Sepasang anak sekolah, yang tidak saling mengenal. Berteduh di gubuk reyot pinggir jalanan sepi, di tuduh berzina dan berujung di Nikahkan secara Paksa.
"Sebentar, ini salah Paham!!."
"Kami bahkan ngga saling kenal."
Namun sayangnya, suara mereka tidak di dengar. Mereka di arak menuju masjid, dan di Nikahkan di sana.
Apa yang akan terjadi, pada dua sejoli yang tidak saling kenal, tapi tiba tiba jadi suami istri?. Usia mereka masih belia dan masa depan mereka masih panjang.
Ikuti Kisahnya (^^)
Note : Berdasarkan imajinasi author, selamat membaca :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mellisa Gottardo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tsundere
Saat Aurora sedang sibuk mengagumi seragam baru, di sebuah Caffe di pusat kota. Alvian sedang nongkrong bersama teman temannya, di sana ada gadis yang turut bergabung, salah satunya mantan pacar Alvian.
"Sayang, pinjem hp kamu dong." Ucapnya genit.
"Apasih, gausah sok kenal sama gue." Kesal Alvian.
"Ih anjir, Lo berdua beneran putus?." Kaget teman Alvian.
"Enggak kok, dia lagi marah aja biasa." Ucap mantan Alvian, muka tembok.
"Tapi di bio sosmed Alvian, ada nama cewe lain bukan Lo. Alvian juga sempet posting." Ucap salah satu teman Alvian, menunjukan potret Aurora dan Alvian di mobil.
"Haha.. itu cuma saudara Alvian aja, iya kan sayang?." gadis itu nampak tertekan.
"Bukan, dia tunangan gue." Ucap Alvian datar.
Alvian mengakui Aurora bukan karena suka, tapi karena mengumpankan Aurora agar Cindy (mantan pacarnya) mulai mengincar Aurora, dan tidak mengganggunya lagi.
"Sayang?." Cindy nyaris menangis.
"Kita udah putus, gue udah tunangan lama. Gue pacarin Lo karena tantangan mereka, jangan ganggu hidup gue lagi, brengsek." Alvian marah, menatap nyalang pada Cindy.
Cindy hanya menunduk, air matanya luruh. Kebencian berkobar di dalam matanya. Tentu saja itu di tujukan pada Aurora, yang dirinya yakini telah merebut Alvian dari dirinya.
"Lihat aja nanti, jalang sialan. Lo bakal berurusan sama gue, hidup Lo ga bakal tenang." Batin Cindy.
Hari sudah hampir petang, Alvian merasa gelisah. Dia ingin segera pulang, entah kenapa dia ingin pulang. Sejak tadi pikirannya kemana-mana, dia tidak fokus nongkrong.
"Gue cabut." Ucap Alvian tiba-tiba.
"Hah? sekarang banget, baru juga jam segini." Ucap teman-temannya.
"Nyokap sama tunangan gue ada acara." Bohong Alvian.
"Wah kayaknya beneran nih, cewek Lo sekolah dimana?." Kepo mereka.
"Kepo Lo." Alvian pergi dari sana.
Alvian pulang tapi di tengah jalan, dia melihat stand martabak. Dia teringat Aurora, mampir dan membelikannya untuknya.
Sampai dirumah, suasana sepi. Alvian masuk dan pergi ke kamarnya, meletakan martabak di meja makan.
Sampai di kamarnya, Alvian melihat Aurora sedang sibuk membuka paket. Alvian mendekat, ternyata hanya peralatan sekolah dan beberapa barang lainnya.
"Oh.. udah pulang?." Aurora terkejut, melihat Alvian sudah di kamar.
"Gue bawa martabak yang ngga kemakan, kalo Lo mau makan aja di bawah." Ucap Alvian, malu mengatakan jika dirinya memang sengaja membeli untuk Aurora.
Alvian masuk ke kamar mandi, sedangakn Aurora turun ke bawah. Melihat martabak yang masih hangat, Aurora makan dengan senang. Dulu boro-boro martabak, dia bahkan kesulitan membeli lauk sederhana.
"Alhamdulillah, terimakasih atas rezekimu ya Allah." Batin Aurora.
Aurora makan dengan cepat, menelan semuanya tanpa tersisa. Dia sangat menghargai makanan, dia tidak bisa menyisakan makanan meskipun dia sudah kenyang.
Teringat saat susah, dia harus lebih banyak bersyukur saat ini. Tidak boleh membuang makanan, dia harus menelan dengan senang hati. Lebih baik kekenyangan daripada kelaparan.
Alvian turun ke bawah, melihat Aurora sudah menghabiskan martabak manis yang dirinya bawa tadi. Alvian cukup terkejut, karena dia hanya mandi sebentar. Kenapa Aurora makan secepat itu? Apa dia sangat suka martabak.
"Rakus banget." Celetuk Alvian.
"Nggapapa, daripada dibuang." Ucap Aurora santai.
Alvian memilih menonton Tv di ruang keluarga, Aurora kembali ke kamar untuk mandi. Saat melewati rak cucian kotor, Aurora melihat ada bekas lipstik yang menempel di jaket Alvian.
Hatinya kembali sesak, dia menatap cermin. Matanya berkaca-kaca, dia hanya merasa kecewa dan menyedihkan. Dia yang statusnya seorang istri, ditinggalkan begitu saja demi menemui wanita lain.
Aurora menangis dalam diam, mandi sambil meluapkan emosi tersembunyi. Dia tidak akan memperlihatkan perasaan ini, dia akan tetap dingin dan terlihat cuek, apapun yang terjadi.
Setelah mandi dan meluapkan emosi, Aurora keluar dan bersikap seperti biasa. Terlihat cuek dan acuh tak acuh, lalu bersiap tidur karena besok dia akan masuk sekolah.
Sekolah mewah yang pernah dirinya impikan sebagai dongeng sebelum tidur, Aurora akan fokus belajar. Dia tidak akan mencari perhatian Alvian ataupun mendekatinya. Biarkan saja pernikahannya dingin, dan tidak diridhoi tuhan, dia hanya manusia biasa.
Aurora tidur menyembunyikan tetes air mata yang menetes di pelupuk matanya. Alvian sendiri tidak mengetahui hal itu, dia masih sibuk menscrol sosmed. Dia merasa aneh, padahal di rumah tidak melakukan apapun, tapi kenapa dia merasa nyaman?.
Pukul 05.00 Aurora bangun lebih pagi, dia menyempatkan sholat subuh sendirian, karena suaminya masih tertidur pulas. Aurora tidak akan membangunkan Alvian ,dia hanya akan memasakan sarapan dan menghormati Alvian seperlunya saja.
Aurora memakai seragam hari Senin, dia menatap cermin. Dia terlihat cantik dan seperti orang kaya, Aurora menyisir rambutnya dan menggelung tinggi, membiarkan anak rambut menutupi jidatnya.
Aurora akan berpenampilan imut tapi tomboy dan dingin. Dia ingin menjadi wanita yang kokoh, dia bisa mengandalkan dirinya sendiri, tanpa memerlukan perlindungan laki laki.
Saat kecil, saat Kakeknya masih hidup. Dia sering berlatih taekwondo dan bela diri lainnya, dia hanya belajar untuk melindungi diri. Tapi dirinya yakin, ilmu itu akan berguna suatu saat nanti.
Setelah bersiap, tanpa makeup hanya memakai skincare dan lipteen. Aurora terlihat seperti anak polos yang misterius, Aurora mengambil tas hitam miliknya dan bersiap berangkat sekolah.
Aurora turun ke bawah, ternyata pelayan sudah memasak sarapan. Itu lebih baik, Aurora makan dengan cepat, tidak mau sarapan bersama dengan Alvian. Kan dia sendiri yang mengatakan tidak mau sok kenal di sekolah, maka dari itu dia harus berangkat lebih dulu.
Setelah sarapan, Aurora ke depan. Sudah ada supir yang menyiapkan mobil. Aurora masuk dan siap diantar ke sekolah baru, saat Aurora sudah berangkat, Alvian baru bangun dan terkejut karena sudah pukul 06.40 waktu setempat.
Dengan buru-buru Alvian bersiap-siap dan turun untuk sarapan, dia celingukan mencari keberadaan Aurora yang belum terlihat sejak tadi.
"Dimana dia?." Tanya Alvian, pada pelayan.
"Nona sudah berangkat Tuan." Ucap Pelayan.
"Oh jadi dia sengaja ninggalin gue? Apa dia balas dendam karena kemarin gue ninggalin dia?." Batin Alvian.
Alvian buru-buru menyelesaikan sarapannya, dia bersiap berangkat menggunakan motor sportnya. Berusaha mengejar mobil Aurora, sepertinya dia lupa jika dirinya sendiri yang tidak mau terlihat kenal dengan Aurora.
Di sekolah, Aurora sudah sampai. Dia keluar dengan tenang dan percaya diri, banyak siswa yang melihat dengan penasaran. Itu karena wajah Aurora yang terlihat asing, artinya dia murid baru.
Adik siapa nyasar?
Imut banget.
Siapa sih? emang ada murid baru?
Tapi tatapannya dingin ya.
Kayaknya dia iblis imut.
Hahaha, siapa namanya?
Tanya forum guys.
Aurora nampak nervous, tapi berusaha tenang. Dia harus menunjukan bahwa dia bisa berdiri Koko di kakinya sendiri, dia bisa beradaptasi meksipun dia introvert.
Aurora berjalan dengan santai namun cepat, menuju ruang kepala sekolah. Selayaknya anak baru, biasanya kan begitu.
Tok... Tok.. Tok...
"Masuk." Jawab dari dalam.
Aurora masuk, membungkuk sopan saat berhadapan dengan kepala sekolah. Aurora merasa tercekat karena sangat gugup.
"Permisi Pak. Saya Aurora, murid baru." Ucap Aurora singkat.
"Oh, silahkan duduk. Nanti wali kelasmu akan menjemput dan mengantar ke kelasmu." Ucap Kepala sekolah ramah.
"Terimakasih pak." Aurora duduk dengan sopan, tatapannya memang dingin dan datar. Tapi dalam hati, dia sangat ketakutan sekali, dia merasa sesak nafas dalam keramaian.
Di gerbang, Alvian sampai. Langsung menuju parkiran dan bergabung dengan teman-temannya, selalu ada Cindy disana yang langsung bergelantungan seperti monyet.
Alvian menghempasnya, pikiran Alvian hanya ingin melihat apakah Aurora sudah sampai di sekolah apa belum. Dia buru-buru ke kelas, karena dia sudah meminta pada orangtuanya agar satu kelas dengan Aurora.
"Sayang, kamu kenapa sih marah marah terus." Ucap Cindy, mengejar Alvian sampai ke kelas.
BRAKK
"Minggir, bangsat." Alvian menggebrak meja dengan keras, lalu mengumpat kasar.
Cindy terkesiap dan mundur, wajahnya pucat karena takut. Tidak menyangka Alvian akan membentaknya sekasar itu, Dengan marah Cindy pergi.
Bel masuk berbunyi, Cindy berjalan menuju kelasnya dengan kesal. Di lorong kelas, dia melihat seorang guru berjalan bersama seorang murid. Cindy ingat gadis itu, gadis yang merebut Alvian darinya.
"Brengsek, Lo bahkan Berani sekolah disini." Batin Cindy kesal.
Dugh
Cindy berjalan dengan tatapan tajam, sengaja menabrak pundak Aurora. Namun bukannya melihat Aurora terjatuh, justru dirinya yang merasa bahunya sakit.
"Sialan, kok dia ngga jatuh?." Cindy merasa semakin kesal.
Aurora tetap jalan dengan langkah tegap, tatapannya lurus. Benar-benar menganggap Cindy hantu, dia akan tetap bersikap tenang dan cuek apapun yang terjadi.
Sampai di depan kelas, jantung Aurora berdegup kencang. Bahkan dia bisa merasa seragamnya bergerak, seirama dengan detak jantungnya yang menggila.
"Anak anak, hari ini kita kedatangan murid baru. Semoga kalian berteman dengan baik." Ucap Guru.
"Nah, ayo kenalkan diri kamu dan sapa teman teman baru." Ucap Guru, menatap Aurora.
"Halo, nama saya Aurora Navarro. Salam kenal." Ucap Aurora tenang, padahal aslinya dia sangat grogi.
Wow... imut
Cantiknya lucu
Matanya tajem, kaya kucing
Kucing kalo jadi manusia
Ihh gemes banget
Kiww.. Kiw..
Bagi nomornya dong
Alvian menatap dari bangku paling belakang, di matanya Aurora terlihat berbeda. Sangat berbeda dari pertama kali dirinya bertemu, bukan lagi terlihat lusuh dan menyedihkan. Aurora saat ini terlihat bersih, imut dan tatapan dingin serta cuek yang sudah sangat Alvian hafal.
Mendengar sahutan pada buaya, Alvian merasa sangat kesal. Entah kenapa dia tidak senang, tapi melihat tatapan Aurora yang tetap cuek, dia cukup puas.
"Tenang anak-anak, Aurora silahkan duduk di bangku kosong." Ucap Guru.
Aurora mengangguk sopan, dia berjalan dengan pandangan lurus. Tidak menatap siapapun, hanya fokus duduk di tempatnya dengan hati hati.