Karya ini orisinal, bukan buatan AI sama sekali. Konten *** Kencana adalah sang kakak yang ingin menikah beberapa waktu lagi. Namun kejadian tak terduga malah membalikkan keadaan. Laut Bening Xhabiru, menggantikannya menjadi istri pria dingin berusia 30 tahun yang bahkan belum pernah berciuman dengan wanita lain sebelumnya. Akankah mereka bahagia dalam pernikahan tanpa cinta ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Air Chery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesona
Bening menganggukkan kepala, membuat Uni semakin terkejut.
“Sungguh akan menjadi kisah cinta yang rumit. Lalu apa yang terjadi dengan kak Kencana? Bukankah itu memang pilihannya sejak awal?” cecar Uni yang tahu betul seluk-beluk cerita keluarga sahabatnya.
“Kakak gue hamil anak dari Reo, pacarnya sejak kuliah itu,” jawab Bening murung.
“Apa! Bening, gue nggak bisa bayangkan kalau gue di posisi lu. Bisa-bisa gue loncat dari gedung hotel ini aja deh.”
“Itu pikiran dangkal dan impulsif. Gue nggak akan mengorbankan raga gue untuk mati sia-sia. Setidaknya gue harus mencoba menjalani dulu kehidupan ini,” jelas Bening, menunjukkan sikapnya yang tidak gegabah.
“Ya, ya, gue yakin lu memang nggak akan se-impulsif gue. Tapi, gimana dengan nyokap dan bokap lu sekarang? Mereka pasti lagi sedih banget,” kata Uni dengan wajah sedih.
Ia sudah terlalu lama dan sering berinteraksi dengan keluarga Bening hingga tahu karakter kedua orang tua itu. Uni juga tahu keluarga Bening selalu hangat dan harmonis, sehingga kejadian ini pasti amat sangat membuat mereka terpukul.
“Ya, gue juga kepikiran mereka, terlebih bunda gue,” balas Bening.
Bening menggigit bibirnya. Di balik kekhawatirannya, hatinya mengakui ia masih kesal dengan orang tuanya yang membuat dirinya menjadi korban citra keluarga. Rasa marah itu belum hilang dan belum terlampiaskan. Entah kapan akan berangsur reda.
...🍍🍍🍍...
Di dalam ruang rapat besar, dengan meja panjang memisahkan Bumi Segara dan dua orang laki-laki dari perusahaan lain, sedang membahas bisnis berat.
“Kami rasa tidak perlu banyak berbincang tentang proyek ini lagi. Kita akan menjadi mitra yang saling membantu dengan baik, mengingat saya sendiri adalah rekan pak Jedan,” ujar lelaki berkepala empat.
Segara memandang lawan bicaranya dengan seksama tanpa menyela sedikit pun. Ia memang selalu seperti itu: dingin dan tegas.
“Apa Anda punya pertanyaan, Pak Segara?” tanya rekan lain.
“Saya sudah meninjau situasi proyek Vila Slavia. Setiap vila berukuran besar dan bersih serta desain bangunan cukup menarik,” jelas Segara akhirnya.
“Hehehe, tentu saja. Dari itu kerja sama ini pasti akan terjadi dan terjalin dengan sangat baik,” ungkap lelaki itu lagi dengan penuh percaya diri.
“Saya baru saja menyebutkan semua kelebihan proyek Anda. Namun, jangan lewatkan hasil tinjauan lainnya.” Kedua orang itu saling bertukar pandangan, tidak mengerti maksud perkataan Segara.
“Baiklah, saya akan menjelaskan hasil lainnya. Proyek Vila Slavia bertata letak di tempat yang sulit dijangkau, harga relatif tinggi sehingga orang yang berkunjung pun jarang bermalam di sana, mereka hanya menikmati pemandangan alam, serta para pelayan lapangan kurang ramah kepada pendatang. Melihat sisi ini, Karya Finansia tidak dapat mengambil risiko besar. Dengan kata lain, kami tidak bisa memberikan investasi pada proyek Anda,” jelas Segara.
Seperti biasanya, ia selalu tegas dalam mengambil langkah keputusan untuk perusahaannya. Inilah yang menjadikannya terkenal di kalangan investor dengan personal branding yang tegas, sombong, dan dingin.
Dua orang klien saling bertukar pandangan. Mereka tidak menyangka bahwa hubungan pertemanan dengan kakek Jedan pun tidak mampu meluruhkan benteng pertahanan Segara.
“Tapi Pak Segara, saya yakin proyek ini akan berkembang di masa depan dengan sangat,” sanggah lelaki itu lagi.
“Sejauh ini saya tidak melihat solusi yang berkembang,” balas Segara tegas.
“Pak Segara, kami rasa menjadi mitra karena kekerabatan tidak menjadi masalah besar dan akan kami perbaiki pelan-pelan. Bagaimanapun, saya dan pak Jedan sudah melewati suka dan duka bersama.”
“Pak Jeka, bisnis tetaplah bisnis. Simpulan dari investasi adalah membeli untuk nilai masa depan. Kami adalah perusahaan investasi, bukan badan amal yang bisa dimanfaatkan tanpa imbal balik,” ungkap Segara.
Ia lalu berdiri dan mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.
“Terima kasih sudah meluangkan waktu Anda yang berharga,” ucapnya.
Hal itu membuat darah kedua lelaki itu mendidih karena amarah. Tanpa menyambut jabat tangan Segara, mereka beranjak pergi meninggalkan ruang rapat. Segara tersenyum puas.
“Pak Segara, jadwal siang ini adalah makan bersama mitra Inti Investama,” kata Shaka, yang selalu bersikap formal di kantor.
“Sore dan malam?” tanya Segara.
“Kedua waktu itu kosong. Anda bisa pulang lebih awal,” jawab Shaka.
“Tidak, majukan jadwal lain. Aku akan lembur,” ujar Segara sembari beranjak pergi, meninggalkan Shaka yang bingung menghadapi permintaan atasannya. Segara tidak ingin pulang terlalu cepat dan terus teringat saat masuk kamar, saat bersiap ke kantor.
📌 Flashback On
Jam menunjukkan 01.11 WIB. Segara memutuskan tidur. Saat membuka pintu, pemandangan jelas terlihat: di atas sofa, selimut yang menutupi tubuh Bening sudah tersingkap, memperlihatkan bentuk tubuhnya lagi. Segara memandangi wajah Bening yang teduh dan hangat saat tidur, tanpa polesan riasan apapun. Wanita itu sudah terlalu lelah untuk sekadar memakai perawatan rutin malamnya.
Segara segera mengalihkan pandangannya, naik ke tempat tidur, dan menutup mata Bening paksa, memerintahnya segera tidur.
Keesokan paginya jam menunjukkan 06.20 WIB. Segara terbangun seperti biasa, sedang Bening masih terlelap. Selimut di tubuhnya sudah hilang, tercampakkan di lantai. Jelas, baju Bening tersingkap, menyajikan pemandangan paha putih mulusnya di depan mata Segara. Ia mengambil selimut itu dan menutup tubuh istrinya, lalu bergegas masuk kamar mandi dan terburu-buru berangkat ke kantor.
📌 Flashback Off
“Driiiiiing, driiiiiiiing,” suara ponsel berdering. Shaka melihat nama Segara di monitor, segera mengangkatnya.
“Halo, Pak Bumi Segara.”
“Berbelanjalah baju-baju wanita di pusat perbelanjaan sebanyak-banyaknya. Suruh pegawai memilihnya, lalu antar ke hotel Quentin, kamar nomor 173. Ingat, jangan melihat siapapun yang membuka pintu kamar. Tutup matamu dan berikan baju-baju itu. Jangan terlalu lama di sana,” jelas Segara, membuat Shaka terbelalak.
Shaka menggaruk tengkuknya, tidak mengerti sikap Segara yang makin aneh. Ia sudah bolak-balik ke hotel itu; tadi pagi baru saja mengambil berkas penting Segara yang ditinggal di meja resepsionis.
“Pak Segara, kalau begitu mengapa tidak aku berikan saja ke resepsionis hotel?”
“Tidak, kau langsung yang memberikannya,” jawab Segara.
“Pak, aku sudah tahu siapa istrimu. Mengapa kau berusaha menutupinya lagi sekarang?”
“Aku akan tunggu kabar darimu,” ujar Segara, lalu menutup panggilan.
“Ada apa dengannya! Menikah membuatnya bertambah aneh,” gerutu Shaka. Walau begitu, ia tetap menuruti permintaan bos sekaligus teman masa kecilnya itu.
...🥝🥝🥝...
bab ini sangat pendek sedikit😁
ok thax u🙏
karya mu sangat bagus thor,
ga gersang
bening²😆
berani negur segara langsung😅
tapi segara masih cuek guys😂
thx u thor 🙏