Leticia Nathania yang sering di panggil Cia adalah gadis yang sangat cantik dan selalu ceria. Cia selalu di kelilingi oleh orang-orang baik yang sangat menyayanginya. Namun semuanya berubah ketika Cia terpaksa menikahi Carlo karena di jodohkan oleh almarhum kakeknya.
Awalnya Cia ragu menikah dengan Carlo karena melihat sikap pria itu yang terlihat sombong. Tapi akhirnya Cia bersedia juga menikah dengan pria itu karena orang tuanya berusaha dengan keras meyakinkannya. Orang tuanya mengatakan kalau cinta itu akan tumbuh setelah menikah.
Setelah menikah, Cia tinggal satu atap dengan mertuanya. Dan itu bukanlah hal yang mudah, terlebih mertuanya tidak menyukai kehadiaran Cia sebagai menantu.
"Cia, kamu bersenang-senang seharian di kamar dan membiarkan Ibu dan adik bekerja, maksud kamu apa?" tegas Carlo membuat Cia sangat kaget.
Pasalnya Cia yang mengerjakan semua pekerjaan rumah seharian.
Tiba-tiba saja air mata Cia menetes tanpa di minta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MartiniKeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di rumah kosong 18+
Di tempat lain, Ruri sedang bersama seseorang di sebuah rumah kosong.
"Eunghh kak, enggak kuat lagi."
"Sabar sayang. Kamu enak banget, kita keluar bareng-bareng ya?"
Vito terus memompa tubuhnya dengan tubuh wanita mungil di bawah kungkungannya itu dengan tempo yang cepat, hingga keduanya pada akhirnya sampai pada puncaknya. Vito lalu menggeram saat merasakan sensasi nikmat yang sangat luar biasa.
"Kak, kita sudah melakukannya empat kali. Kamu enggak ada niat gitu mau menikahiku? Aku takut, aku takut hamil kak." Ucap wanita itu yang tidak lain adalah Ruri.
Vito menghela nafasnya kasar, meraih celana dan bajunya lalu mengenakannya terlebih dahulu. Dan setelahnya, pria berambut ikal dengan kulit kecoklatan itu meraih sebungkus rokok dan mengambil satu batang lalu menghisapnya.
Kepulan asap itu mengepul di sekitar area rumah kosong tempat mereka melakukan perbuatan maksiat itu.
"Kak, kamu belum jawab pertanyaan aku."
"Pakai bajumu terlebih dahulu Ruri. Kamu mau kita di grebek saat tahu kalau kamu berpenampilan seperti sekarang ini?"tanya Vito jengkel sendiri dengan sikap kekasihnya itu.
Ruri mencebikkan ujung bibirnya dengan kesal. " Biarkan saja. Biar orang pada tahu, biar kita segera dinikahkan." Cetus Ruri.
Dan perkataan Ruri itu memantik emosi yang ada di dalam diri Vito.
Vito yang tengah menikmati sebatang rokok itu langsung berdiri dan menghampiri Ruri, pria tempramental itu tidak segan-segan mencengkram dagu Ruri, hingga membuat Ruri memekik tertahan.
"Ka--ak,"
"Sekali lagi kamu mengatakannya, aku akan menyulut mulutmu itu dengan api rokok ini Ruri. Kamu tahu betul kalau aku tidak suka dengan perkataanmu itu. Aku belum siap menikah! Kamu pikir kalau kita di grebek, papaku akan diam saja gitu? Papaku yang notabenenya orang terpandang di kota ini pasti akan murka. Mau di taruh di mana mukanya nanti?"desis Vito lalu melepaskan cengkramannya dengan keras.
Ruri tertunduk, agak takut dengan kemarahan pria yang berstatus pacarnya itu. Sudah lima bulan mereka menjalin hubungan, namun Vito belum mau meresmikannya, apalagi pria itu dengan gamblang selalu mengajaknya berhubungan suami istri, terhitung sudah empat kali mereka melakukannya, dan Vito sama sekali belum berniat menikahi dirinya.
Ruri takut jika dirinya hamil.
"Bukankah aku selalu memberikanmu uang untuk membeli obat pencegah kehamilan di klinik? Apa kamu tidak membelinya Ruri?"tanya Vito dengan serius.
Glek
Ruri meneguk ludahnya dengan susah payah, pria itu memang selalu memberikannya uang dengan jumlah yang sangat banyak, maka dari itu Ruri sangat menyukai Vito, namun uang itu juga yang selalu di pergunakan oleh Ruri untuk membeli barang-barang mewah, kalau masalah obat pencegah kehamilan, Ruri tidak pernah membelinya apalagi mengkonsumsinya.
"Su--dah kak,"sahut Ruri berbohong, tidak mungkin dirinya berkata jujur, yang akan memantik emosi pada diri Vito nantinya.
Vito tersenyum puas mendengarnya. "Bagus, kau memang kekasihku yang penurut." Lalu pria itu mengeluarkan dompetnya dan meraih beberapa lembar uang dan memberikannya kepada Ruri.
"Ini untuk kamu sayang. Besok aku akan ke rumah kamu. Ingat, kalau bisa jangan sampai ada orang di rumahmu, karena aku menginginkanmu lagi." Ucap Vito sambil mengecup pipi Ruri.
Ruri mengangguk antusias, siapa sih yang tidak senang diberikan uang dengan jumlah banyak seperti ini?
Bagi Ruri, semua wanita pasti akan melakukan hal yang sama, jika itu berhubungan dengan uang.
"Terima kasih kak, kakak memang sangat baik sekali."
Vito menganggukkan kepalanya. "Ayo pakai baju kamu, kita harus segera pergi dari sini, takutnya ada yang melihat kita di sini." Ajak Vito.
Ruri juga menganggukkan kepalanya. Lalu segera mengenakan pakaiannya kembali.
Vito berasal dari keluarga terpandang di kotanya. Orang tuanya terkenal sering membantu orang susah. Di kotanya Vito di kenal dengan sopan santunnya, dan tidak pernah berbuat hal-hal yang buruk. Orang tuanya juga sangat bangga dengan anak satu-satunya itu. Namun sayang, itu hanya di depan mereka saja, di belakangnya ternyata Vito memiliki sifat seperti seorang monster yang sangat menyeramkan.
Vito sering melakukan maksiat dengan beberapa perempuan, kalau mengira Ruri yang pertama, jawabannya salah, karena Vito sebelumnya sudah sering melakukan hal yang sama pada pacarnya yang sudah meninggal.
Ya, Vito itu adalah pria tempramental, yang akan berbuat kasar kepada pacarnya jika pacarnya tidak mendengar ucapannya. Vito tidak segan-segan menyakiti pacarnya.
Pacar Vito yang dulu pernah minta tanggung jawab pada pria itu karena Vito sudah menghamilinya.
Vito sangat marah mendengarnya, karena sampai kapanpun pria itu tidak akan pernah mau menikah dengan wanita yang tergolong dari keluarga biasa-biasa saja, Vito akhirnya memutuskan untuk membunuh kekasihnya itu. Tentunya tanpa sepengetahuan siapa pun.
"Yuk, kak." Ucap Ruri sesaat setelah wanita itu mengenakan pakaiannya.
"Sebaiknya kamu yang jalan duluan, aku akan berjalan di belakangmu." Ucap Vito.
Kedua berjalan meninggalkan tempat itu, namun baru beberapa langkah mereka berjalan...
"Vito, kamu ngapain di sini?"
Degh
Ruri terlonjak kaget mendengar suara seseorang.
" Mama ngapain di sini? Bukannya mama sedang menemani Papa di rumah?" Vito tergeragap saat mendapati sang mama yang menatap ke arahnya. Matanya sesekali melirik ke arah Ruri yang masih diam di tempatnya.
Vito mengumpat di dalam hatinya, kenapa perempuan itu masih berdiri di sana dan tidak pergi? Bagaimana kalau mamanya sampai curiga? Vito tidak mau image buruknya di ketahui oleh sang mama.
"Mama memang mencarimu. Lagi ngapain kamu dari rumah kosong ini? Kurang kerjaan sekali kamu ini," omel sang mama, matanya memicing ke arah Vito.
Vito tersenyum, walaupun jantungnya sudah berdebar tidak karuan. Sungguh dirinya sangat takut sekali jika mamanya sampai mengetahui perbuatannya itu.
"Emm anu, itu Ma."
"Anu apa? Jangan kebanyakan anu Vito, kamu ini ya. Cepat, kamu dicariin sama temenmu. Kasihan mereka,sudah menunggu lama di rumah." Kata mamanya Vito.
Vito menganggukkan kepalanya, lalu pergi bersama dengan mamanya meninggalkan tempat itu. Dan Ruri masih ada di sana, masih menunggu Vito dan mamanya.
Namun, baru akan melangkah, tiba-tiba ada yang menyapanya. "Selamat pagi, bu Indri. Apa kabar?" Ruri menyapa ramah pada perempuan paruh baya yang berdandan menor itu.
Bu Indri, Ibu dari Vito itu memicingkan matanya, menelisik penampilan perempuan yang ada di depannya itu dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Kamu siapa?"
Ruri nyengir, matanya menoleh ke arah Vito - pacarnya itu, dan saat itu juga Vito menatapnya dengan tatapan yang sangat tajam. Ruri meringis melihat tatapan pacarnya itu.
"Emm, saya Ruri Bu." Ruri mengulurkan tangannya ke arah bu Indri, namun bu Indri sama sekali tidak menggapai uluran tangan Ruri itu.
"Bukan kelas saya, jadi saya enggak mau menjabat tanganmu." Jawaban yang terdengar sangat ketus dan hal itu membuat hati Ruri sakit, jelas penolakan pertama dan pertemuan pertama, namun kesan yang diterima oleh bu Indri malah seperti ini. Tak ada kesan ramah sama sekali.
"Maaf,"
"Ada keperluan apa kamu menghalangi jalanku ha? Kurang kerjaan ya?" tanya bu Indri dengan tatapan yang sangat tajam.
Terima kasih ya krn sudah mampir🙏, jangan lupa like dan komentarnya ya kakak2, biar author tambah semangat nulisnya😊