Raya yang baru saja melakukan ujian nasional, mendapatkan musibah saat akan datang ke tempat tinggal temannya. Kesuciannya direnggut oleh pria tak dikenal. Raya memutuskan untuk melaporkannya ke polisi. Bukannya keadilan yang dia dapatkan, namun ancaman. Tidak hanya sampai di situ saja, dia dinyatakan hamil akibat insiden itu. Lagi-lagi bukannya keadilan yang dia dapatkan, namun perlakuan buruk yang dia terima.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ROZE, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8 Yang Terbaik
“Apa yang kamu lakukan?” teriak Justin.
Raya memutar tubuhnya, berdiri kaku di hadapan Justin yang kini terlihat murka.
Wajah Raya ditampar, bahkan rambut panjangnya dijambak dengan kuat. Keanu dan Jenia datang, ingin tahu apa yang menyebabkan Justin berteriak sekencang itu.
“Kamu ingin kabur dari rumah ini, hah? Kamu pikir saya sudi menampung kamu? Kalau bukan karena anak yang kamu kandung, saya tidak akan pernah akan membiarkan kamu di rumah ini.”
Justin menarik tubuh Raya sampai perempuan itu terseret, lalu menghempaskannya dengan kencang begitu sampai di kamar Raya. Untung saja Raya masih sempat menyeimbangkan tubuhnya, hingga tidak terjatuh.
Justin menampar wajah Raya, menjambak rambut, bahkan menendang kaki perempuan itu tanpa bekas kasihan.
“Hari ini kamu tidak boleh makan, dan siapa saja yang memberinya makan, maka akan saya pecat.”
Sebelum pintu tertutup, pandangan mata Raya bertemu dengan pandangan mata Keanu. Pria itu memalingkan wajahnya, hingga pintu tertutup dan dikunci dari luar.
Raya meringkuk di kamarnya. Dia berpikir, kalau memang mereka tidak mau dia menceritakan semuanya pada orang-orang, kenapa tidak mengancam saja dirinya seperti yang lalu.
Sudah satu bulan Raya di sini. Dia tidak pernah minum susu ibu hamil, belum pernah juga memeriksakan kehamilannya. Tidak ada yang peduli dengan dirinya. Bahkan dia tidak tahu, apakah para pelayan di sini tahu tentang kehamilannya. Dia senang karena perutnya masih terlihat rata, tidak membuncit. Dia malu hamil di luar nikah.
Eriza merasa sangat cemas. Dia sudah melapor pada polisi tentang orang hilang, tapi belum memberikan hasil apa-apa. Apalagi dari keterangan pemilik tempat kos, Raya pergi dengan kesadaran sendiri, tanpa paksaan.
Raya membersihkan ruang keluarga, sayup-sayup dia mendengar pembicaraan yang entah kenapa, membuat dia penasaran. Dengan hati-hati, Raya mendekat dan mendengarkan diam-diam.
“Kenapa Tuan menyuruh perempuan itu tinggal di sini? Biarkan saja dia pergi, toh dia tidak akan menceritakan apa pun pada orang-orang. Dia hanya perempuan lemah.”
“Bagaimana pun juga, dia akan melahirkan keturunan Ainsley.”
“Tuan ingin merawat anak itu?”
“Jika anak yang dilahirkan laki-laki, kami akan mengambilnya dan menyuruh perempuan itu pergi. Keanu akan menikah dengan perempuan lain, dan doa akan menjadi ibu dari anak itu.”
“Kalau perempuan?”
“Tentu saja mereka harus pergi. Saya tidak sudi menampung mereka.”
Raya membekap mulutnya, lututnya terasa lemas saat mendengar percakapan itu. Entah ada berapa orang di sana, namun Raya seperti melihat bayangan Keanu di sudut jendela.
Raya mundur pelan-pelan, dan menabrak seseorang.
“Dokter Bian?” ucap Raya dengan lirih.
Dia sangat yakin, kalau dokter Bian juga mendengar pembicaraan itu.
“Dok, tolong bantu saya pergi dari rumah ini. Tolong saya ....”
Dokter Bian tidak mengatakan apa-apa, langsung berlalu begitu saja, memberikan rasa kecewa yang begitu besar bagi Raya.
Di dalam kamarnya, Raya termenung. Kini dia tahu alasan yang sebenarnya, mengapa mereka membaurkan dia ada di rumah ini, dan tidak boleh pergi begitu saja. Bukan karena takut orang-orang tahu akan aib keluarga ini, karena mereka cukup mengancam dirinya dengan menyakiti orang-orang terdekatnya seperti sebelumnya. Ternyata mereka menginginkan anak ini, jika anak ini laki-laki. Raya cukup paham kalau untuk sebagai orang, anak laki-laki itu sangat penting, sebagai pewaris utama sebuah keluarga.
Tapi kenapa harus anaknya? Keanu bisa menikahi perempuan lain dan memiliki anak laki-laki. Mungkin karena mereka ragu apakah anak perempuan lain itu laki-laki atau perempuan, atau mungkin tidak akan memiliki anak lagi. Ya, tentu saja Raya juga tahu hal ini. Sudah banyak contoh perselingkuhan karena anak. Mereka lebih baik jaga-jaga daripada harus mencarinya di kemudian hari.
Benar-benar licik!
Aku memang tidak menginginkan kamu, tapi aku juga tidak mau kamu dibesarkan oleh mereka. Apa jadinya kamu dalam didikan mereka? Cukup ayah kamu saja yang menjadi bajingan, kamu jangan. Mereka menginginkan kamu, tapi tidak pernah bersikap baik padamu. Bagaimana caranya kita kabur dari sini?
Raya sungguh tidak ikhlas anaknya direbut. Apa bagi mereka dia hanya mesin penghasil anak.
Begitu jahatnya mereka ingin memisahkan aku dengan anakku, dan menjadikan perempuan lain ibu dari anakku. Aku tidak akan sudi. Keluarga kandungnya saja begitu, bagaimana ibu tirinya? Bisa-bisa anakku disiksa.
Perut Raya terasa keram, tapi dia berusaha menahannya. Dia kembali memikirkan cara untuk kabur, dan kali ini dia harap akan berhasil.
Keesokannya, Raya mengamati sekitarnya. Dia menghela nafas, semua sudut dijaga dengan ketat, jadi bagaimana caranya dia kabur? Ingin memanjat, tapi tembok itu sangat tinggi, apalagi dirinya sedang hamil.
Raya mencuci baju sambil tetap berpikir, otaknya menjadi buntu. Sekali lagi dia hanya bisa pasrah.
Semalaman perut Raya terasa keram. Dia tidak bisa tidur akibat terlalu memikirkan masalah ini.
“Awsss,” ringisnya.
Saat ini, di rumah sangat sepi, entah ke mana perginya orang-orang yang suka sekali berteriak itu. Dia pergi ke dapur, gelas yang dipegangnya terjatuh begitu saja.
“Kamu kenapa?” tanya salah seorang pelayan.
“Perutku, sakit sekali! Tolong!”
Bertepatan dengan itu, dokter Bian datang.
“Ke mana Justin?” tanyanya pada salah seorang pelayan.
“Tolong!” suara teriakan dari dapur mengagetkan mereka. Dokter Bian dan pelayan itu segera menuju asal suara.
“Dokter Bian, tolong.”
Dokter Bian segera membawa Raya ke mobilnya dan pergi ke rumah sakit. Dia juga sudah menghubungi dokter kandungan agar Raya bisa segera ditangani.
Mereka tiba di depan pintu UGD. Perawat membawa brankar dengan Raya yang terlihat pucat. Dokter Bram menunggu di luar, dan beberapa saat kemudian, dokter keluar. Dokter Siska menunduk hormat pada dokter Bian, dan mereka berbicara serius.
Raya terbangun dari tidurnya, dan tidak lama kemudian seorang dokter perempuan datang.
Justin mengangkat panggilan dari dokter Bian.
“Ya?”
“Dia keguguran.”
“Oh.”
Raya mengusap sudut matanya. Jantungnya berdetak kencang saat mendengar perkataan dokter Bian.
Semoga saja ini yang terbaik, pikirnya.
Hingga menjalang malam, tidak ada satu pun dari mereka yang datang melihat keadaannya. Memang apa yang Raya harapkan? Mereka hanya menginginkan anak ini, dan kini anak ini sudah tidak ada.
Keanu yang mendengar kabar itu, diam saja. Pria minim ekspresi itu hanya memandang lurus, tidak terganggu dengan sekitarnya. Dia tidak menunjukkan raut sedih, tidak juga menunjukkan kegembiraan karena terlepas dari tanggung jawab yang tidak dia inginkan.
Keluarga itu tetap melakukan aktivitas mereka meski terjadi sesuatu pada Raya.
Keesokan harinya, Raya terbangun, menatap ruangan yang hanya ada dia saja. Perempuan itu menghela nafas berkali-kali. Satu hal uang pasti, mereka sudah tidak punya alasan untuk membiarkan dia tinggal di sana.
Apa ini cara Tuhan membantu aku untuk pergi?
Aku harus pergi ke mana?
Raya keluar dari ruangan perawatan itu. Berjalan dengan pelan, sambil berpikir. Dia tidak punya apa-apa saat ini, semua barangnya ada di mansion itu.
Sekali lagi dia menyesal, menyesali keputusannya. Kenapa saat itu dia membawa semua barangnya dari kosan? Kalau tahu akan seperti ini, dia akan menyisakan barang-barang pentingnya di sana.
Kali ini, aku harap aku mengambil keputusan yang tepat. Raya mulai berjalan cepat, takut bertemu dengan orang-orang yang tidak dia harapkan.
Saatnya untuk melarikan diri dan pergi jauh.