wih, seruu banget nih ceritanya! Jangan lupa update ya thor!
Yellow Sunshine: Thanks, Reader. Author jadi makin semangat nih buat update 😍
total 1 replies
Melanie
Yowes, gak usah ragu untuk baca cerita ini guys, janji deh mantap. 😍
Yellow Sunshine: Thanks, Reader. It means a lot 😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!