"Sulit adalah kita, tapi kisah cinta ini hanya ada kita, aku dan kamu tanpa ada mereka."
-----------
Ketika melanjutkan jenjang pendidikan ke sebuah Universitas, Cheryl terpaksa mengikuti keinginan orang tuanya untuk tinggal di rumah Tantenya Diandra dan Gavin, suaminya. Awalnya Cheryl menolak karena sejak dulu dia sudah tertarik dengan Gavin yang di matanya terlihat sebagai sosok yang dewasa. Namun, karena paksaan dari keluarga, akhirnya Cheryl setuju untuk tinggal di rumah Diandra.
Gavin yang sejak dulu selalu menganggap Cheryl sebagai gadis kecil yang lucu, kini harus mengubah pola pikirnya saat melihat Cheryl yang kini tinggal bersamanya sebagai sosok yang dewasa. Kesibukan Diandra sebagai seorang model yang sering meninggalkan Gavin dan Cheryl dalam satu rumah semakin membuat keduanya semakin dekat, hingga suatu malam saat Diandra sedang menghadiri gelaran Paris Fashion Week, hubungan satu malam pun terjadi diantara Gavin dan Cheryl yang menjadi awal dari hubungan gelap me
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Weny Hida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masalah Hati
Deg
Mendengar perkataan Gavin, Cheryl pun begitu tertegun, dia benar-benar tak menyangka jika kehadirannya di rumah ini entah menjadi sebuah anugerah atau musibah baginya. Takdir seolah menyeretnya ke dalam situasi untuk selalu dekat dengan Gavin, tanpa dia bisa tolak, ataupun hindari.
Saat mendengar pertanyaan Gavin, ingin rasanya Cheryl menjadi manusia paling egois, lalu menjawab jika dia akan selalu ada di samping Gavin, dan memilikinya seutuhnya, namun nalarnya harus tetap berjalan jika laki-laki yang ada di hadapannya bukanlah miliknya.
"Kenapa kau diam, Cheryl?" sambung Gavin kembali.
"Kau tidak akan meninggalkan aku kan?"
"Tidak, Om. Aku akan selalu menemanimu," jawab Cheryl. Dia kemudian duduk di samping ranjang Frizz, sambil menenangkan hatinya yang kembali porak poranda karena sikap Gavin.
Cheryl lalu mengompres kepala Frizz dan memberi pijatan kembali di tubuhnya, seolah mengabaikan tatapan mata Gavin yang kini menatapnya dengan tatapan begitu dalam, entah apa arti dari semua ini, entah apa yang ada di dalam pikiran dan hati Gavin, Cheryl tak mau menerka, yang dia tahu saat ini perasaannya begitu campur aduk.
Beberapa saat kemudian, Frizz pun tertidur, demam di tubuhnya mulai turun. Cheryl yang melihat Frizz kini terlelap, merasa begitu lega. Dia lalu menatap Gavin yang duduk di sampingnya sambil tersenyum.
"Akhirnya demamnya turun, Om."
"Iya, terima kasih Cheryl. Kalau kau tidak ada di sini, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan."
Cheryl pun mengangguk, sambil mengulaskan senyum tipis di bibirnya yang membuat Gavin begitu tergoda, ingin rasanya dia melummat habis bibir merah muda itu.
"Om istirahat, saja. Biar aku disini yang menjaga Frizz."
"Kita jaga Frizz bersama, boleh kan malam ini aku istirahat denganmu di sini?"
Cheryl menganggukan kepalanya. Melihat anggukan di kepala Cheryl, Gavin pun tersenyum. Dia kemudian merebahkan tubuhnya kembali di sisi ranjang dan meletakkan kepalanya di atas paha Cheryl. Cheryl pun tak bisa berkutik, semua sikap Gavin begitu mengobrak-abrik hatinya. Apalagi Gavin kini terlihat begitu nyaman di atas pahanya, dia pun tampak tersenyum pada Cheryl.
"Boleh kan aku tidur di sini?"
"Iya Om," jawab Cheryl sambil membelai rambut Gavin, entah keberanian darimana hingga dia berani berbuat seperti itu. Semuanya berjalan di seperti di luar akal sehatnya. Mendapat perlakuan menenangkan dari Cheryl, Gavin pun tersenyum, dia lalu menenggelamkan kembali kepalanya pada perut Cheryl, namun tidak hanya itu saja, tapi dia juga melingkarkan tangannya pada perut Cheryl.
"Om, kalau Om mulai ngantuk, lebih baik Om tidur di kamar aja!" ujar Cheryl beberapa saat kemudian. Gavin yang terkejut mendengar perkataan Cheryl, lalu mendongakkan kepalanya. Namun, sialnya karena terburu-buru mendongakkan wajahnya, kepala Gavin akhirnya mengenai bukit kenyal milik Cheryl.
Sesuatu yang lembut itu kembali menggoda, di satu sisi ingin rasanya dia merasakan benda lembut itu, ingin rasanya tangan itu menangkup dan melahap sepuas yang ia mau. Namun, di sisi yang lain dia harus bisa menahan semua ini untuk menjaga kesucian pernikahannya dengan Diandra. Tapi, apa dia mampu saat semuanya seolah memberi kesempatan?
Gavin akhirnya menyerah, dia menyerah dengan semua pertahanannya, dia tak mampu lagi menahan hasrat kelaki-lakiannya yang selama ini sudah lama tidak tersalurkan. Bahkan dia mulai berani bertanya pada Cheryl yang kini terlihat memejamkan matanya.
"Apa boleh?" tanya Gavin. Cheryl yang perasaannya kini begitu berkecamuk, entah mengapa hanya bisa mengangguk pasrah. Semua terasa begitu diluar nalar dan akal sehatnya, entah setan apa yang sudah merasuki mereka.
Gavin pun mulai membuka kancing piyama Cheryl, apalagi saat melihat Cheryl yang tidak menunjukkan respon ataupun penolakan. Meskipun saat ini sebenarnya detak jantung dia begitu menggila.
Saat kencing piyama itu terbuka, tampak bukit kembar milik Cheryl begitu menggodanya. Dia kemudian mengeluarkan salah satu bukit kenyal itu lalu mulai melummat dan mengissapnya, sedangkan salah satu tangannya meremmas bukit kembar yang lainnya.
Cheryl hanya bisa pasrah dengan kelakuan Gavin, ingin rasanya dia kembali pada nalarnya. Namun, bagaimana dengan hati dan tubuhnya yang tak bisa menolak semua yang Gavin lakukan padanya. Errangan lirih pun mulai terdengar dari bibir mungil itu yang membuat Gavin semakin bergairah, seolah sedang melampiaskan semua yang dia pendam saat ini.
"Ommmmhh..."
Mendengar suara Cheryl, Gavin pun melepaskan isappannya pada bukit kenyal Cheryl, lalu menatap wajah polos itu yang kini terlihat memerah.
"Kenapa sayang?" tanya Gavin, dia kemudian bangun lalu duduk di hadapan Cheryl, membelai wajah cantik itu yang kini juga terlihat mulai dipenuhi nafsu yang membara.
Melihat wajah Cheryl, Gavin pun tak sanggup lagi menahan gejolak di dalam hatinya, dia mulai mendekatkan diri pada wajah gadis itu lalu mulai melummat habis bibirnya. Sedangkan tangannya masuk ke dalam piama Cheryl, lalu merremas kembali bukit kenyal miliknya. Tiba-tiba Cheryl melepaskan ciuman mereka.
"Jangan disini, ada Frizz," ucap Cheryl yang seolah memberikan kode pada Gavin untuk berbuat lebih. Dia akhirnya membopong tubuh Cheryl, masuk ke dalam kamarnya dan menaruh tubuhnya di atas ranjang yang ada di kamar itu.
Cheryl kini semakin pasrah. Bahkan rasanya, rasa bersalah pada Diandra yang selalu dia rasakan pun seolah mengendap begitu saja dari kepalanya, yang dia tahu saat ini dia sedang bercinta dengan laki-laki yang sangat dicintainya, apalagi saat ini tubuh mereka berdua sudah telanjjang di atas tempat tidur ukuran king size yang ada di kamar Gavin. Ini pertama kalinya bagi Cheryl merasakan hal yang sangat sukar dia ungkapkan dengan kata-kata.
Gavin kini terlihat mulai memasukkan kejanntanannya pada liang hangat milik Cheryl, meskipun dia merasakan sedikit sulit.
"Akkhhh..., Om sakit!"
"Sebentar sayang!" Gavin kemudian mengusap lembut kepala Cheryl, lalu mengecup keningnya.
"Akhhhh..., sakit!!!"
"Tahan sebentar!" jawab Gavin. Dia lalu menekan kuat kejantannannya kembali yang membuat Cheryl berteriak keras.
"Om!" teriak Cheryl bertepatan dengan kejantanann Gavin yang kini sudah masuk sepenuhnya ke dalam liang hangat miliknya. Gavin langsung memaggut bibir Cheryl untuk mengalihkan rasa sakit yang Cheryl rasakan.
Gavin kemudian memainkan pinggullnya, sambil menikmati setiap inchi bagian tubuh Cheryl. Cheryl yang awalnya kesakitan pun mulai menikmati permainan Gavin, hingga desaahan dan errangan memenuhi setiap sudut kamar itu.
Legguhan panjang pun keluar dari bibir keduanya, saat cairan kental milik Gavin menyemprot liang hangat milik Cheryl. Cairan keduanya kini bercampur menjadi satu, sampai membasahi paha keduanya.
Tubuh Gavin kini ambruk di atas tubuh Cheryl, seolah baru merasakan kepuasan yang begitu luar biasa. Hingga melupakan fakta kalau yang mereka lakukan saat ini adalah sebuah kesalahan besar. Apalagi mereka melakukan itu di atas ranjang miliknya dan Diandra. Namun, masalah hati memang tak lagi dapat dikendalikan oleh logika. Apalagi hati yang sudah tersakiti.
Gavin kemudian menggulingkan tubuhnya di samping Cheryl, lalu menatap wajah polos itu sambil membelai wajahnya.
"Maafkan aku, Cheryl."
Cheryl hanya bisa menggelengkan kepalanya perlahan sambil tersenyum, lalu mendekat pada Gavin dan memeluknya, menempelkan kepalanya pada dada bidang Gavin sambil berujar lirih.
"Ini tentang cinta, sebuah rasa yang tersimpan indah, dan tersusun dalam bingkai hati. Mencintaimu adalah sebuah pilihan, meskipun rasa cinta ini tak bisa diterima oleh logika. Tapi, ini masalah hati, hati yang tak bisa memilih kemana arahnya cinta ini akan berlabuh. Meskipun pada akhirnya berlabuh pada hati yang salah, tapi kembali lagi ini adalah masalah hati. Kepada logika tolong sekali ini saja, berdamailah dengan kalbu dan biarlah aku mengucapkan aku cinta padanya."