NovelToon NovelToon
Senandika Renata

Senandika Renata

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Angst / Romansa / Bad Boy / Bullying dan Balas Dendam / Slice of Life
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: YuanYen

Renata tuli, dan itu sudah cukup menjadi alasan mengapa dirinya di jauhi se-antero Amarta.

Tapi pemuda itu, Maleo, tidak berpikiran demikian. Ia justru menganggap Renata...Menarik? Tanpa alasan, seperti itulah Maleo.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YuanYen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

07. Teman

"Jadi kita temenan?" Renata mengulas secarik senyuman di sudut bibirnya, ia mengulurkan tangannya guna bersalaman dengan gadis keturunan Tionghoa itu.

Ashel, gadis itu mengangguk spontan. Surai jelaga halusnya terkena angin yang kini berhembus menerpa helaian demi helaiannya. Sebelum ini keduanya terlebih dahulu terhanyut dalam sebuah percakapan mengenai kesulitan mereka menangani sebuah soal matematika di bangku taman belakang sekolah.

Omong-omong, kemarin setelah kejadian Maleo yang ternganga sebab mendapati rambut kusut Renata yang berubah sekejap menjadi selembut kain sutra. Pemuda itu memberi kabar bahwa Renata sudah diperbolehkan untuk kembali ke kediamannya.

Awalnya Maleo menawarkan tumpangan, namun segera Renata sanggah, alhasil ia kembali bersama Ashel. Sejak saat itulah keduanya mulai dekat.

"Panggil aja gue Shell," ia mengerucutkan bibirnya kala menyebutkan namanya, penuh ekspresi, begitulah Ashel.

"Anyway, gue boleh manggil lo Nata?" Renata mengangguk membolehkan, Ashel menyengir kuda, cengiran khas seorang Ashel.

Bell tanda usainya waktu istirahat berbunyi. Sepasang sahabat itu memutuskan untuk kembali ke kelas masing-masing, disepanjang lorong Renata mendapati berbagai pasang mata yang menatap kearahnya. Berbagai pandangan pula mengomentari dirinya, ada yang berdecak kagum akibat penampilan Renata yang jauh lebih rapi dari biasanya, pula ada yang menganggap bahwasanya Renata menggunakan guna-guna untuk memikat Maleo. Mengingat keduanya dekat akhir-akhir ini.

"Oiya Nat, gue boleh nanya engga?'' Sela Ashel ditengah-tengah rasa gugup yang menerpa batin Renata.

Renata mengangguk.

Ashel mengulum senyumnya tipis, sejujurnya memang ia penasaran mengenai asal muasal Renata, mengapa ia dirundung oleh Hera dan kawan-kawannya hingga dijauhi se-antero Amarta. Bahkan di gedung dua tempat kelas Ashel berada pun, Renata terkenal akan hal yang tidak baik.

"Lo... Beneran tuli?'' Tanya Ashel setelah pergulatan batin. Sejujurnya, Ashel benar-benar enggan untuk bertanya, tapi apalah daya, jiwa kepo -nya itu telah merajai raga.

Merasa tak ada jawaban, Ashel kembali membuka mulut. "Maksud gue, kan biasanya yang tuli itu gabisa bicara-"

"Bukan gabisa bicara Ashel, tapi mereka kesulitan berbicara." Sambar Renata setelah tercenung beberapa lama, terdapat sedikit campuran rasa sedih dalam kalimatnya.

Ashel terdiam, ia menangkap sinyal ketidaksukaan terimplisit pada nada gadis tersebut.

"Oke, so...Kalau lo gamau gapap-"

"Ashel," panggil Renata. Iris zamrudnya memandangi Ashel lamat-lamat.

"Tuhkannn lo masih manggil gue Ashel," Ashel berbicara, ia seakan ingin mengenyahkan kecanggungan yang ia kira akan terjadi di masa mendatang.

Renata menghela. "Ashel," yang punya nama terdiam.

"Sebenarnya aku terlahir memang sebagai seorang tunarungu," Ashel diam termangu, ia enggan untuk menyela lagi kali ini.

"Tapi untunglah, Ibuku menyadari kondisi kelainanku sedari awal. Dan alat ini," ia menunjuk kepada telinga kanannya yang terpasang hearing aid, atau sepasang alat bantu dengar.

"Telah menemaniku sedari kecil." Lanjutnya lembut, kekehan mengalun kala mendapati raut Ashel yang termangu dengan wajah polos seperti anak kecil.

"Alasan mengapa aku tidak menjadi tunawicara, karena memang...Aku telah terbiasa mendengar suara, dan menjawabnya dengan suaraku." Tambahnya.

Ashel mengangguk lantas menyengir.

"Siapapun Mama lo, pasti dia orang yang sayanggg banget sama lo, Nat," celetuk Ashel, ia tanpa sadar terbayang akan sosok ibunda nya juga.

Renata mengangguk, zamrudnya memandang lurus ke arah lorong-lorong yang mulai sepi seiring banyaknya guru yang berlalu lalang.

Segelintir rasa sedih tersirat pada zamrud yang nampak kehilangan biasnya.

"Sayangnya, dia sudah berbahagia bersama di Taman Eden, Shel.''

Kalimat yang otomatis membungkam mulut Si Cerewet Ashel. Sebelum akhirnya keduanya terpisah dipertigaan antara gedung pertama dan gedung kedua.

Renata menghela, habis sudah kehidupan pancawarna nya yang ternyata terlalu seru untuk mempunyai durasi selamanya.

Detik selanjutnya ia harus menghadapi tatapan penuh dengki dari berbagai pasang mata yang tertuju kepadanya, ujung mata Velencia Si Ratu Gosip memincing ke arahnya penuh rasa ingin tahu, tak terkecuali Hera yang memandangnya meremehkan seolah Renata tidak pantas barang menghirup oksigen yang sama dengannya.

Renata duduk di bangku paling belakang pojok kanan, surai legamnya terkena bias mentari yang kini begitu terik.

Ia mengigit bibir bawahnya, menyalurkan rasa takut yang teramat nyata kala hampir seluruh pasang mata dari berbagai penjuru menatapnya seakan tengah melihat seorang satwa di kebun binatang.

Gadis itu memutuskan untuk menyembunyikan dirinya diantara celah-celah sempit lengannya.

Renata berusaha menetralkan deru napas yang semakin menjadi-jadi, seolah dirinya baru saja selesai berlari 10 kilometer. Dadanya sesak, meskipun begitu tak ada satupun insan yang ingin diajak berkeluh kesah, pusing mengaburkan pandangannya, ia menarik napas dalam-dalam, meraup oksigen seperti serakus-rakusnya para koruptor mengambil uang rakyat.

"Tuhan....Cobaan apalagi ini?" Lirihnya diiringi napas yang terengah-engah.

•••

"Hallo?"

Zamrud yang awalnya terkatup seakan enggan mengizinkan barang secercah cahaya masuk, kini terbuka lebar. Renata mengerjapkan matanya kala rasa pusing yang beberapa saat lalu menghantamnya menghilang begitu saja. Ia mengidentifikasi sekeliling, berusaha mengingat-ingat apa yang sekiranya baru saja terjadi.

Namun otaknya seakan tidak ingin memproses, jalannya buntu bagai ponsel tanpa sinyal.

Ia buru-buru meraba sekitarnya ketika pandangannya mengabur, tapi sebuah benda kini berusaha dipasangkan oleh seseorang. Seakan de javu, Renata mendongak, korneanya sekarang bisa menangkap jelas siapa manusia dihadapannya.

"Kamu...?" Ia menyiratkan tanda tanya dalam kalimatnya, perempatan di dahinya tercipta tatkala hasrat akan penasaran seakan melalang buana merajai jiwa yang penasaran.

Sedikit majas hiperbola, tapi begitulah kira-kira sebuah gejolak di hati Renata.

Renata melirik kancing pertamanya yang terbuka, membuat bahu penuh luka terekspos. Sekelebat bayangan perundungan membuat dirinya waspada. Meskipun orang ini prempuan, tapi bisa saja ia mencari kesempatan dalam kesempitan, lagipula sekarang foto-foto tidak senonoh sering kali diperjualbelikan.

"Tuhan siapa dia?"

Keringat perlahan membanjiri tubuhnya yang kini agak lengket. Napasnya tersengal-sengal, jantungnya berdegup kencang kala segelintir dari sepersekian ingatan mengerikan kembali bagai sang raja siang yang berada ufuk timur.

"Hahaha, look at me, nerd." Cahaya dari ponsel yang memekakkan mata membuat kepala Renata seakan berputar-putar. Dagunya dihimpit telunjuk dan ibu jari Hera, dipaksa mendongak.

Ada tiga orang yang telah selesai dari acara; Mari memukul Renata!

Sementara Hera hanya tertawa terbahak-bahak memandangi wajah babak belur Renata. Dua orang disamping Hera diantara ialah Velencia Si Ratu Gosip masih memotret Renata sebagai bajan gosip barunya. Seorang pemuda di samping Hera tersenyum congkak, ia membawa tongkat baseball yang pasti akan mengerikan bila dipergunakan untuk membuat beberapa lebam di tubuh Renata.

Rasa sesak kembali melandanya, ia berusaha meraup oksigen sebanyak-banyaknya agar tak terlihat sangat menyedihkan.

"Jangan Hera, jangan...Jangan!'' Renata meracau, ia memeluk kedua kakinya, zamrud itu nampak kehilangan binarnya.

Beruntunglah gadis yang memakai seragam PMR itu menangkap sinyal pada pasiennya yang satu itu.

"Hey? Halo?" Gadis itu perlahan mendekati Renata yang masih meringkuk, memandang ketakutan pada sudut ruangan.

"Jangan, jangan!!" Renata semakin menjerit, sedikit setelahnya, ia merasa pelukan hangat yang seakan menjadi selimut kala angin malam berhembus menerpa tubuh ringkihnya.

Kenyamanan dan kehangatan, dua hal yang tidak pernah Renata sentuh semenjak wanita itu pergi. Tanpa ia sadari, setetes cairan bening mengalir membasahi pipinya, rengkuhan gadis itu mengingatkannya pada pelukan hangat ibundanya ketika ia terbangun dari mimpi buruk.

"Jangan....Jangan...," Renata meracau, suaranya terdengar parau, isak tangis menyapa, tubuhnya bergetar hebat, kata-kata nampaknya tak akan berguna untuknya sekarang karena yang ia butuhkan hanyalah; Pelukan hangat nan tulus dari seseorang.

Dan orang itu memberikannya kepada Renata. Sebuah pelukan hangat yang tujuh belas tahun ini ia lupakan.

"Sshh," gadis itu mengusap punggung Renata yang bergetar hebat.

"Gapapa, kamu aman sama aku....kamu aman...aku di sini ga jahatin kamu...Sshhh, gapapa nangis aja." Nada lembutnya menelisik indra, membuat sebuah spektrum menghangatkan dirinya seiring harmoni rindu yang ia hanturkan setiap malam pada ibunya.

Renata mendongak, menatap gadis yang kini mengizinkan Renata menangis dipelukannya.

"Kamu udah mendingan?" Tanya gadis itu To-The-Point.

Renata mengangguk. Ia berusaha mengenyahkan air matanya, membuat sebuah senyum tulus gadis itu berikan.

"K-Kamu...siapa?" Renata berujar dengan sedikit isakkan.

Gadis itu tersenyum lebih lebar dari sebelumnya. Ia mengusap rambut Renata, memberikan kehangatan ekstra pada gadis yang telah usai menumpahkan tetesan air.

"Saya Indira, Indira Rinjani."

Manik sehijau rerumputan memandangi Indira, sekelebat binar bahagia tak luput dari pandangan Indira ketika pupil berbeda rona bersinggungan.

"She's my savior too.'' Batin Renata senang.

1
Galint
Ceritanya benar-benar menyenangkan, ada suka dan ada sukanya.. jadi nyaman banget🌹
Galint
plis jangan buru-buru tamat, ini lucu/Smile//Smile/
Galint: kayanya haruss
YenYuanTyan: mungkin aku tambahin extra chap kali yaa/Sly/
total 4 replies
Zhen Yi
saling support🤍🤍
YenYuanTyan: iyaa, semangat buat kamu ya cantikk/Hey/
total 1 replies
Verlit Ivana
'Kain beda rona' wuah aku suka padanan katanya. /Smile/
mamayot
salqm dari RAHASIA PANAS SANG DUDA
YenYuanTyan: okeiii habis tamat insyaallah aku baca ya sayangg /Smile/
total 1 replies
Alfaira
Hihiii semangat yaaa. Semoga rajinnya nular ✌🏻
YenYuanTyan: iya hihi, kamu juga semangat nulisnya yaaa
total 1 replies
YenYuanTyan
Bentar lagi bakal ada yang dapet karma/Sleep/
Neonaaaaa
lanjutt 🔥🔥
YenYuanTyan: udah kakak
total 1 replies
Alfaira
tiba2 bangett hamil 🙈
YenYuanTyan: Overthinking kakkk
total 1 replies
Neonaaaaa
semangat teruss🔥🔥
YenYuanTyan: huwaa makasihhh
total 1 replies
Serenarara
Gue juga seneng.../Tongue/
YenYuanTyan: kwkkwkwk Ashel kaptenn
total 1 replies
Serenarara
Heeii otak anda yah...mikirnya kejauhan...
YenYuanTyan: Renata: Maklum overthinking kak
total 1 replies
Serenarara
Aku takut...

Aku ingin bingar...
Aku mau di pasar...
Pecahkan saja gelasnya biar ramai!
Biar mengaduh sampai gaduh...
YenYuanTyan: plssss no word word
total 1 replies
Serenarara
Kulari ke gunung kemudian menyanyiku
Kulari ke hutan kemudian teriakku....
Serenarara
Ini karya pujangga bukan penulis.
YenYuanTyan: kamu lucu banget sihh kakkk
YenYuanTyan: wkwkkkw
total 2 replies
Serenarara
Benakku kini bagai untaian embun yang memasuki relung jiwa seorang petapa yang dahaga. Saya sendiri tidak mengerti artinya, tapi sungguh ini melenakan pembaca.

Bosan...aku dengan penat...
dan enyah saja kau pekat!
Seperti berjelaga jika ku sendiri...
Serenarara
Masih nggak ngerti yg di otak Maleo. Niat nolong gak sih?
Serenarara
Waduuw.... estetik bener kayaknya nih...
Nyonya Mafia
aku udah mampir
Nyonya Mafia
semangat
YenYuanTyan: makasihhh
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!