Rahasia Yang Terlupakan

Mimpi itu datang lagi, aku kembali ke kantin sekolah. Dalam mimpiku, aku melihat lagi si Mola-mola. Ketika aku ingin menyentuhnya, tanganku menembus lagi. Apa aku sudah jadi hantu?

Ia sedang menunduk untuk membaca buku. Tak ada seorang pun yang mau duduk dengannya. Aku ingat, dulu Ia siswi pindahan, sejak hari pertama pun, Ia tak pernah memiliki seorang teman. Itu karena tiga siswi yang paling di takuti di sekolah yang selalu merundungnya.

Ketiga siswi drama itu, menganggunya lagi. Salah seorang siswi melemparkan tangannya di meja dan membuat lelucon menyakitkan.

"Lihat, siapa ini?" Ia mencibir, suaranya di penuhi nada ejekan. "Apa kau sedang membaca dongeng Cinderella?"

Ia mendekat, senyumnya melengkung dengan sorot nata merendahkan. Ia mengambil buku milik Mola-mola. "Cih, kau berharap bisa mendapatkan pangeran dengan badanmu yang seperti tong itu?"

"Ja—jangan diambil." Mola-mola mencoba mengapai bukunya, suaranya gemetar.

Ia mencengkram rahangnya, kuku-kukunya menekan kulit sehingga membuat Mola-mola meringis. "Mengambil? Wah, aku tidak akan sejahat itu, hey. Aku hanya akan meminjamkannya, apa tidak boleh?" Setelah mengatakannya lalu ia mengisyaratkan untuk pergi.

"Hah," Aku terbangun. Leherku sangat panas dan perih, terlalu banyak menelan air sungai. Entah bagaimana aku bisa sampai di dalam tenda lagi, Caspian, bajingan itu benar-benar membuatku kesal.

Aku mencoba duduk menyender. Malam itu, aku yakin sedang berada di tengah jalan dan tertabrak truk saat di kejar para rentenir. Seharusnya aku sudah mati, kan. Tetapi, aku malah bangun dalam dunia Novel milik Mola-mola.

Tragisnya, aku terbangun dan menjadi sosok 'Winola' nama yang sama persis denganku. Nasibnya sangat malang karena ia di jadikan pion penyihir untuk menggantikan Ratu Albastar karena mereka memiliki wajah yang hampir mirip. Penyihir itu menyandera ibunya, lalu mengubahnya menjadi kucing. Mau tak mau, Winola harus menjalankan perintah sang penyihir demi menyelamatkan ibunya.

Namun, terjadi suatu masalah sehingga Winola tak pernah sampai di istana. Ia tersesat di hutan dan kehilangan mantra yang di berikan penyihir itu, lalu bertemu Grand Duke Caspian Aston. Membuat mereka saling suka, namun pada akhirnya Caspian mengeksekusinya dan Winola hanya berakhir mati menyedihkan tanpa keadilan. Bukankah si idiot ini korban?

Jika cerita ini berjalan sesuai alurnya, maka seharusnya Duke itu adalah Bos besar, bukan? Dalam cerita asli, ketika bertemu dan mengubah kucing itu menjadi manusia lagi, bukankah Grand Duke menyukainya dan berakhir menikahinya? Kenapa dia malah ingin membunuhku. Bajingan tidak tau diri.

"Lady, anda sudah bangun," Julian membawa nampan makan. Ia masuk dan meletakkannya diatas meja. "Anda harus makan dan beristirahat."

Pikiranku sedikit kabur, tapi aku bisa mengingatnya. "Apa kau yang menyelamatkanku?" Julian mengangguk. "Kenapa? Apa kau merasa kehilangan kucingmu, heh?"

Julian berbalik dan hendak pergi. "Sebaiknya anda segera makan dan beristirahat, tak usah membahas yang lalu-lalu."

Aku menurunkan bibirku, "Ya, Sebaiknya aku makan agar memiliki energi untuk menghabisi Bos besar."

Julian menghembuskan napas dengan kasar, "Saya tidak menjamin anda bisa selamat dua kali,"

Julian sudah pergi. Aku melihat isi mangkuk, bubur dengan toping jamur. Mereka tidak mungkin meracuniku, setelah menyelamatkan ku bukan? Alasan kenapa aku tidak mati, mungkin penulis tidak ingin mengubah alur ceritanya. Ini masih jauh dari konflik utama, aku harus memikirkan cara untuk kabur.

Ya, cara untuk kabur, bukankah aku selalu punya cara untuk kabur.

Aku menghabiskan sarapanku dengan cepat. Melepas kalung di leherku dan berubah menjadi kucing. Kalung Caspian ini artefak pembatal sihir. Badanku terasa lebih ringan saat menjadi kucing. Aku meletakkan kalung di belakang keranjang sehingga bisa kembali lagi nanti. Menyelinap keluar dengan tubuh kucing lebih mudah, kan.

Di luar tampak sibuk, seperti akan terjadi sesuatu, kenapa mereka semua sangat serius? Bodoh amat, aku harus mengambil sesuatu dulu sebagai perbekalan.

Sangat berbahaya jika aku ke kamar Bos, aku pergi ke tenda Julian karena tempo hari aku melihat ia memiliki beberapa koin emas dalam peti. Saat aku berhasil menemukannya, ada seseorang datang dan aku lekas bersembunyi.

"Kami sudah memeriksa jalur aman, Count." Seorang pria berjalan beriringan dengan Julian. "Persiapan akan di selesaikan sore ini sehingga kita semua bisa berangkat petang nanti."

"Rapatkan saja jalurnya, perintahkan beberapa pengawal menyebar di sekitar jalur untuk mengantisipasi." Titah Julian.

"Baik Count, saya undur diri."

Setelah kepergian mereka berdua, aku bergegas kembali ke kamar dan berubah lagi untuk bertemu Julian. "Kalian mau pergi kemana?"

Julian menghentikan aktivitasnya, matanya terlihat kuyu. "Kota Aspen, sebaiknya Lady juga bersiap-siap."

"Aku tidak ikut." Aku mengangkat kedua bahuku. "Kalian bisa pergi tanpaku."

"Itu bukan pilihan, melainkan perintah." Jawab Julian.

Pria itu sibuk merapikan kotak-kotak diatas kereta kuda. Aku naik ke atas dan duduk bertumpu satu kaki. "Hey, kenapa aku harus ikut bersama orang yang mau membunuhku? Apa kalian mau menjualku?"

Julian acuh dan tetap melanjutkan pekerjaannya. Aku melompat dan mengambil kotak dari genggaman Julian untuk menarik perhatiannya. "Aku tidak mau ikut! Dengarkan aku, Tuan Julian. Aku tidak berasal dari dunia ini, dan kalian hanyalah karakter dalam novel, percayalah."

Napas Julian terdengar berat, suaranya serak, dia terlihat kelelahan. "Lady, jika anda tidak mau membantu, anda bisa duduk saja dan makan dendeng."

Kedua alisku naik, bibirku turun mendengar ucapannya. Harga diriku hanya sebatas dendeng nangka sialan. "Seharusnya aku tidak kaget, kau bahkan membantah ayahmu di depan para tetua dan memilih untuk kabur di sisi Bos."

Julian terdiam, tangannya yang semula memegang kotak kini tertahan di udara. "Bagaimana kau mengetahuinya?"

Aku mengangkat bahu, "Anggaplah aku memang seorang penyihir di masa depan, aku mengetahui segalanya."

"Apa lagi yang anda ketahui?" Serbunya, sangat penasaran.

"Huh?" Aku berpikir sejenak. "Kau memilih menjadi Advisor setelah menyelesaikan akademi karena berhutang budi kepada Caspian. Ayahmu tidak setuju karena kau anak pertama, tetapi kau bersikeras dan membantah ayahmu, lalu—wah aku lupa."

Julian memegang kedua bahuku dengan sorot mata yang serius. "Siapa kau sebenarnya!"

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Kesalahan fatal, aku kembali di kurung dalam gerbong kereta kuda. Mereka mengunci pintu dan menggotongku seperti karung beras dan melemparku begitu saja. Dasar makhluk kuno ini! Tidak punya tata krama sama sekali!

Yeah, seharusnya aku lebih berhati-hati.

Setelah ini, mereka akan pergi ke Kota Aspen untuk bertemu Baron Jael. Disanalah Caspian bodoh itu akan jatuh cinta kepada Winola yang asli sehingga ia membawanya ke Istana Solara Terras.

Pada kisahnya, Grand Duke jatuh cinta karena Winola memiliki karakter yang baik dan berprilaku anggun. Dalam sebuah malam, Winola menyelamatkannya dari bandit, makannya Grand Duke itu sampai terobsesi kepadanya.

"Yaa, aku masih belum tau bagaimana cara untuk kembali, tapi setidaknya aku tidak harus mengikuti alur ceritanya jika tidak mau mati, kan?"

Aku mendobrak pintunya, "Hey, setidaknya bukalah jendela, aku kau mati disini!"

Jendelanya benar-benar di buka. Di sebelahku, Caspian menunggangi kudanya. Kepalaku muncul keluar jendela. "Bos, aku juga mau naik kuda."

"Diamlah," Sarkasnya.

Aku berdecih, apa dia meremehkanku. "Aku pernah ikut lomba pacu kuda, menang juara lima belas." 

Aku melihat Caspian, dia tak mau menengokku sedikit pun. Wajahnya yang tersapu lentera malam terlihat kaku tanpa ekspresi.

"Bos, apa pun yang terjadi, tolong jangan menyukaiku."