NovelToon NovelToon
Tinta Darah

Tinta Darah

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Mengubah sejarah / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:361
Nilai: 5
Nama Author: Permenkapas_

terlalu kejam Pandangan orang lain, sampai tak memberiku celah untuk menjelaskan apa yang terjadi!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Permenkapas_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

pindah

Mall di kota itu tidak jauh berbeda dengan mall yang berada di kotanya, bedanya di sini tidak terlalu padat penduduk. Oline membeli perlengkapan sekolah yang harus ia kenakan esok di sekolah barunya, meski ia sempat takut akan mendapat perlakuan yang sama nanti di sekolah yang baru. Untuk saat ini Oline mencoba berpikir positif.

“Hanya beli itu?” tanya Bara setelah melihat belanjaan Oline.

Oline melihat barang belanjaannya, menurutnya ini sudah lumayan banyak dan Bara bertanya 'hanya'.

“Menurutku ini sudah lumayan banyak.”

“Yakin?”

Tanpa menunggu jawaban Oline, Bara langsung mengambil barang bawaan Oline dan meletakkannya di kasir.

“Sana cari baju lagi!” perintahnya.

“Tapi baju apa yang harus aku beli?”

“Terserah, anak seusiamu seharusnya menjaga penampilan, setidaknya feminim dikit,” jawabnya acuh.

Oline meninggalkan Bara dengan wajah juteknya.

“Menjaga penampilan? Memangnya dia pikir selama ini aku tidak menjaga penampilanku, hah?” gerutunya kesal.

Bara mengawasi Oline dari kejauhan, tak sengaja ekor matanya menangkap sosok misterius itu yang juga sedang mengawasi oline. Dia berlari menghampiri sosok itu, tapi naas seorang office boy tidak sengaja menabrak tubuhnya dari belakang, Bara terjatuh, saat dia bangkit sosok itu sudah tidak ada di tempatnya.

“Ah ... sial! Cepat sekali dia pergi,” gerutunya sambil celingukan mencari keberadaan orang misterius tadi.

“Ma—maaf, Pak.”

OB itu menelangkupkan kedua tangannya, di hadapan Bara. Dia takut melihat ekspresi wajah Bara yang sedang marah.

Bara tidak memperdulikan permintaan maaf dari lawan bicaranya, dia langsung pergi begitu saja tanpa sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya.

Di sepanjang jalan Bara melamun, dia asyik dengan pikirannya sendiri, sedangkan Oline yang duduk disampingnya hanya terdiam, sesekali dia melihat Bara yang menggepal tangannya seperti tampak geram kepada sesuatu, atau lebih tepatnya kepada seseorang.

“Siapa dia? Kenapa terus mengawasi Oline, bahkan mengikutinya sampai kesini?” pikirnya.

“Ah ....” teriaknya sambil memukul setir kemudi.

Oline terkejut, pasalnya dia baru akan bertanya tentang rahasia ayahnya, tetapi suasana hati Bara kini sedang tidak baik, Oline mengurungkan niatnya. Mungkin besok atau lusa dia akan bertanya kepada Bara tentang itu, meski semua pertanyaan sudah menumpuk di kepalanya.

Oline kembali merebahkan tubuh letihnya di atas kasur empuknya, setelah berkeliling mencari pakaian dan berakhir dengan makan malam yang lumayan menguras tenaga, kini ia merasa malas untuk membereskan barang-barang miliknya, sekarang ia kenyang dan hanya ingin tidur, padahal arloji ditangannya masih menunjukkan jam 20:48, tetapi mata dan kasur seakan mengajaknya tenggelam ke peraduan.

Oline berjalan menuju jendela yang terbuka lebar, angin malam menerpa wajah cantiknya, mata yang indah dan dihiasi bulu lentik nan halus itu terpejam, menikmati setiap inci belaian dari sang angin malam, hidung mancung dan pipi kemerah-merahan semakin menambah kesan ayu pada gadis itu, bibir ranumnya tersungging senyum kebahagiaan yang belum ia pancarkan selama ini, dia berharap setelah ini hanya akan ada senyuman tanpa air mata kesedihan lagi.

Oline memandangi bintang-bintang yang bertaburan di langit, jauh di lubuk hatinya ia merindukan sang ayah, dia ingin menikmati malam bersama ayahnya dan melihat bintang-bintang yang bertaburan dengan indahnya. Tidak terasa air matanya menetes, dia membuka dompetnya dan melihat foto almarhumah Ibunya. Di foto itu ibunya tertawa bahagia sambil menggendong dirinya ketika masih bayi di samping ibunya juga ada sang ayah, mereka tertawa bahagia tanpa ada beban sedikit pun dari sorot matanya.

“Ayah, Bunda kemana?” tanyanya saat itu.

“Bunda sedang bersama Tuhan.”

“kenapa Bunda sama Tuhan?”

“Karena Tuhan sayang sama Bunda,” jawab Antoni kepada Oline kecil.

“Apa Tuhan hanya sayang Bunda? Tuhan tidak sayang Oline?” tanyanya polos.

“Tuhan sayang Oline, tetapi Tuhan lebih sayang Bunda.”

“Kalau Tuhan sayang, kenapa Tuhan tidak memperbolehkan Bunda ketemu Oline?” cecarnya.

Waktu itu Antoni sampai bingung untuk menjawab pertanyaan anaknya yang mulai berumur Tujuh tahun.

Tidak terasa bulir bening jatuh dari kelopak matanya, dia bahkan tidak tahu pasti kejadian apa yang merenggut nyawa keluarganya. Saat Oline bertanya dulu, ayahnya hanya bilang mereka terbunuh karena kebakaran hebat di rumahnya. Setelah itu Oline tidak tahu lagi karena ayahnya seakan enggan untuk memberi tahunya.

Oline kembali menutup jendela dan berjalan menuju ranjangnya, sekarang dia bersiap untuk tidur dan melupakan semua kejadian untuk sementara waktu.

Sementara di lain sisi Bara tidak bisa tenang, dia memikirkan keselamatan Oline.

“Bagaimana jika nanti laki-laki misterius itu berniat menyakiti Oline?”

“Tidak! Aku harus mengetahui siapa dia sebenarnya,” ucapnya berdialog pada diri sendiri.

Bara bolak-balik mengganti posisi tidurnya, pikirannya kalut, baru kali ini dia merasa seterancam ini. Bara menyalakannya televisi yang menampilkan siaran di Kota tempat lama Oline, berita malam itu menyiarkan seorang pria dengan leher tergantung. Semua orang meng-klaim dia bunuh diri, tetapi tidak dengan Bara dia sadar orang itu mati karena dibunuh seseorang lalu mayatnya digantung.

“Permainan yang sangat halus,” pujinya.

Bara mencoba mengingat siapa korban pembunuhan itu. Ya ... dia adalah pria yang sama saat melaporkan kematian Zola, dia adalah saksi mata. Sekarang Bara benar-benar yakin lelaki misterius itu bukanlah orang sembarangan, aksinya sangatlah rapi hingga para polisi tidak dapat mengendus keberadaannya.

“Ternya kau punya saingan, Bara.”

“Sehebat apapun permainanmu, kau 'tak akan pernah bisa menyentuh keponakanku, tidak akan ku biarkan kau mendekati apa lagi menyakitinya!” ucapnya sinis.

Bara sadar, kali ini dia harus ekstra hati-hati menjaga Oline, jangan sampai Oline terlepas dari pantauannya, dia tidak bisa membayangkan jika Oline adalah target selanjutnya. Apa yang akan dia katakan kepada Abangnya jika sampai sesuatu terjadi kepada Oline. Pastilah Abangnya akan membunuh dan menggantungnya terbalik di halaman rumah, dia juga tidak mau mengecewakan sang Abang yang sudah mempercayai dan menaruh harapan besar untuk masa depan Oline kepadanya.

“Aku sudah bersumpah, aku akan menjaga Oline meski nyawaku sendiri taruhannya.”

“Tetapi siapa pria itu?”

Bara mondar-mandir di dalam kamarnya, dia berpikir bagaimana caranya menjebak lelaki itu, dia sangat penasaran.

“Pasti ada sesuatu yang membuatnya terus mengikuti kemana pun Oline pergi.”

“Tetapi sesuatu itu apa?” geramnya sambil memukul tembok hingga tangannya cedera dan berdarah, tetapi tidak ia pedulikan, baginya rasa sakit itu sudah biasa ia rasakan, bahkan keinginannya sudah menggebu-gebu untuk memutilasi pria yang selalu mengikuti kemanapun Oline pergi.

Bara kembali naik keranjangnya dan berniat untuk tidur, tetapi hendak memejamkan mata kelebat bayangan lelaki itu kembali muncul dalam pikirannya, membuat Bara jengkel dan penasaran. Matanya menatap langit-langit kamar, pikirannya berkelana hingga tak terasa kantuknya mulai menyerang dan membuat Bara terlelap dalam mimpi indahnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!