NovelToon NovelToon
Istri Rahasia Guru Baru

Istri Rahasia Guru Baru

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Perjodohan / Cinta Seiring Waktu / Idola sekolah / Pernikahan rahasia
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: ijah hodijah

Gara-gara fitnah hamil, Emily Zara Azalea—siswi SMA paling bar-bar—harus nikah diam-diam dengan guru baru di sekolah, Haidar Zidan Alfarizqi. Ganteng, kalem, tapi nyebelin kalau lagi sok cool.

Di sekolah manggil “Pak”, di rumah manggil “Mas”.
Pernikahan mereka penuh drama, rahasia, dan... perasaan yang tumbuh diam-diam.

Tapi apa cinta bisa bertahan kalau masa lalu dari keduanya datang lagi dan semua rahasia terancam terbongkar?


Baca selengkapnya hanya di NovelToon

IG: Ijahkhadijah92

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ijah hodijah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gara-Gara Kain Segitiga

Haidar jatuh terpelanting ke lantai, dengan posisi nyaris tengkurap. Matanya membelalak menatap tempat tidurnya yang kini didominasi... istri barunya.

Emily, yang masih setengah sadar, menggeliat di atas kasur king-size itu, kakinya terentang ke segala arah seperti bintang laut.

“Ya Allah… ini kasur apa arena gulat?” gumam Haidar lirih sambil mengusap belakang kepalanya.

Emily membuka mata pelan. Ia menguap tanpa dosa, lalu menoleh ke bawah dan melihat Haidar duduk di lantai.

“Oh! Bapak lagi ngapain di bawah?”

Haidar menatap kosong. “Saya jatuh.”

Emily mengangkat alis. “Terus kenapa bapak tidur di sini? Siapa suruh masuk kamar saya?”

Haidar memijat pelipisnya. “Ini kamar saya.”

Emily menatap sekeliling, lalu ke arah pintu kamar. “Oh…”

Ia duduk dan menyilangkan tangan. “Ya terus kenapa tidur sekasur sama saya?! Bukannya bapak udah gelar kasur di bawah semalam?!” Emily teringat dengan Haidar yang menggelar kasur lantai di bawah.

“Saya naik lagi jam tiga subuh. Kamu menggigil dan ngomel-ngomel sambil tidur. Saya takut kamu kesurupan, jadi saya jaga di sini.” ucap Haidar tanpa sadar.

Emily menyipitkan mata. “Jadi bapak... nyentuh saya?”

Haidar mendesah, “Astaghfirullah… saya CUMA bantu narik selimut, Emily!”

Dengan semangat empat, Emily bangkit dari kasur dan berdiri di hadapan Haidar yang masih duduk di lantai.

“Mulai hari ini, kasur dibagi dua. Bapak jangan nyebrang zona saya. Kalau perlu, pakai selotip buat bagi dua kasur!”

“Ini kamar saya. Kasur saya. Selimut juga punya saya,” sahut Haidar datar.

Emily menyipitkan mata. “Terus saya tidur di mana dong?!”

“Di kursi tamu?”

“Kurang asem!” bentak Emily sambil melempar bantal ke arah Haidar. Sayangnya, bantal itu malah mental ke wajahnya sendiri.

Melihat itu, Haidar menahan tawa yang hampir meledak. Bibirnya tertarik pelan. Ini... pertama kalinya dalam beberapa tahun ia ingin tertawa.

Emily mendengus, merapikan rambut acak-acakan dan berdiri dengan gaya super bar-bar, tangan di pinggang. “Denger ya, Bapak Haidar Zidan Alfarizki, saya ini cuma ngalah karena bapak habis ditinggal papa. Tapi jangan pikir kamu bisa semena-mena! Saya mungkin istri bapak, tapi saya tetap punya hak!”

Haidar terdiam sejenak sebelum menanggapi, “Kamu ngigau semalam. Katanya pengen nendang semua orang yang nyebelin.”

Emily memucat. “S-saya ngomong gitu?”

“Nggak cuma ngomong. Kamu sempat nendang saya juga.”

Emily menunduk pelan, lalu menatap Haidar dengan rasa bersalah. Tapi—dalam satu detik berikutnya—dia malah bilang, “Yah... itu refleks. Bapak pasti ngeselin juga dalam tidur.”

Haidar menggeleng sambil tersenyum tipis. Perempuan ini... benar-benar beda dari semua yang pernah ia temui. Mulutnya tajam, kelakuannya absurd, tapi... justru itulah yang membuat kamar sunyi ini tak lagi terasa seperti tempat berduka.

Sejak pagi itu, duka di rumah Alfarizki pelan-pelan mulai bergeser... oleh suara tawa, teriakan, dan perang mulut pasangan suami istri yang belum saling jatuh cinta—tapi sudah bisa bikin satu rumah terasa hidup kembali.

***

Pagi harinya, di meja makan keluarga Haidar penuh dengan aroma soto hangat dan suasana yang… memanas.

"Emily, ambil sendiri sotonya. Itu sendoknya," ucap Haidar pelan, tangannya tanpa sadar menarik tangan Emily untuk mengambil sendok.

Emily menghentakkan sendok di meja. "Eh! Siapa suruh bapak narik-narik tangan saya?!"

Haidar menatapnya datar. "Itu refleks."

"Refleks apaan?! Bapak pikir saya boneka?!"

"Kalau kamu boneka, pasti boneka edisi limited edition. Spesial bar-bar."

"Kurang asem!"

Haidar menahan tangan Emily yang sedang memukulnya.

Mamanya Haidar—Soraya—yang duduk di ujung meja hanya menggeleng sambil menahan tawa. “Aduh, kalian ini... seru ya. Rumah jadi rame.”

Emily menoleh, wajahnya memerah karena malu. “Maaf, Tante.”

“Sudah nggak usah panggil Tante lagi, Emily. Sekarang kamu udah jadi anak mama juga,” sahut Soraya sambil tersenyum hangat.

Emily menggigit bibir, makin kesal. Sementara Haidar melanjutkan makannya dengan tenang, seolah tak terjadi apa-apa.

Hari itu, keduanya tidak masuk sekolah. Haidar membawa Emily ke rumah bundanya untuk mengambil semua keperluannya. Tapi, kejutan menunggu di sana.

Begitu mereka masuk ke kamar Emily…

“Apa-apaan ini?!” Emily memekik. “Kenapa kamarku kosong?!”

Tiga koper besar dan satu tas ransel berdiri di sudut ruangan, rapi seperti siap pergi ke bandara.

Indira yang duduk di pinggir tempat tidur hanya tersenyum tenang. “Bunda bereskan semua barang kamu. Supaya kamu nggak perlu bolak-balik.”

“Bereskan? Ini mah kayak ngusir namanya! Bunda tega banget sama anaknya sendiri!”

Rakha ikut masuk ke kamar dan berdiri di sisi Emily. “Sayang, kamu udah menikah. Mau sampai kapan kamu nggak nerima itu?”

Emily menatap ayahnya, matanya memerah. “Aku belum siap jadi istri, Yah. Aku belum tahu cara hidup bareng orang lain. Belum tahu caranya berbagi... tempat tidur, dapur, kamar mandi!”

Haidar hanya berdiri di pintu, mendengarkan semua dengan ekspresi campur aduk.

Rakha mengelus bahu Emily. “Ayah tahu, Nak. Tapi kamu juga harus belajar. Jangan karena kamu takut, kamu mundur terus. Ayah nggak maksa kamu langsung sempurna jadi istri. Tapi jangan lari dari kenyataan.”

Emily menunduk, menggertakkan giginya. Ia tak menjawab. Dengan gerakan cepat, ia menyeret satu koper dan berjalan keluar rumah dengan wajah kesal. Haidar ingin menyusul, tapi Rakha menahan lengannya.

“Terima kasih sudah menerima Emily, Nak. Ayah tahu ini mendadak. Tapi ayah percaya kamu bisa jaga dia.”

Haidar hanya mengangguk. Hatinya terasa hangat, ada rasa tanggung jawab yang menekan dadanya.

Setelah beberapa menit, barulah Haidar menyusul ke mobil. Begitu masuk, ia disambut wajah cemberut dan dengusan keras dari Emily.

“Lama banget. Ngobrol apaan, sih?” gerutu Emily tanpa menoleh.

Haidar tidak menjawab. Ia hanya memutar tubuhnya pelan, menatap wajah istrinya yang kesal itu.

Lalu, tanpa peringatan...

Cup.

Satu kecupan ringan mendarat di bibir Emily.

Waktu seperti berhenti. Emily membelalak. Tangannya refleks mengusap bibirnya.

“Kamu... kamu barusan—CIUM SAYA?!”

“Refleks,” sahut Haidar enteng.

“REFLEKS MATA KAKI!!!”

Haidar menoleh ke depan dan menyalakan mesin mobil. “Kalau kamu masih marah, silakan. Tapi tolong... jangan keluar dari hidup saya. Saya udah kehilangan satu orang yang paling saya sayang. Saya nggak mau kehilangan kamu juga... bahkan sebelum saya sempat mengenal kamu.”

Emily terdiam. Suaranya tercekat. Bibir yang tadi ia maki-maki kini terasa aneh—hangat. Bukan hanya karena ciuman itu... tapi karena ada satu bagian kecil dalam dirinya yang… mulai ragu, apakah ia benar-benar ingin terus marah pada laki-laki ini.

Mobil mulai melaju meninggalkan kediaman Emily, Rakha dan Indira menatap campur aduk. Keduanya masih berdiri di pintu, sampai mobil Haidar tidak terlihat lagi.

"Semoga keduanya bisa menguatkan, ya, Mas." Indira menyenderkan kepalanya ke bahu Rakha.

"Aku yakin, Nak Haidar bisa membimbing anak kita, Sayang."

***

Setelah sampai rumah, Haidar tanpa banyak bicara langsung membantu Emily membereskan bajunya ke dalam lemari. Emily awalnya duduk santai di tepi tempat tidur, tapi saat melihat Haidar membuka koper paling bawah, dia langsung panik.

"Eh—yang itu jangan dibuka!" serunya.

Terlambat.

Sebuah kain segitiga berwarna pastel dengan renda lucu tergantung di jari Haidar. Tatapan Haidar datar, tapi ujung bibirnya tampak menahan senyum.

"Ini... segitiga untuk olahraga?" tanya Haidar polos, mengangkatnya lebih tinggi.

"Woy! Itu underwear, dasar nggak punya malu!" Emily langsung berdiri dan mencoba merebut.

Namun, Haidar lebih tinggi. Dan dengan tenang ia mengangkat tangannya setinggi mungkin.

"Balikin! Nggak lucu tahu nggak?!"

"Lucu sih. Lucu banget malah," godanya.

Wajah Emily merah padam, semerah kepiting rebus yang baru naik dari kukusan. Dalam keadaan kalut, dia lompat—langsung naik ke tubuh Haidar yang masih berdiri.

"Berani-beraninya kamu!"

"Whoa—Em, tunggu—"

Bruk!

Keseimbangan Haidar goyah, dan keduanya jatuh ke kasur. Emily yang berada di atasnya, awalnya hendak memarahi... tapi bibirnya justru menyentuh bibir Haidar.

Keduanya membeku.

Beberapa detik terasa seperti selamanya.

Namun sebelum Emily bisa menjauh, tangan Haidar sudah menekan tengkuknya dan memperdalam ciuman itu. Lembut, tapi pasti.

Jantung Emily berdetak liar, wajahnya panas luar biasa. Ia sempat membeku, tidak tahu harus kabur atau lanjut... tapi otaknya terlalu blank.

Haidar menghentikan ciuman perlahan, lalu menatap Emily yang masih di atasnya. "Tadi katanya nggak boleh satu kasur. Sekarang malah..."

Dor!

Emily langsung mendorong dada Haidar dan melompat turun.

"Dasar suami nggak tahu diri!" dengusnya, wajah masih merah membara.

"Aku nggak tahu diri? Yang lompat ke tubuh aku siapa, hayo?"

"ITU GARA-GARA KAMU GINI-GINIIN PAKAIANKU!"

Haidar hanya tertawa pelan dari kasur. "GINI-GINIIN tuh apa, ya?"

"Pokoknya kamu nyebelin! Dan… dan mulai sekarang saya nggak mau bapak bantu-bantu lagi!"

"Baik, istri bar-bar."

Emily membanting pintu kamar mandi dengan gemas. Tapi dari cermin, dia melihat pantulannya sendiri—senyum malu-malu yang tak bisa dia sembunyikan, meski barusan dia kesal setengah mati.

***

"Emily!"

Bersambung

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!