Hayi, seorang remaja yang akrabnya di panggil Ay, terpaksa menuruti kemauan ayahnya untuk di kirim ke salah satu pesantren agar dirinya sedikit berubah dari kebiasaan buruknya. dari sanalah sebuah kejadian yang tak pernah terbayangkan dalam hidupnya terjadi, ketika tiba-tiba saja ia di ajak ta'aruf oleh seorang anak pemilik pesantren bernama Altair, yang kerap di panggil Gus Al.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonaniiss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8
🌙
Saat berjalan menuju kelas, tiba-tiba saja ustadzah Rena mencegah mereka semua. Ustadzah Rena berdiri tepat di depan Hayi yang menatapnya dengan tatapan datar. Sementara ustadzah Rena menatapnya dengan tatapan merendahkan.
"Assalamualaikum ustadzah."
"Walaikumsalam, yang lainnya boleh ke kelas, kecuali dia." Kata ustadzah Rena.
"Loh, kenapa memang?" Tanya Hilya bingung.
"Dia harus di disiplinkan di pesantren ini. Sikapnya yang kurang ajar harus di perbaiki. Di pesantren ini tidak membenarkan adanya santri berkelakuan buruk seperti itu. Kamu, Ikut saya sekarang ." Kata Ustadzah Rena dengan berjalan lebih dulu.
"Ay..."
"Tidak apa-apa, kalian ke kelas saja dulu, nanti aku menyusul." Kata Hayi dengan berjalan mengikuti ustadzah Rena.
"Sebenarnya ada apa sih ini?" Tanya Intan dengan penasaran.
Kini mereka sampai di ruangan Gus Altair. Disana juga sudah ada kyai Ilham dan ustadzah Marwah juga.
"Assalamualaikum, Gus, Kyai, ustadzah Marwah." Kata ustadzah Rena
"Walaikumsalam. Terimakasih sudah di bantu, ustadzah boleh pergi." Kata Kyai Ilham dengan tersenyum.
"Iya, kyai. Assalamualaikum."
"Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh."
"Lihat, bagaimana dia tidak ada sopan santunnya sama sekali. Bahkan mengucapkan salam saja tidak." Kata Gus Altair.
"Assalamualaikum kyai." Kata Hayi dengan melirik sinis pada Gus Altair.
"Walaikumsalam, duduklah. Saya sudah mendengar semua dari Gus Al perihal kamu dengan Laras, dan Laras terbukti berbohong dengan penjelasannya, tapi perbuatan kamu pada Laras dan Gus Altair juga sangat tidak di benarkan. Di pesantren ini melarang adanya kekerasan sesama santri. Seorang santri harus menghormati dan menghargai gurunya." Kata kyai Ilham.
"Maaf kyai, saya tahu. Saya tidak akan melakukan itu jika memang saya bersalah. Saya hanya membela diri karena saya benar. Seharusnya dia, tidak langsung mempercayai ucapan si tukang drama itu." Kata Hayi dengan menatap Gus Altair
"Hayi, jaga cara bicaramu di depan kyai dan Gus Al. Kamu tidak seharusnya berbicara seperti itu." Tegur ustadzah Marwah.
"Saya hanya berbicara apa adanya. " Kata Hayi tak mau kalah.
"Sudah-sudah. Hayi, karena kamu masih baru disini, kamu mendapatkan kesempatan sekali lagi. Gunakan kesempatan itu agar kamu tidak di jadikan santri khusus di pesantren ini. Saya harap kamu bisa memperbaiki cara bicara kamu dan menghormati guru kamu. Hilangkan kebiasaan-kebiasaan buruk kamu saat kamu masih berada di tempat tinggal kamu dulu." Kata kyai Ilham.
"Seperti yang saya katakan kyai, jika saya tidak bersalah saya akan membela diri saya sendiri, meskipun itu di depan kyai sekalipun." Kata Hayi.
"Sudahlah, Abi. Percuma berbicara baik-baik dengannya. Seperti yang sudah saya katakan tadi, selama satu Minggu, dia akan saya disiplinkan." Kata Gus Altair.
"Baiklah Gus, Abi percayakan padamu. Kamu ingat kata Abi kan." Kata kyai Ilham dengan menepuk pundak Gus Altair.
Kali ini Hayi benar akan di disiplinkan oleh Gus Altair. Alih-alih kembali ke kelas, justru Hayi kini berada di perpustakaan sendirian. ada setumpuk buku yang Gus Altair berikan padanya agar Hayi merangkum semua inti dari pada semua bacaan, juga ia harus tepat waktu dalam melakukan hal apapun, karena ia berada dalam pantauan Gus Altair sendiri.
"Tapi gue mau ke kelas, Gus." Kata Hayi
"Saya ini guru kamu, jadi jaga cara bicara kamu sama saya. Satu lagi, selagi disini, kamu akan tetap di beri pelajaran dan materi disini setiap hari selama satu Minggu, di bawah pantauan saya sendiri. Kamu paham!?" Kata Gus Altair.
"Ck oke oke, Gus Altair yang terhormat." Kata Hayi dengan tersenyum manis.
"Assalamualaikum." Kata Gus Altair yang bermaksud ingin pergi tapi justru ia malah berdiri saja karena sengaja menunggu jawaban salam dari Hayi.
"Kenapa? Masih mau berduaan sama gue? Lu sebenarnya suka kan sama gue?" Kata Hayi dengan terkekeh yang membuat Gus Altair hanya diam saja.
"Assalamualaikum." Kata Gus Altair penuh penekanan.
"Lo serem deh kalau melotot gitu, walaikumsalam calon imam." Jawab Hayi yang kembali terkekeh
"Mulai sekarang dan seterusnya, kamu harus membiasakan untuk mengucap dan membalas salam. Kalau bicara sama orang yang usianya di atas kamu, yang sopan! Disini tidak ada Lo, Gue, pakai saya, aku atau kamu. Paham, Hayi?!" Kata Gus Altair dengan penuh penekanan.
"Iya, iya. Bawel banget deh. Btw, nanti sore sibuk nggak, Gus?" Tanya Hayi.
"Baru saja saya kasih penjelasan sama kamu, Hayi. Masih tidak paham juga?"
"Apakah nanti sore Gus Altair ada kesibukan?" Tanya Hayi dengan tutur kata yang sangat lembut.
"Kenapa?"
"Soal surah Yasin..."
"Oh, kamu minta tambahan waktu ya. Tidak bisa!"
"Aku belum selesai bicara loh, Gus."
"Lalu?"
"Ya mau coba setor hafalannya lah."
"Memang kamu sudah hafal?"
"Anda meremehkan seorang Hayi, ya. Saya tunggu nanti sore di masjid, sudah sana pergi. Walaikumsalam." Kata Hayi yang langsung membuka salah satu buku dari tumpukan buku di depannya.
"Kamu kurang ajar ya sama saya, Hayi. Hufft.... assalamualaikum." Ucap Gus Altair yang memutuskan untuk pergi saja dari pada ia darah tinggi menanggapi Hayi.
"Assalamualaikum, Gus. Kenapa Gus? Wajahnya kok merah gitu? Abis makan kepiting ya?" Tanya ustadz Yusuf heran ketika berpapasan dengan Gus Altair yang baru keluar dari perpustakaan.
"Astaghfirullah hal'adzim...saya duluan, assalamualaikum." Kata Gus Altair tanpa menghiraukan pertanyaan ustadz Yusuf.
"Oh, Gus Al kaget toh? Eeehh kaget? Memang saya semenakutkan itu ya?" Gumam ustadz Yusuf
Lonceng berbunyi pertanda sekolah di pulangkan. Hilya dan teman-temannya bingung karena Hayi tidak masuk kelas, padahal mereka berangkat bersama pagi tadi. Entah kemana perginya Hayi, tapi mereka pun juga memutuskan untuk mencari keberadaan Hayi karena khawatir.
Sementara saat ini, Hayi masih berada di perpustakaan dengan sisa 5 buku yang masih harus ia rangkum. Sebenarnya Hayi tergolong siswa yang berprestasi, hanya saja karena ia salah dalam pergaulan, jadinya ia seperti tidak terdidik. Sesekali juga Gus Altair memastikan sendiri apakah Hayi masih berada di tempat atau justru malah kabur. Hingga sampai pukul 3 dan sudah memasuki waktu ashar pun, gadis itu belum juga keluar dari perpustakaan.
"Aakhhh, tangan gue keram..." Ucap Hayi dengan meringis sambil meregangkan tangannya.
Ia pun merapikan buku-bukunya dan beranjak dari sana. Ia akan memperlihatkan hasilnya pada Gus Altair besok. Karena adzan sudah berkumandang, ia berhenti sejenak dan berfikir apakah dia kembali ke asrama saja atau ke masjid. Ia berdiri lama di depan pintu memikirkan hal itu. Baru saja ingin mengumpati seseorang dalam hatinya, orang yang bersangkutan pun tiba-tiba muncul dengan membawa bambu rotan.
"Ngapain kamu berdiri di situ? Sudah adzan, ke masjid sana!" Perintah Gus Altair
"Ck iya iya, tapi gue ngga bawa mukena, gue ambil dulu di asrama." Kata Hayi.
"Dalam waktu 5 menit belum sampai masjid lagi, kamu akan kena sanksi lagi, lari!!!" Teriak Gus Altair yang membuat Hayi secara reflek langsung berlari.
Gadis itu berlari dengan kencangnya dan menerobos dari banyaknya santri yang sedang ingin ke masjid.
"Minggir semua!!!" Teriak Hayi dengan berlari.
"Hayi!" Teriak Intan yang melihat Hayi berlari, tapi tidak mendapatkan jawaban apapun
"Apa terjadi sesuatu padanya?" Tanya Aisyah
"Tidak tahu, nanti kita tanya dia saja." Jawab Intan