Helen terkejut bukan main, ketika pria asing masuk ke kamar hotelnya. Dia sedang tidak dalam keadaan sadar, entah apa yang diberikan oleh Nicklas Bernando suaminya padanya.
"Kamu dan suamimu ingin seorang anak kan? aku akan membantumu!" ujar pria itu dengan tatapan mengerikan.
Bak sambaran petir di siang hari, Helen tidak menyangka, kalau suaminya akan berbuat seperti ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8. Sepakat
Ketiganya sudah berada di pesawat, kesepakatan telah dibuat. Pada akhirnya Nicklas setuju dan mengirimkan uang itu pada Helen.
Sejak dari bandara sampai penerbangan mereka ini. Nicklas terlihat terus mencoba mencuri pandang ke arah Helen dengan kesal. Setiap Helen memegang ponselnya, Nicklas selalu melihat ke arah wanita itu.
Biasanya seorang pria memang seperti itu kan? egonya tinggi. Begitu mengetahui Helen punya kandidat sendiri untuk menjadi ayah bayinya. Rasanya dia menjadi tidak tenang. Karena selama ini, setahunya Helen memang tidak punya teman pria.
Pria itu bahkan sudah meminta Johan, untuk menyelidiki dengan siapa saja Helen bergaul akhir-akhir ini.
"Sayang, aku mau ke toilet dulu ya!" kata Moza dengan nada manja pada Nicklas.
"Mau aku temani?" tanya Nicklas sambil tersenyum.
Bucin sekali ya mereka, tapi Helen sudah tidak terkejut lagi. Dia bahkan lebih senang pura-pura tidak mendengar dan melihat keromantisan menyebalkan itu.
Moza tersenyum dengan genitnya.
"Tidak usah sayang, kamu sangat mengkhawatirkannya aku ya? aku akan segera kembali!" katanya yang langsung berjalan dengan anggunly ke arah toilet.
Dan tiba-tiba saja, saat Helen sedang asik membaca sebuah majalah, suara Nicklas terdengar dekat dengan dirinya dan tangan pria itu menarik turun majalah yang posisinya ada di depan wajah Helen.
"Siapa pria itu?" tanya Nicklas.
Helen yang bertatapan mata secara langsung dengan Nicklas menurunkan majalah itu ke pangkuannya.
"Kamu tidak perlu tahu, dan pastinya kamu juga tidak mau tahu kan?" tanya Helen balik.
"Jangan main-main, jika pria itu macam-macam..." gertak Nicklas sambil mengangkat tangannya ke arah wajah Helen.
"Kamu tidak yakin dengan kemampuanmu membungkam orang lain?" tanya Helen yang langsung menohokk Nicklas.
Tentu saja, Nicklas terdiam. Apa yang dikatakan oleh Helen itu bukankah sama saja mempertanyakan kemampuan Nicklas.
"Kamu mulai pintar bicara sekarang" sindir Nicklas.
"Aku belajar banyak darimu" celetuk Helen lagi.
"Aku terlalu cepat menilai kamu perempuan yang sangat penurut dan rendah hati, ambisimu cukup besar Helen" kata Nicklas lagi.
"Aku wanita yang dipaksa menikah dengan seorang pria yang tidak menginginkan aku, bahkan dipaksa hamil dengan pria lain. Menurutmu? aku masih harus begitu baik, penurut, dan manis?" tanya Helen.
"Jaga bicaramu!" tegur Nicklas.
"Makanya jangan ajak aku bicara!" kata Helen yang kembali mengangkat majalah menutupi wajahnya.
Setidaknya bagi Helen, angka dan tulisan di majalah itu lebih enak dilihat daripada dia harus melihat Nicklas yang menyebalkan.
"Sayang, aku kembali" kata Moza yang kembali duduk dan menyandarkan kepalanya di lengan Nicklas.
Ekspresi wajah serius Nicklas tak bisa berubah secepat itu. Dan Moza melihatnya.
"Sayang, apa yang terjadi?" tanya Moza.
"Tidak ada, hanya seseorang membuatku kesal"
"Sayang, jangan kesal. Ada aku disini, aku tahu obat kesal untukmu"
Cup
Moza mencium bibir Nicklas dengan begitu romantis.
"Sudah tidak kesal?" tanya Moza yang kembali merangkul manja Nicklas.
"Tentu saja tidak, kamu memang selalu bisa membuatku senang!" balas Nicklas.
Helen memutar bola matanya malas. Entah kenapa dia ingin sekali bertukar kursi dengan penumpang lain. Bukan cemburu, kesal saja melihat dua orang yang hanya tahu memanfaatkan orang lain itu di depannya.
Setibanya, di luar negeri. Bahkan kamar yang di sewa di hotel untuk Nicklas dan Helen bersebelahan.
Dan ketika Helen baru saja masuk ke dalam kamar, Moza ternyata mengikutinya.
"Kamu harusnya merasa beruntung loh Helen. Orang seperti kamu, bisa jalan-jalan ke luar negeri. Bisa menginap di hotel mahal seperti ini, bisa melihat pemandangan indah Maldives. Jika bukan karena aku ingin kemari. Sampai kapanpun kamu tidak akan mampu!" sindir Moza.
Niatnya memang ingin menyindir Helen. Dia ingin menunjukkan betapa hebatnya dirinya yang sudah membawa Helen ke tempat ini. Ya, karena Maldives adalah destinasi yang ingin di datangi Moza.
Dan alih-alih merasa rendah diri. Helen malah terkekeh pelan.
Tentu saja hal itu, reaksi itu bukanlah reaksi yang di inginkan oleh Moza dari Helen. Moza itu ingin Helen merasa rendah diri, merasa kalau dia bukan apa-apa di bandingkan Moza.
Dan kekehan yang keluar dari mulut Helen itu. Tentu saja bukan perasaan merasa rendah diri kan?
"Kenapa malah tertawa?" tanya Moza.
"Sebenarnya ada yang salah aku pikir dari otakmu, Moza. Menurutmu aku harus berterima padamu karena aku sudah berada di tempat ini?" tanya Helen.
"Tentu saja iya. Memangnya kalau bukan karena aku, kamu bisa berlibur ke luar negeri begini. Kamu itu wanita miskinn yang di besarkan di panti asuhan. Kamu tidak punya apapun..."
"Aku wanita miskinn?" tanya Helen menyela Moza.
Mata Moza mulai semakin melebar. Dan dia mendengus kesal.
"Aku rasa apa yang aku katakan tadi benar. Ada yang tidak benar di kepalamu! Aku ini istri sah Nicklas Bernando. Dan liburan ke luar negeri ini adalah hadiah dari ibu mertuaku untukku. Satu-satunya orang yang pantas mendapatkan ucapan terimakasih adalah ibu mertuaku. Justru kamu yang harus berterimakasih padaku, karena aku tidak mengadu pada ayah dan ibu mertuaku kamu bisa ikut. Coba kalau aku mengadu, apa kamu masih bisa ikut?" tanya Helen berbalik menyindir Moza.
"Kamu..." Moza tampak kesal, tapi dia tidak punya kata-kata untuk menyanggah Helen, "awas saja kamu!" lanjutnya sebelum pergi dari kamar Helen itu sambil membanting pintu.
Helen mendesah kasar. Dia benar-benar harus mulai melawan. Jika tidak, dia akan terus diperlakukan semena-mena oleh dua orang menyebalkan itu.
Malam harinya, bahkan Moza dan Nicklas menikmati makan malam bersama di sebuah yacht tanpa mengajak Helen. Nicklas juga sudah mengancam Helen, supaya menonaktifkan ponselnya supaya ibunya tidak bisa menghubunginya.
Helen hanya bisa menikmati makan malam dari sebuah restoran yang ada di hotel itu.
Namun saat dia sedang melihat pemandangan indah di malam hari dari hotel yang berdiri cukup tinggi di tepi pantai itu. Seorang pria tiba-tiba duduk di sebelahnya.
"Kursi ini kosong kan?" tanya pria itu.
Helen menoleh, karena merasa familiar dengan suara itu.
"Kamu..."
Dre tersenyum, bahkan meraih gelas minuman yang ada di depan.
"Begitu aku menerima uang darimu, aku langsung kemari. Aku sangat profesional kan? baiklah, jadi kapan aku bisa menghamilimu?"
Rahang Helen nyaris jatuh, pria di depannya itu. Bukannya kata-kata itu agak frontal. Bagaimana bisa dia mengucapkannya dengan begitu santai.
***
Bersambung...