NovelToon NovelToon
JATUH CINTA PADA PENCULIKKU

JATUH CINTA PADA PENCULIKKU

Status: sedang berlangsung
Genre:Gangster / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: julius caezar

Lahir dari pasangan milyuner Amerika-Perancis, Jeane Isabelle Richmond memiliki semua yang didambakan wanita di seluruh dunia. Dikaruniai wajah cantik, tubuh yang sempurna serta kekayaan orang tuanya membuat Jeane selalu memperoleh apa yang diinginkannya dalam hidup. Tapi dia justru mendambakan cinta seorang pria yang diluar jangkauannya. Dan diluar nalarnya.
Nun jauh di sana adalah Baltasar, seorang lelaki yang kenyang dengan pergulatan hidup, pelanggar hukum, pemimpin para gangster dan penuh kekerasan namun penuh karisma. Lelaki yang bagaikan seekor singa muda yang perkasa dan menguasai belantara, telah menyandera Jeane demi memperoleh uang tebusan. Lelaki yang mau menukarkan Jeane untuk memperoleh harta.

Catatan. Cerita ini berlatar belakang tahun 1900-an dan hanya fiktif belaka. Kesamaan nama dan tempat hanya merupakan sebuah kebetulan. Demikian juga mohon dimaklumi bila ada kesalahan atau ketidaksesuaian tempat dengan keadaan yang sebenarnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julius caezar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EPISODE 8

Di dalam kamar sebuah hotel di Pamplona, Jeane tersenyum, " Ya itulah yang sebenarnya bu. Edgar dan aku telah dinikahkan oleh seorang pegawai Catatan Sipil tiga puluh menit yang lalu."

    Di sampingnya, Edgar berdiri dengan lengannya melingkari bahu Jeane. Jeane mengangkat wajahnya dan memberikan senyum itu kepada suaminya. Sentuhan lengan itu menghangatkan dirinya yang sepanjang hari ini seperti dilanda rasa dingin yang entah dari mana datangnya.. Setelah semuanya berlalu, tampak saat ini terasa menyenangkan.

    "Ibu jangan risau. Aku dan Edgar akan berbahagia. Kami mau pergi berbulan mada, walau cuma beberapa hari, sebelum pulang. Kami saling mencintai sehingga tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Apalagi kalau harus menunggu sampai setahun."

    Setelah berkata panjang lebar dan memberikan berbagai penjelasan kepada ibunya, Jeane berputar dan kembali ke dalam pelukan Edgar.

    "Apakah mereka sangat marah?" tanya Edgar.

    "Tidak," jawab Jeane sambil memandang cincin emas yang melingkari jari manisnya. "Tidak ada makian, tidak ada kemarahan. Hanya mereka kecewa karena kita tidak memberitahukan rencana kita kepada mereka."

    "Aku sangat gembira," Edgar mengangkat kepala memandang isterinya. "Aku merasa gembira untukmu," Edgar menjelaskan untuk menghilangkan kesan kemunafikannya.

    "Demikian juga aku," kata Jeane sebelum pria itu menciumnya.

    "Sekarang, yang harus kita lakukan berikutnya," Edgar mencium sudut bibir Jeane, ".......ialah turun ke lobby hotel dan minum wine atau sampagne untuk merayakan perkawinan kita. Dari sana kita dapat ke restoran dan makan malam yang mesra disertai penerangan lilin. Dari tadi aku lihat kau hampir hampir tidak menelan apapun ketika kita berhenti untuk makan siang, dan malam ini aku tidak ingin kau pingsan karena kelaparan, Nyonya Beaufort."

    "Sebutan itu untuk aku, bukan? Nyonya Beaufort," Jeane menyadari perubahan itu dengan perasaan campur aduk. "Aku harus membiasakan diri dengan panggilan tersebut."

    "Sebaiknya demikian," kata Edgar berpura pura geram sambil mengeratkan pelukannya sesaat sebelum melepaskan isterinya. "Perbaiki lipstikmu, lalu kita ke bawah." Dengan tangannya Edgar memukul pantat isterinya sambil bergurau. "Tunggu sebentar," Edgar memanggil kembali ketika Jeane berjalan ke meja rias. "Dompetku kosong. Kalau kau tidak menghendaki aku melewatkan malam pengantin kita dengan mencuci piring agar kita bisa membayar makan malam kita, aku memerlukan simpananmu itu. Serakan saja semuanya kepadaku supaya tidak ada risiko seseorang akan menyerobot dompetmu."

    "Apa saja yang baik menurut anda, Tuan Beaufort," Jeane merogoh tas nya dan mengeluarkan amplop tebal berisi uang itu serta menyerahkannya kepada Edgar.

    Sambil menghadap cermin dan mengulaskan lipstik ke bibirnya, Jeane dapat melihat Edgar di kaca cermin itu. Sekilas dilihatnya Edgar membuka amplop tersebut dan mulai menghitung.

    Jeane tersenyum melihat tindakan pria yang telah menjadi suaminya. "Di dalam amplop itu semuanya ada sepuluh ribu franc," katanya menegaskan.

    "Apa?" pandangan Edgar bertemu dengan mata Jeane dalam kaca cermin itu.

    "Mudah mudahan kau tidak bermaksud menghitung semuanya," Jeane menyentuh sudut bibirnya dengan jari tangan. "Aku sudah merasa lapar sekali."

    "Tidak..... tidak, tentu saja tidak," Edgar menjawab sambil membelakangi kaca cermin itu. Perhatiannya kembali pada segepok uang itu. Seperti terpukau pria itu melanjutkan menghitung uang tersebut. Jeane tersenyum penuh pengertian. Mungkin ini untuk pertama kalinya Edgar melihat uang sebanyak itu dalam genggaman tangannya sendiri. Pandangannya beralih ke tangan suaminya, ia merasa canggung ketika melihat betapa dengan penuh hormat Edgar membalik balik lembaran uang tersebut.

    Edgar dengan cepat mengangkat muka dan dengan cepat pula memasukkan uang tersebut ke dalam saku celananya. Wajahnya telah kembali seperti semua dan pria itu tersenyum wajar.

    "Malam ini kau tampak cantik sekali, Jeane," kata Edgar.

    'Ahh, barangkali aku yang terlalu berkayal,' pikir Jeane. "Aku senang kau mengatakannya, Ed," jawabnya dengan hangat. "Apakah kita turun sekarang?"

    Jeane mulai  merasa melayang layang di udara setelah dua gelas wine mengisi perutnya yang kosong.  Edgar telah meminum dua kali lebih banyak tapi tampaknya dia tidak terpengaruh oleh minuman itu. Bahkan tampak lebih riang dengan setiap tegukannya.

    Edgar memesan gelas ke lima bagi dirinya dan meletakkan uang persen yang tidak sedikit, yang diletakkannya di atas nampan pelayan restoran. Bagaimanapun, Jeane merasa heran dengan kelakuan Edgar yang bertentangan dengan kebiasaannya selama ini.

    "Aku tidak tahu bahwa kau suka dan mampu minum demikian banyak," Jeane berkata seolah olah bergurau.

    "Tidak setiap hari kita menikah," senyum Edgar tampak congkak sekali. "Kita patut merayakan kesempatan ini," dia meneguk minumannya.

    Ketika memeriksa menu, Jeane mengusulkan segelas anggur, tapi Edgar justru memesan sebotol anggur termahal yang ada dalam persediaan restoran itu. Dia mengkeret melihat gaya Edgar memberi persen kepada pelayan restoran.

    "Tidak perlu seroyal itu, Ed," kata Jeane.

    "Malam ini kita sedang gembira," Edgar membela diri sambil mengangkat pundaknya.. "Dan aku ingin semua orang bergembira." Diangkatnya gelas anggurnya. "Untuk isteri cantikku, Jeane, dan masa depan kita yang cemerlang."

    Menjelang berakhirnya makan malam sepasang pengantin itu, ketika pelayan membersihkan meja mereka, Edgar bertanya kepada Jeane, "Apakah kau mau mencampur kopimu dengan brandi?"

    "Tidak sama sekali," Jeane menolak tegas. Lau dia menambahkannya, "Aku ingin kau tidak minum demikian banyak Ed."

    "Jangan kuatir, aku tidak mabok," mata pria itu melebar mendengar teguran Jeane. Kemudian muncul sebuah senyuman di atas wajah tampan pria itu. "Ah, aku tahu. Malam ini malam pengantin kita. Bukankah hal itu yang merisaukanmu?" Senyum miring itu memunculkan sesuatu yang tidak menyenangkan pada mulut Edgar. "Apakah kau kuatir bahwa aku tidak akan mampu berperan sebagai seorang suami di tempat tidur? Jangan kuatir, manisku, dalam hal ini tidak akan terjadi seperti itu, baik aku mabok maupun tidak mabok."

    Ucapan yang kasar itu memerahkan pipi Jeane. Dia menundukkan kepala, merasa sedih dan membenci apapun yang telah mengubah Edgar menjadi seorang asing seperti sekarang ini.

    "Ah, rupanya pengantinku yang masih perawan menjadi tersipu malu," Edgar tertawa.

    "Edgar!" Jeane mendesis penuh kemarahan. Dia membenci kata kata Edgar yang dilontarkan dengan suara keras.

    "Ups... maafkan aku, manis," Edgar mengangkat bahu tetapi nada suaranya tidak mendukung permintaan maafnya.

    Pelayan restoran kembali ke meja mereka. Jeane hampir hampir menghela napas lega yang tidak disembunyikannya ketika suaminya itu meminta rekening dan bukannya memesan kopi dan brandi. Namun seperti tadi tadi, Edgar memberikan persen dengan royal ketika membayar rekeningnya, sambil mempertontonkan segepok uang itu kepada siapa saja yang mau melihatnya. Jeane berusaha meyakinkan diri bahwa kelakuan Edgar itu tidak akan berarti apa apa. Tapi dia merasa sedih. Edgar yang berdiri dihadapannya seperti orang asing dan bukan pria yang selalu diharapkan untuk menjadi suaminya selama ini.

1
Atikah'na Anggit
kok keane...
julius: Barusan sudah diperbaiki kak. thx
julius: waduh... salah ketik. Mohon maaf ya kak? Terima kasih koreksinya, nanti segera diperbaiki 👌
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!