NovelToon NovelToon
Pembalasan Dendam Sangkara

Pembalasan Dendam Sangkara

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Lari Saat Hamil / Anak Yatim Piatu / Identitas Tersembunyi
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: apriana inut

Sangkara, seorang pemuda yang menjadi TKI di sebuah negara. Harus menelan pil pahit ketika pulang kembali ke tanah air. Semua anggota keluarganya telah tiada. Di mulai dari abah, emak dan adek perempuannya, semuanya meninggal dengan sebab yang sampai saat ini belum Sangkara ketahu.

Sakit, sedih, sudah jelas itu yang dirasakan oleh Sangkara. Dia selalu menyalahkan dirinya yang tidak pulang tepat waktu. Malah pergi ke negara lain, hanya untuk mengupgrade diri.

"Kara, jangan salahkan dirimu terus? Hmm, sebenarnya ada yang tahu penyebab kematian keluarga kamu. Cuma, selalu di tutupin dan di bungkam oleh seseroang!"

"Siapa? Kasih tahu aku! Aku akan menuntut balas atas semuanya!" seru Sangkara dengan mata mengkilat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon apriana inut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 7

Sangkara benar-benar mengamuk. Dia sangat marah mendengar fakta sebenarnya yang terjadi pada keluarganya. Dia benar-benar menyangka jika kepala desa yang seharusnya mengayomi warganya, malah menutupi kasus yang sangat besar. Dan adeknya, dia juga tidak menyangka jika adek yang sangat dia sayangi mengalami hal yang tidak mengenakkan di sekolah.

Andai saja, dia tidak pergi menjadi TKI. Mungkin semua tidak akan seperti ini. Dan andai saja, dia pulang tepat waktu. Mungkin saja keluarganya masih hidup, dan mereka hidup bahagia.

“Kara!”

“Pak Sangkara!”

Dua laki-laki yang berada di rumah Sangkara sangat terkejut dengan apa yang terjadi pada Sangkara. Terutama Dika, setahunya Sangkara tidak pernah mengamuk seperti ini. Tetapi sekarang, sahabatnya itu mengamuk, meracau bak kesetanan.

Dika juga tidak menyalahkan Sangkara yang seperti ini. Dia juga pasti akan bersikap seperti itu jika berada di posisi Sangkara. Hanya saja, rasa takut mulai muncul di hatinya melihat Sangkara seperti ini.

Aaaaaaarkkkhhh…

Sangkara kembali berteriak kencang. Dia terduduk di lantai, napasnya tersengal-sengal karena amarah yang dia luapkan.

‘Tidak, aku tidak bisa begini terus! Aku harus cari tahu semuanya. Tidak mungkin keluarga ku di bunuh tanpa alasan. Pasti ada sesuatu di balik semuanya!’ batin Sangkara.

Perlahan kepala Sangkara terangkat, dia menatap dua laki-laki yang berada di dekatnya. Dika berdiri dengan wajah panik, takut dan khawatir. Sedangkan Indra, berdiri dengan tangan memegang wajahn ya yang lebam akibat pukulan dari dirinya.

Senyum sinis terulas dari bibi Sangkara. Benar kata daddy-nya, jika orang lemah selalu terlihat asyik untuk di ganggu. Tapi, dalam hidup bukan untuk mencari keasyikan dan kesenangan saja. Melainkan tujuan agar hidupnya lebih terarah.

Sebelum pulang, tujuan hidup Sangkara ingin membahagiakan keluarganya serta sembuh dari penyakit yang dia alami. Sekarangh tujuan hidupnya sedikit berubah. Selain ingin sembuhm dia juga ingin membalaskan kematian keluarganya serta membalaskan apa yang pernah di alami oleh sang adek selama di sekolah. Jika adeknya pernah di rundung, maka dia akan membalasnya dengan cara merundung pula. Tapi, bukan perundungan khas di lakukan oleh siswa, melainkan perundungan yang di ajarkan oleh daddy-nya.

“Kara, kamu gak apa-apa?” tanya Dika mencoba mendekati Sangkara.

Senyum Sangkara semakin melebar, “kamu masih nanya aku gak apa-apa, Dik? Setelah aku tahu semuanya? Setelah aku tahu penyebab kematian keluarga aku? Setelah aku tahu apa yang di alami adek aku? Masih kamu nanya kayak gitu?” balas Sangkara.

“Kalau kamu mau tahu jawabannya? Aku tidak baik-baik saja, Dika. Di sini rasanya sangat sakit dan sesak!” sambung Sangkara memukul dadanya kencang. “Di sini, sangat berisik. Dan aku tidak suka itu!!!” tambahnya menujuk dahinya.

“Sangakara…”

“Bisa tinggalkan aku sendiri? Bisa kalian berdua pergi dari rumah ini?”

Dika dan Indra saling tatap, lalu mereka menganggukkan kepalanya secara serentak.

“Aku pulang, kalau kamu butuh bantuan. Panggil aku aja! Aku pasti bantu kamu, Kara!” pamit Dika.

“Iya, pak. Begitu juga aku.  Jika butuh bantuan, hubungi aku aja!” timpal Indra.

Sangkara memiringkan kepalanya, “kalian yakin mau bantu aku? Sudah siap menerima segala resikonya?”

“Resiko? Maksudnya?”

Sangkara terkekeh pelan, dia mengibaskan tangannya meminta Dika dan Indra untuk pergi meninggalkan dirinya. Sedangkan dirinya, tetap duduk di lantai dengan kepala mengada ke atas. Cukup lama dia di posisi itu, lalu perlahan dia bangkit berjalan pelan keluar rumah.

Sangakara berhenti di halam rumahnya. Dia menatap rumahnya dari tempatnya, dan membayangkan posisi emak, abah dan adeknya saat terbaring tidak bernyawa. Emaknya terbaring di teras rumah dengan kondisi yang membuat dirinya harus memejamkan mata. Abahnya terbaring di dalam rumah, tepatnya beberapa langkah di depan pintu masuk. Begitu juga adeknya yang pertama kali di habisi oleh orang tidak di kenal.

“Kara, kamu kenapa berdiri di situ? Mau jual rumah?” tanya warga yang kebetulan lewat rumah Sangkara.

Kepala Sangkara menggeleng, “tidak, saya tidak akan menjual rumah ini. Saya hanya membayangkan posisi keluarga saya ketika di temukan! Bukannya kalau berdiri di sini, semuanya kelihatan jelas kan, mang?” sahut Sangkara menoleh pelan kearah warga tersebut.

Wajah warga itu langsung berubah, dia terlihat panik namun berusaha untuk menenangkan dirinya. “Ka-kamu sudah tahu?”

“Sudah tahu? Berarti ada yang  di sembunyikan ya?” balas Sangkara hendak berjalan mendekati warga tersebut. Namun, baru satu langkah kaki Sangkara bergerak. Warga itu sudah berlari meninggalkan Sangkara.

“Cih! Menggelikan!” gumam Sangkara.

^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

Besok paginya, kepala desa berniat hendak menemui Sangkara setelah kemaren mendapatkan laporan dari salah satu warganya. Dia tidak mau Sangkara menjadi salah paham karena merasa telah di bohongi. Dia takut, dianggap kerja sama dengan pelaku. Padahal dirinya hanya ingin mempertahankan penghargaan sebagai desa teraman di propinsi Jawa Barat.

Braaaak…

“Astaga, Tuhan. Copot jantung aing!” seru kepala desa. Dia mengelus dadanya. Ketika kepalanya menoleh kearah pintu, dia kembali di buat terkejut.

“Eh, a-ada Ka-kara. Ma-masuk… Ka-kamu dari mana?”

Sangkara tidak menjawab, dia terus melangkah dan duduk di kursi yang ada di depan meja kepala desa. Sementara di luar, para pegawai kantor desa mengintip. Mereka ingin tahu maksud dan tujuan kedatangan Sangkara. Karena sejak awal, pemuda itu tidak menjawab pertanyaan yang di lontarkan oleh mereka.  Pemuda hanya melayangkan tatapan tajam, yang membuat mereka terdiam dan membiarkannya terus berjalan menuju ruang kepala desa.

“Hanya itu pertanyaan yang bapak ajukan kepada saya? Tidak mau menyakan maksud dan tujuan saya datang ke sini?” balas Sangkara dengan tenang.

“Eh, i-iya. A-ada apa, Kara? A-apa tujuan kamu ke sini?”

Sangkara menarik dua sudut bibirnya, “ingin tahu penyebab kematian keluarga saya yang sebenarnya, pak? Apakah bapak mau menceritakan semuanya?”

Wajah kepala desa berubah. Dia semakin bertambah gugup, “maksud kamu apa, Kara? Bu-bukannya bapak sudah bilang, jika keluarga kamu meninggal karena kecelakaan!” sahut kepala desa masih berbohong.

“Yakin, pak?”

Kepala desa mengangguk ragu. Dia sama sekali tidak berani menatap Sangkara langsung.

“Baiklah, pak. Saya percaya dengan bapak,” ucap Sangkara.

Pemuda itu bangkit dari tempat duduknya, berjalan berkeliling ruangan kepala desa. Matanya menatap penghargaan-pengharagaan yang di berikan oleh pemerintah propinsi kepada desa itu. Karena sudah berhasil mempertahankan desa teraman.

“Desa teraman!” desis Sangkara tersenyum sinis. Dia melirik kepala desa sejenak, lalu pergi meninggalkan ruangn itu tampak pamit atau mengeluarkan sepatah kata pun.

‘Desa teraman akan segera berganti!’ batin Sangkara.

^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

“Pak kades… Pak kades… Tolong saya… Sapi saya mati! Tolong saya pak kades!!!” seru seorang warga desa melapor.

“Mati?”

“Iya, pak kades. Sapi saya mati semua. Bagaimana ini pak kades? Saya rugi besar… Tolong saya!”

“Pak kadeeesss!!! Padi di sawah saya hancur! Semuanya hancur!”

“Paaak! Bebek-bebek saya, pak! Bebek saya hilang semua. Ada yang maling bebek saya, pak!”

Satu per satu warga datang ke kantor desa. Mereka semua lapor mengenai apa yang terjadi pada hewan ternak dan sawah mereka.

“Pak kades, tolong!!!” teriak nini Wati tergopoh-gopoh berjalan mendekati kantor desa.

“Ada apa, Ni?”

“A-ada mayat, pak kades!”

“APA? MAYAT???”

1
Nurhartiningsih
waduh...jangan2 dokter Adit bagian dari mrk..
Pelita: Hmm, mungkin kali ya kak...? Tunggu aja bab berikutnya...

Hmm... Mungkin kali ya kak? Jawabannya tunggu di bab selanjutnya...😁
total 1 replies
Taufik Ukiseno
Karya yang keren.
Semangat untuk authornya... 💪💪
Taufik Ukiseno
😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!