Apa jadinya jika menantu yang selama ini di benci bahkan di caci merupakan seorang yang sangat berada jauh di atasnya bahkan uang yang di gunakan foya-foya selama ini adalah uang menantunya ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss el, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BMS.8
Jika di mana letak salahnya? Maka akan sulit untuk di beri tau.
Kesalahan Kasih tak bertepi di mata mereka yang tak menyukai.
Sama halnya seperti kita tak perlu menjelaskan tentang kebaikan kita pada orang yang tak menyukai, sebaik apa pun kita tetap salah di mata orang yang memandang kita sebelah mata.
"Bu aku punya kenalan yang cocok jadi calon istri bang Abi,"
Menatap antusias kepada ibunya yang sedang duduk di sofa.
Dia sudah menemukan calon yang cocok untuk abangnya padahal yang di maksud sudah bahagia dengan pasangan sekarang.
Sungguh pasangan ibu dan anak yang aneh.
"Oh ya, seperti apa? Apakah cantik? Apakah kaya? Apakah dia sama kaya seperti kita? Atau dia dari keluarga apa? Jangan cari perempuan yang seperti dia yang hanya memanfaatkan harta Abi saja. Ibu tak rela anak ibu yang bekerja keras dia yang menikmati dengan bebas,"
Bersungut-sungut dengan suara yang terdengar kesal.
Entah sampai kapan akan terungkap alasan kenapa tidak menyukai Kasih hingga sekarang.
Apa hanya karena tidak berasal dari kalangan berada seperti mereka atau ada alasan lain?.
"Pokoknya yang ini nggak akan mengecewakan ibu dan juga nggak kalangan rendahan seperti dia,"
Bersemangat mengatakan kriteria yang di dapat sudah masuk dalam keinginan mereka.
Yang terpenting dari kalangan atas yang bisa di banggakan jika di ajak berkumpul.
Tidak memalukan seperti Kasih, fikir mereka.
"Iya ibu juga malu memiliki menantu seperti dia, udah kampungan belum lagi dandanan cocok jadi babu,"
Bukan dandanan Kasih yang seperti babu seperti yang mereka katakan, tapi memang Kasih memang tidak suka dandan berlebihan apa lagi hanya di rumah saja.
Entah mereka dari kalangan apa? Hingga menilai orang dari kalangan juga status sosial saja.
Padahal yang terpenting dalam sebuah hubungan adalah ketulusan.
"Apa lagi aku Bu, malas mengakui dia sebagai istri bang Abi.
Nggak bisa di bawa keluar karena cuma cocok jadi tukang bersih-bersih di rumah,"
Tertawa bersama saat mengatakan Kasih hanya cocok untuk jadi tukang bersih-bersih, padahal hati mereka yang tidak bersih.
Mereka sama sekali tidak memanfaatkan asisten rumah tangga yang ada karena menurut mereka Kasih lebih cocok melakukan tugas rumah.
"Ibu apa lagi, ibu sengaja mengotori pakaian supaya dia banyak kerjaan apa lagi nyuci menggunakan tangan sudah capek tangan kasar lagi,"
Membayangkan tangan kasar karena lama mengucek cucian di tambah tenaga terkuras untuk memeras pakaian.
Huh pasti capek sekali.
"Aku juga sama Bu, aku sengaja ganti baju tiap jam,"
Sama-sama gila itulah kata yang pantas untuk mereka berdua..
Tidak memiliki rasa kasih sedikit pun.
Hanya karena tidak suka maka melakukan segala cara agar Kasih tidak betah berada di rumah itu.
Mereka tidak memikirkan, jika pun misalnya Kasih dan Abi berpisah lalu Abi bersama perempuan pilihan mereka belum tentu Abi akan bahagia dengan hubungan tanpa cinta ini.
Jangan hanya memikirkan harta dan gengsi mengorbankan kebahagiaan orang lain.
Sungguh pemikiran yang sangat kolot.
"Bagaimana sekarang kita bertemu dengan perempuan itu, ibu tidak ingin kamu salah pilih,"
Walau dia setuju tapi harus melihat secara langsung juga.
Tidak ingin kejadian ini terulang lagi, menantu yang tak di inginkan.
Bukannya bisa di banggakan, cuma bisa jadi asisten rumah tangga.
Tidak bisa di banggakan sama sekali.
Mereka berdua mulai bersiap-siap untuk menemui perempuan yang dirasa cocok untuk menjadi istri Abi.
Mempersiapkan penampilan terbaik untuk bertemu orang yang belum tentu jelas asal-usulnya dan apakah baik seperti menantunya yang sekarang.
Harta dan kedudukan bukanlah satu jaminan jika tidak diiringi dengan sifat akhlak terpuji.
Tanpa akhlak terpuji semua dimiliki tidaklah berarti apa-apa karena semua itu hanyalah hiasan dunia.
"Bagusnya menggunakan baju apa ya?"
Hampir semua isi lemari keluar dan berjejeran di atas ranjang karena bingung mau menggunakan baju apa.
Memperhatikan satu per satu baju itu yang tidak ada cocoknya untuk pertemuan kali ini padahal memakai baju apapun sama saja asalkan sopan.
"Kenapa tidak ada yang bagus padahal baru kemarin membeli baju?"
Apakah seperti ini sifat alami wanita di saat memiliki baju yang berjajar rapi di dalam lemari malah menganggap tidak memiliki baju lalu semua itu bukan baju dan dianggap kain lap.
Jadi definisi memiliki baju itu seperti apa? Baju itu kan hanya selembar kain yang dibentuk sedemikian rupa yang diinginkan seseorang lalu disatukan oleh selembar benang panjang sehingga membentuk sebuah baju.
Sedangkan baju yang sudah berjajar di atas ranjang malah menangisi nasibnya karena tidak dianggap sebagai pakaian yang layak.
"Ke kamar ibu aja,"
Saat merasa bingung memilih baju yang mana yang akan digunakan, dia pergi menuju kamar ibunya untuk meminta pendapat baju apa yang harus digunakan agar meninggalkan kesan yang baik di depan calon kakak iparnya.
Jika memiliki persiapan yang seperti ini apakah perempuan itu berasal dari keluarga kalangan atas atau seseorang dari keluarga yang sangat terpandang.
"Kenapa belum bersiap-siap?"
Heran melihat anaknya yang belum mengganti pakaian sama sekali padahal dia saja sudah mau selesai hanya merapikan penampilan sedikit lagi.
Berbicara sambil merapikan make up yang sebenarnya sudah bisa dikatakan memiliki ketebalan di atas rata-rata saking tebalnya.
Kenapa ada ibu-ibu seperti dia yang begitu repot dengan penampilan, bahkan penampilannya seperti mau mengalahi dandanan anak muda yang sedang lagi jatuh cinta.
"Aku nggak memiliki baju yang pas bu,"
Duduk di sisi ranjang dengan wajah murung karena baju yang dimiliki tidak ada yang pas.
Memasang wajah seolah-olah dia putus asa.
Walaupun mereka cuma menginap di sini tapi bahkan baju mereka begitu banyak berada di sini karena setiap menginap selalu membawa baju dan berbelanja dan disimpankan di kamar yang mereka tempati.
Sudah seperti rumah sendiri walaupun itu rumah abang nya tetapi dia suka seenaknya baik dalam urusan tinggal maupun memperlakukan contohnya seperti kakak iparnya.
"Nanti kita mampir di butik jangan seperti orang susah yang tidak memiliki baju,"
Memberi solusi yang sebenarnya itu bukan solusi karena baju sebanyak itu masih tidak dianggap juga dan lebih memilih menghamburkan uang demi pertemuan yang tidak seharusnya mereka lakukan.
Apa seperti ini pola pikir orang yang tidak pernah merasakan bagaimana sulitnya mendapatkan uang hingga mereka begitu mudah untuk menghamburkannya hanya demi untuk selembar pakaian.
Tidak tahu bagaimana cara menghargai daripada seseorang yang sudah jungkir balik hanya untuk mendapatkan lembaran rupiah itu.
Dia yang mendengarkan usulan ibunya tersenyum bahagia karena bisa membeli pakaian baru lagi tanpa harus memikirkan bagaimana sulitnya menghasilkan uang.