Tidak semua cinta datang dua kali. Tapi kadang, Tuhan menghadirkan seseorang yang begitu mirip, untuk menyembuhkan yang pernah patah.
Qilla, seorang gadis ceria yang dulu memiliki kehidupan bahagia bersama suaminya, Brian—lelaki yang dicintainya sepenuh hati. Namun kebahagiaan itu sekejap hilang saat kecelakaan tragis menimpa mereka berdua. Brian meninggal dunia, sementara Qilla jatuh koma dalam waktu yang sangat lama.
Saat akhirnya Qilla terbangun, ia tidak lagi mengingat siapa pun. Bahkan, ia tak mengenali siapa dirinya. Delvan, sang abang sepupu yang selalu ada untuknya, mencoba berbagai cara untuk mengembalikan ingatannya. Termasuk menjodohkan Qilla dengan pria bernama Bryan—lelaki yang wajah dan sikapnya sangat mirip dengan mendiang Brian.
Tapi bisakah cinta tumbuh dari sosok yang hanya mirip? Dan mungkinkah Qilla membuka hatinya untuk cinta yang baru, meski bayangan masa lalunya belum benar-benar pergi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lesyah_Aldebaran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Puluh sembilan
Brian sedang mengabsen kehadiran siswa-siswi di kelasnya.
"Kintania Raqilla Alexander," ucap Brian sambil memeriksa daftar kehadiran.
Hening. Tak ada sahutan. "Kintania Raqilla Alexander," ulangnya sekali lagi, kini dengan nada lebih tegas. Namun tetap saja tidak ada jawaban, hanya keheningan yang menjawab.
Brian mengangkat wajahnya, menatap ke arah bangku Qilla yang kosong. Keningnya berkerut, menunjukkan kekhawatiran dan sedikit kebingungan. Dia menghela napas, pikiran Brian dipenuhi dengan pertanyaan tentang keberadaan Qilla.
"Ada yang tahu Qilla ke mana?" tanyanya sambil menatap seluruh kelas, mencari informasi tentang keberadaan istrinya.
"Tidak ada, pak," jawab murid-murid serempak, menunjukkan bahwa tidak ada yang tahu tentang Qilla.
Brian memijit pangkal hidungnya, merasa pusing dan bingung. Pria itu yakin tadi pagi melihat Qilla masuk ke area sekolah, tapi sekarang istrinya itu tidak ada di kelas. Kekhawatiran mulai muncul di benaknya, dan Brian merasa perlu mencari tahu apa yang terjadi pada Qilla.
Sementara itu, Arion yang duduk di dekat jendela sedang mengerjakan tugas, namun secara tidak sengaja pandangannya tertuju ke luar jendela. Saat itu, dia melihat Qilla yang sedang duduk sendirian di area gazebo.
"Si Qilla di sana ternyata. Nggak ada kapok-kapoknya emang," gumam Arion pelan, sambil tersenyum kecil dan menggelengkan kepala. Arion tampaknya mengetahui sesuatu tentang Qilla yang tidak diketahui oleh Brian.
"Ssstt, lo lagi liatin apa?" bisik Harris sambil menyikut Arion, penasaran dengan apa yang sedang dilihat oleh temannya. Arion menarik kepala Harris agar melihat ke arah luar jendela juga.
"Liat deh," katanya sambil mengangguk ke arah Qilla yang sedang duduk santai di luar.
Harris mengikuti arah pandangan Arion dan melihat Qilla yang sedang duduk sendirian.
"Oh, Qilla," gumam Harris, sepertinya dia juga tahu sesuatu tentang Qilla. Kedua teman itu saling bertukar pandang, lalu kembali fokus pada tugas mereka sambil sesekali melirik ke luar jendela.
"Heran gue, dia tuh suka banget bolos pelajaran," bisik Harris pada Arion, menggelengkan kepala. Arion mengangguk setuju.
"Iya njir, tapi begitu-begitu dia selalu mendapatkan peringkat pertama," balas Arion dengan suara yang kecil seperti bisikan.
Tiba-tiba, Brian menegur mereka dengan tajam. "Arion, Harris. Sedang apa kalian?"
Arion menjawab cepat. "Nggak ada, pak." Harris membisikkan kata-kata kesal pada Arion.
"Lo sih, hampir aja kita kena semprot." Arion hanya tersenyum kecil, berusaha menutupi rasa takutnya.
Beberapa menit kemudian, Arion meminta izin untuk ke kamar mandi. "Pak, saya izin ke kamar mandi," kata Arion berdiri. Brian hanya mengangguk tanpa curiga.
Namun, alih-alih ke kamar mandi, Arion justru keluar menuju gazebo, tempat di mana Qilla terlihat duduk santai sambil makan keripik.
"Masuk, njir! Lo ngapain di sini coba?" ucap Arion, membuat Qilla terlonjak kaget.
"Sialan, lo ngapain ke sini sih?" tanya Qilla balik, sedikit kesal.
"Lo liat itu jendela? Itu tempat duduk gue, bego! Bisa kelihatan jelas dari sana, tolol," balas Arion, menunjukkan bahwa dia tahu Qilla bolos dan bisa dilihat dari kelas.
"Terus? Apa urusannya sama gue?" tanya Qilla, sepertinya tidak peduli dengan kehadiran Arion.
"Gue disuruh pak Brian nyeret lo balik ke kelas," jawab Arion dengan nada serius.
Qilla tidak percaya. "Jangan becanda, njir. Gak lucu."
Arion menatap Qilla dengan serius. "Lo liat muka gue kayak orang becanda?" Tampaknya Arion benar-benar serius tentang tugas yang diberikan oleh Brian.
Qilla memandangi wajah Arion, lalu mengangguk pelan. "Nggak sih."
Arion kemudian ditawari oleh Qilla untuk bolos bareng. "Lo mau bolos bareng gue gak?" tawar Qilla sambil nyengir.
"Si aying ditawarin bolos sama orang yang bolos. Ironis," ucap Arion, tapi tampak berpikir juga tentang tawaran itu.
Tiba-tiba, bahu mereka ditepuk seseorang, membuat Qilla langsung menatap Arion penuh tanya. "Lo?"
Arion menggelengkan kepalanya. "Bukan gue, sumpah." Keduanya menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang menepuk bahu mereka, dan wajah mereka menunjukkan rasa penasaran dan sedikit was-was.
Mata mereka membulat melihat siapa yang berdiri di belakang.
"Pak Souta," kata Arion sambil meneguk ludahnya, menunjukkan rasa takut dan hormat.
"Sedang apa bapak di sini?" tanya Arion mencoba mengalihkan perhatian. Namun, Souta langsung menanyakan kegiatan mereka.
"Kalian berdua sedang apa di sini? Bukankah sekarang masih jam pelajaran?"
Qilla mencoba menjelaskan. "Eum, itu-anu pak kami--" tapi Souta memotong dengan suara datar dan dingin.
"Ikut saya, sekarang." Tanpa menunggu jawaban, Souta berjalan lebih dulu, meninggalkan Qilla dan Arion yang hanya bisa saling pandang sebelum mengikuti dari belakang.
Souta Axton Nicholas, seorang guru bahasa Inggris yang dikenal sebagai guru paling galak di sekolah, memiliki reputasi yang tidak pernah tersenyum pada murid-muridnya. Meskipun begitu, ada yang menyukainya dan ada juga yang tidak. Yang pasti, Souta adalah sahabat lama Brian, dan Qilla serta Arion tahu bahwa mereka harus berhati-hati di depan Souta.
"Njir, galak banget tuh guru," gumam Arion pelan, mengomentari sifat Pak Souta yang dikenal keras. Qilla hanya diam sambil menahan tawa, sepertinya dia juga tahu bagaimana sifat Pak Souta.
"Kalau dia nggak segalak itu, mungkin gue jodohin sama sepupu gue bisa kali ya?" celetuk Arion asal, membuat Qilla tersenyum.
"Lo yakin dia mau sama sepupu lo?" balas Qilla, menyangsikan kemungkinan itu.
"Bisa jadi dia udah punya istri, atau lo mau sepupu lo jadi istri kedua?" sahut Qilla sambil cekikikan, membuat Arion tertawa.
"Lo kalau ngomong asal jeplak emang, Aying," kata Arion, menggoda Qilla yang suka berbicara seenaknya. Keduanya terus bercanda sambil mengikuti Pak Souta.
"Kalian berdua jangan berisik!" tegur Pak Souta dari depan mereka tanpa menoleh, membuat keduanya langsung terdiam dan menunduk seperti anak ayam ketakutan.
"Cik, galak amat njir. Cepet tua deh tuh guru, biar tau rasa," gerutu Arion pelan, tapi tidak cukup pelan karena Souta langsung menanggapi.
"Saya masih bisa dengar."
"Maaf, Pak," jawab Arion cepat, merasa takut. Qilla menahan tawa makin kuat, sementara Arion menyentil pelan kepala Qilla.
"Sialan," kata Arion kesal.
"Makanya, jangan berisik. Udah tau Pak Souta galak, malah lo katain," ucap Qilla sambil tertawa kecil, menggoda Arion.
"Gue kira gak kedengeran, njir!" seru Arion pelan, merasa kesal pada dirinya sendiri karena tidak bisa menjaga suara.
Sesampainya di lapangan, Pak Souta berdiri tegap dan berbalik menatap mereka dengan tatapan yang tajam. "Lari keliling lapangan. Tiga puluh putaran," perintahnya tanpa kompromi.
Mata Qilla dan Arion terbelalak, menunjukkan rasa tidak percaya dan kecewa.
"Tiga puluh pak?!" protes Arion, tapi Pak Souta hanya mengangguk sebagai jawaban, tidak menunjukkan belas kasihan.
"Gara-gara lo nih, gue jadi kena juga njir!" keluh Arion, menyalahkan Qilla atas hukuman yang mereka terima.
Qilla mengabaikannya dan mulai berlari, tidak ingin membuang waktu lagi. Arion hanya bisa menghela napas dan mengikuti Qilla, keduanya mulai berlari mengelilingi lapangan dengan berat hati.
"Eh Qilla, gue punya info penting buat lo," ucap Arion tiba-tiba sambil berlari.
"Informasi apaan? Kalau gak penting, gue tampol lo," sahut Qilla sambil terus berlari, tidak sabar mendengar apa yang ingin dikatakan Arion.
"Galak amat jadi perempuan njir," gumam Arion.
"Cepetan, apa?" tanya Qilla, ingin tahu apa informasi yang ingin disampaikan Arion.
"Dengar dulu," kata Arion, tapi Qilla langsung memotong. "Iya, dari tadi gue udah denger, aying!"
Arion tertawa melihat kekesalan Qilla.
"Dih! Malah ketawa nih anak. Apaan woy?" Qilla semakin kesal.
"Tadi pagi ada seseorang nyariin Pak Brian," kata Arion akhirnya.
Langkah Qilla langsung terhenti, dan Arion pun ikut berhenti.
"Seseorang? Tadi pagi? Kok gue gak tau ya?!" tanya Qilla, penasaran.
"Ya lo-nya aja bolos masuk kelas, gimana mau tau, ege?" balas Arion dengan senyum nakal.
"Iya juga ya. Terus, siapa tamunya? Datangnya kapan?" tanya Qilla, ingin tahu lebih lanjut.
"Sekitar tiga menit setelah Pak Brian datang," jawab Arion.
"Cowok atau cewek?" tanya Qilla lagi.
Belum sempat Arion menjawab, suara lantang Pak Souta terdengar. "Kintania Raqilla Alexander! Arion Damian Axelle! Siapa yang menyuruh kalian berhenti?" Keduanya langsung menoleh ke arah Pak Souta, wajah mereka menunjukkan rasa takut dan kesal.
"Bawel banget tuh guru, pengen gue lem mulutnya," gerutu Qilla sambil berlari.
"Gitu-gitu guru kita juga, ege," timpal Arion, berusaha menenangkan Qilla.
Keduanya pun kembali berlari mengelilingi lapangan.
"Pak Brian ternyata seleranya bagus juga," ucap Arion nyengir, membuat Qilla meliriknya dengan penasaran.
"Maksud lo? Tamunya perempuan?" tanya Qilla, ingin tahu lebih lanjut.
"Yoi, mana cantik banget njir," balas Arion, tersenyum nakal.
Qilla langsung mempercepat larinya, sepertinya dia tidak ingin membahas topik itu lagi. Arion hanya tertawa dan terus berlari di samping Qilla.