Pernikahan Balas Budi

“Kak, sudah datang.” Ucap Arumi dengan ekspresi agak kaget. Karena orang yang sedang mereka bicarakan tiba tiba datang. Padahal selama Arumi tinggal di rumah itu, Ernastan pulang dari kerjanya malam hari menjelang makan malam tiba.

“Iya dong, kan mertua akan pulang aku harus tiba di rumah lebih awal. Aku cari cari kamu di kamar tidak ada ternyata kamu di sini, Sayang..” ucap Ernastan dengan lembut sambil menatap wajah cantik Arumi.

Ernastan lalu menoleh ke dalam kamar, menatap wajah kedua mertuanya yang ekspresi wajah nya terlihat masih menegang.

“Ayah dan Bunda tidak perlu khawatir saya akan menjaga Arumi dengan baik.” Ucap Ernastan yang kini merangkul pundak Arumi.

Fadli yang tadi duduk di tempat tidur di samping istrinya, pelan pelan bangkit berdiri dan melangkah mendekati Ernastan.

“Terima kasih Ernastan. Kamu suami Arumi memang harus menjaga dan melindungi dia. Dan kamu adalah menantuku juga sudah menjadi anakku.” Ucap Fadli dengan nada serius sambil menatap wajah Ernastan.

“Sekarang berkata lah jujur pada aku sebagai orang tua kamu. Jangan ada yang kamu tutup tutupi pada kami. Terutama pada Arumi istri kamu." Ucap Fadli dan menatap tepat di kedua manik manik mata Ernastan.

Jantung Ernastan berdebar debar. Tetapi dia berusaha untuk tetap tenang dan membuat ekspresi wajahnya senetral mungkin.

“Iya Ayah. Ada apa?” tanya Ernastan yang kini mulai mele pas peluukkkan nya pada pundak Arumi, karena keringat sudah mulai keluar di telapak tangannya.

“Bagaimana kondisi perusahaan kamu?” tanya Fadli to the point.

Ernastan sesaat tampak kaget dengan pertanyaan Ayah mertuanya. Apalagi tatapan matanya yang sangat tajam, bagai menghunjam jantungnya yang sedang berdebar debar lebih kencang.

“Perusahaan saya baik baik saja Ayah. Ayah bisa lihat harga saham kami beberapa hari ini naik.” Ucap Ernastan dengan bibir tersenyum lebar untuk menyembunyikan rasa deg degan di jantungnya. Tidak menyangka jika mertua menanyakan kondisi perusahaannya.

“Bagaimana dengan rumah ini?” tanya Fadli selanjutnya..

Dan pertanyaan Itu semakin membuat udara di sekitar tubuh Ernestan terasa panas, padahal kamar dan ruang di dalam rumah mewah itu AC nya dalam kondisi on.

“Apa yang Ayah maksud? Ini rumah peninggalan almarhum orang tua saya. Karena saya anak satu satunya sudah pasti langsung menjadi milik saya.” Ucap Ernastan kini ekspresi wajahnya sudah berubah, terlihat tidak lagi tenang seperti tadi. Dia sudah tidak bisa lagi menyembunyikan kegelisahan hati nya.

“Apa sertifikat ada di sini atau di tempat lain? Sudah aku katakan jujurlah pada kami.” Ucap Fadli lagi masih menatap tajam wajah Ernastan.

Ernastan tampak terdiam sesaat menoleh ke arah Arumi, yang sejak tadi menyimak perbincangan Ayah dan Suami barunya.

“Katakan ada di mana Kak?” ucap Arumi sambil menatap wajah Ernastan yang terlihat bingung.

Jika dia bilang sertifat itu ada di rumah pasti dia akan diminta untuk menunjukkan pada mertua nya.

“Ada di rumah Om.” Jawab Ernastan bohong.

“Di rumah Om apa di Bank?” saut Arumi sambil menatap suaminya.

“Aku sudah katakan tadi berkata lah jujur kamu pada kami. Terutama pada istri kamu.” Ucap Fadli sambil menepuk pundak Ernastan.

Ernastan cepat cepat menghadap ke tubuh istri nya.

“Bagaimana kamu tahu Sayang? Tapi kamu jangan khawatir, rumah ini tidak mungkin disita oleh Bank. Aku yakin itu..” ucap Ernastan sambil memegang kedua telapak tangan Arumi. Seperti nya dia benar benar takut kehilangan Arumi.

Ariana yang masih duduk di tepi tempat tidur sejak tadi diam mendengarkan perbincangan , kini mulai mengeluarkan suara.

“Ernastan, kenapa tidak kamu katakan sejak awal bagaimana kondisi finansial perusahaan kamu. Kenapa kamu menolak saat kami akan memberikan rumah dan segala fasilitasnya untuk balas budi? Kenapa kamu ingin menikahi Arumi?”

“Jika kamu ingin harta untuk balas budi kamu tidak perlu dengan menikahi Arumi, kami akan membantu finansial kamu. Kamu tidak perlu jaga gengsi dengan mengatakan perusahaan kamu baik baik saja! Kami sangat berterima kasih mendapat kornea mata buat Arumi. Kornea mata itu sangat bernilai harganya bagi kami. Tapi..”

“Maaf Bun.. tapi saya sangat mencintai Arumi. Saya takut lamaran saya ditolak jika saya mengatakan kondisi perusahaan saya.” saut Ernastan dengan ekspresi wajah yang campur aduk antara takut dan penuh dengan permohonan. Dia benar benar tidak ingin kehilangan Arumi.

Fadli tampak mengusap wajahnya dengan kasar. Dia benar benar tidak menyangka puteri sulungnya terjebak dalam satu masalah yang dia sendiri ikut andil di dalamnya.

“Keluarga kami bukan keluarga gila harta, jika kamu benar benar mencintai Arumi tidak dengan cara begini. Bunda.. Bunda.. “ Ucap Ariana lalu geleng geleng kepala. Dia tampak benar benar bingung tidak tahu harus berkata apa lagi.

Menyuruh Arumi cerai dalam pernikahan yang baru berjalan beberapa hari. Itu pasti akan membuat berita heboh apalagi jika alasannya karena masalah finansial. Membiarkan Arumi dalam ketidak pastian, Ariana benar benar tidak tega.

Sesaat terdengar suara adzan maghrib berkumandang.

“Kamu buktikan cinta kamu itu! Aku mau sembahyang.” Ucap Fadli menatap Ernestan. Lalu Fadli pun segera melangkah menuju ke kamar mandi. Ernastan yang berdiri bagai terdakwa juga cepat cepat pamit akan mandi di kamarnya.

“Kenapa mereka bisa tahu kondisi perusahaanku dan sertifikat rumah yang sudah masuk Bank? Siapa yang sudah membocorkan data data?” gumam Ernastan di dalam hati sambil terus melangkah menuju ke kamar nya yang ada di lantai dua.

“Aku tidak boleh membiarkan Arumi pergi dariku. Benar kata Viona dengan memperistri Arumi harga saham perusahaan terus membaik.” Gumam Ernastan di dalam hati lagi sambil terus melangkah.

Ernastan terus melangkah menaiki anak tangga dengan langkah cepatnya.

“Viona benar benar cerdas, prediksinya sangat tepat. Apalagi jika Arumi sudah hamil anak ku. Pasti harga saham akan semakin melejit dan banyak investor berlomba lomba membeli sahamku ha... ha... ha... ha...” ucap Ernastan sambil tertawa bahagia.

Ernastan yang menempatkan tamu tamunya di kamar kamar di lantai bawah bisa tertawa lepas. Karena menyangka keluarga Arumi dan juga Arumi yang masih di kamar orang tua nya tidak mendengar ucapan dan suara tawanya.

Akan tetapi betapa kagetnya Ernastan saat melihat dua perempuan yang tidak disukanya sedang berdiri di depan kamar nya.

“Ngapain kalian berada di sini hah?” tanya Ernastan dengan berang nya sambil menatap tajam ke arah dua perempuan itu.

“Bukannya kalian harus bersiap siap untuk pulang juga malam ini?” tanya Ernastan lagi saat melihat tubuh dua perempuan itu masih memakai daster batik dan yang satu memakai baju piyama pendek.