🌶️🌶️🌶️
Xaviera, wanita 25 tahun, putri keluarga konglomerat dengan kehidupan gemerlap, namun asmara selalu berakhir tragis.
Perjodohan demi perjodohan tak pernah tulus, menjadikannya korban cinta segitiga. Sebuah sumpah dari mantan kekasihnya, Rumie, menjeratnya dalam penderitaan. Demi menghapus sumpah itu, Xaviera nekad mengejar Rumie untuk meminta maaf.
Akankah dia berhasil? Ataukah dia malah akan terjebak kembali dengan cinta lamanya pada Rumie, dan membuka luka baru untuk keduanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noveria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7
Rumie semalaman memikirkan keinginan ayahnya tentang liburan ke Jerman.
Membolak-balikkan majalah, “Jones Moreles,” gumamnya.
Nama seorang CEO di perusahaan AIXZ, yang bergerak dalam bidang teknologi dan AI yang terkenal di Jerman.
Rumie, sangat terpukau dengan latar belakang Jones yang sangat menginspirasinya.
Akhirnya, Rumie memantapkan diri untuk mengemas pakaiannya dan akan pergi ke Jerman lusa, dia kemudian meminta asisten pribadinya mengurus paspor serta berkas lainnya.
Sementara, di Berlin.
Xaviera tengah bersungguh-sungguh menjalani terapi untuk memulihkan kesehatannya.
Dia baru selesai dengan terapi yang dilakukannya, kemudian seorang pelayan mendekat, “Nona, Tuan Lukas sudah menunggu di ruang tengah,”
Lukas datang dengan beberapa pengawal di belakangnya. Membawa tumpukan hadiah.
Melihat Xaviera duduk di kursi roda, membuat raut wajahnya menunjukkan rasa jijik, namun mencoba menahannya, dan tetap tersenyum.
“Kau masih ada nyali datang kesini?” Xaviera tersenyum dingin, melihat kedatangan Lukas.
“Sayang, kau masih marah,” ucap Lukas, mendekat dan melingkarkan tangannya ke leher Xaviera. Xaviera dengan cepat menyingkirkannya dan menatap dengan wajah kesal.
“Jangan berharap, pernikahan itu terjadi! Aku tak kan sudi!” Xaviera meludahi wajah Lukas yang berjongkok dan menatapnya.
Lukas mengeratkan giginya, masih mencoba menahan rasa kesalnya. Karena, banyak cctv di ruangan. Dia tidak mungkin, menampar Xaviera meskipun ingin.
“Aku membawa hadiah untukmu.” Lukas mengelap ludah di pipinya, kemudian bangkit dan menunjukkan beberapa kotak hadiah yang dibawanya.
“Bawa pergi semua itu! Atau kau bisa menyuruh orang untuk membuangnya,” ucap Xaviera dengan ketus, mencoba bangkit dan bangun dari kursi roda untuk mengambil air di meja.
Namun, rasa nyeri di punggungnya semakin menjalar ketika bergerak, membuatnya jatuh tersungkur.
Lukas menertawakan sikap Xaviera yang angkuh dalam kondisi seperti itu.
“Astaga, kau pikir aku mau melakukan semua ini?” Lukas mendekat, mengulurkan tangannya, mencoba menolong Xaviera. Namun, Xaviera menolak dan mulai merangkak menarik kursi rodanya lebih dekat.
Lukas berjongkok dan menatap Xaviera, tatapannya lembut namun senyumnya menyayat, “Jika tidak karena orang tuaku, aku pun tak akan sudi bersentuhan dengan wanita cacat sepertimu!”
Xaviera menoleh, kemudian mendorong kursi rodanya ke arah Lukas.
“Pergi!” teriak Xaviera lantang.
“Pergi dari sini, b4jingan!” teriaknya lagi, membuat para pelayan mendekat dan melihat apa yang sedang terjadi kepada nona mudanya.
Lukas bangkit, kemudian pergi meninggalkan Xaviera.
“Sialan! Akan aku pastikan kau akan merasakan 10 kali lipat kesakitan yang aku rasakan!” ucap Xaviera lantang.
Lukas hanya tersenyum mendengar kalimat itu, “Kau yang sialan!”
Setelah Lukas menghilang dari pandangannya. Xaviera memukul lantai dengan keras, merasa kesal dengan hidup dan penderitaannya.
“Nona muda, aku akan membantu anda bangun!” ucap pelayan, berjongkok dan mengangkat tangan Xaviera.
Dengan kasar Xaviera menolak dan mendorong tubuh pelayannya hingga terjungkal.
“Kau pikir aku butuh rasa kasihan mu!” gertak Xaviera.
Xaviera merangkak dan perlahan menarik kursi rodanya. Mencoba bangkit demi sedikit kembali duduk.
“Aku harus segera pulih, aku tidak Sudi menikah dengan pria bajing4n itu!”
Dengan amarah yang menumpuk Xaviera kembali memanggil dokter yang merawatnya. Memakinya dengan lantang, karena meskipun sudah tiga hari menjalani terapi, tidak ada perubahan pada dirinya.
“Panggil dokter lainnya! Cepat!” gertak Xaviera kepada asisten pribadinya.
Perasaan gemuruh mengepung kesakitan di dalam hatinya, tanggal pernikahan sisa sepuluh hari lagi. Xaviera harus kembali pulih secepatnya, agar bisa bertemu Jones dengan keadaan sempurna.
“Lebih baik menjadi istri rahasia Jones, daripada aku harus menikah dengan pria buruk seperti Lukas!” gerutu Xaviera.
Dokter lain datang, kemudian Xaviera memulai pengobatan terapinya lagi.
Meskipun harus menguras waktu dan uang, Xaviera tidak peduli. Dia hanya ingin bangun dan kembali seperti sedia kala.
Tepat tengah malam, dimana semua orang tengah tertidur pulas. Di dalam kamar Xaviera, mencoba turun dari tempat tidurnya tanpa bantuan pelayan. Kakinya menapak lantai, sambil menahan rasa nyeri pada bekas operasi di punggungnya.
“Aku harus bangkit! Aku tidak ingin semakin diinjak-injak oleh wanita tua itu! Aku harus berhasil dengan bisnisku dan meninggalkan neraka ini,” gumam Xaviera.
Perlahan bangun, tangannya berpegangan di sudut meja, berjalan perlahan selangkah demi selangkah.
Xaviera menarik tirai jendela di kamarnya, tangannya masih merambat di dinding. Keluar menuju balkon perlahan.
Huhh….
Menghela nafas panjang, merasakan udara malam yang tenang.
Xaviera memandang ke arah gereja, yang terlihat dari balkon istana neneknya. Menara yang tinggi dan megah seperti siluet di langit malam. Suara lonceng gereja terdengar perlahan-lahan. Terkesan seperti magis yang menyelipkan ketenangan di jiwa yang sebelumnya penuh dengan amarah.
Sekilas teringat kenangan hangat, dimana saat menghabiskan malam yang penuh dengan kehangatan dengan Rumie.
Rumie bagaikan pelipur kesedihannya, dari hari yang penuh dengan kesepian. Orang tua yang sibuk dengan kehidupan masing-masing, hanya bertemu dan bertatap muka untuk berdebat.
Ayahnya yang selalu berselingkuh dan sering ketahuan oleh Xaviera, ibunya yang hanya menginginkan nilai sempurna dan kepribadian sempurna darinya.
Bahkan, hidup dengan neneknya hanya dijadikan sebuah piala. Piala yang harus diperebutkan pria kaya dan setara.
“Rumieeee!” Xaviera berteriak sekeras-kerasnya. Air mata ikut menetes beriringan dengan suara gemetar atas penyesalan meninggalkan satu-satunya hal baik yang hadir dalam hidupnya.
Xaviera berjongkok, menutup kedua matanya penuh dengan air mata yang tumpah.
“Kemana aku harus mencarimu, Rumie?”
Di sisi lain, teriakan Xaviera dari kejauhan terdengar seperti mantra magis yang memanggil Rumie. Saat itu, dia tengah menikmati waktu santainya dengan berendam di bathtub, setelah jogging sore hari yang menyegarkan. Namun, tiba-tiba dia merasakan kesulitan bernapas yang tak terduga, hingga dia memukul dadanya perlahan-lahan dengan tangan yang lembut.
Rasa sakit yang tidak jelas asalnya itu seperti ada beban berat yang menekan paru-parunya, membuat nafasnya menjadi sesak dan tidak teratur. Rasanya seperti ada tumpukan batu yang memenuhi rongga dada, membuat setiap tarikan nafas terasa berat dan menyakitkan. Rumie tidak mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya, tapi dia tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan tubuhnya.
Dalam keheningan kamar mandi, suara air yang mengalir dan teriakan Xaviera dari kejauhan menjadi bagian yang menyayat hati Rumie. Dia merasa seperti sedang berada di ambang sesuatu yang tidak diketahui, dan dia tidak tahu bagaimana cara untuk kembali ke keadaan normal.
Rumie membasuh wajahnya dengan air berulang kali, berusaha mengatur nafasnya perlahan.
Kemudian bangkit dan keluar dari bathtub, membalut tubuhnya dengan handuk. Tangannya merambat ke dinding, mencoba mencari pertolongan.
Suara aneh menggema di dalam telinga dan pikirannya. Memanggil namanya berulang kali.
“SIAPA DISANA!” teriak Rumie.
Pandangan matanya menatap langit, air mata menetes di pipi, bahkan dia sendiri tidak tahu kapan turun.
Kontak batin semakin kuat, nih. Apa jangan-jangan mereka bakal ketemu setelah ini?
Jangan lupa like, subscribe dan komentarnya 🙏
Ah kau ini terlalu berlebihan Xaviera 🤣🤣