NovelToon NovelToon
Traces Behind The Shadows

Traces Behind The Shadows

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Mafia / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Mata-mata/Agen / Harem
Popularitas:852
Nilai: 5
Nama Author: Yes, me! Leesoochan

Di kota Paris yang penuh intrik, Amina De La Croix, seorang detektif swasta berhijab yang jenius dan tajam lidah, mendapati dirinya terjebak dalam kasus pembunuhan misterius yang menyeret tujuh mafia tampan yang menguasai dunia bawah kota tersebut.

Saat Amina menyelidiki, dia berhadapan dengan Alexander Rothschild, pemimpin mafia yang dingin dan tak tersentuh; Lorenzo Devereux, si manipulator licik dengan pesona mematikan; Theodore Vandenberg, sang jenius teknologi yang misterius; Michael Beaumont, jagoan bela diri setia yang berbicara dengan tinju; Dante Von Hohenberg, ahli strategi yang selalu sepuluh langkah di depan; Felix D’Alembert, si seniman penuh teka-teki; dan Lucien Ravenshaw, ahli racun yang mematikan namun elegan.

Di tengah misteri dan bahaya, sebuah hubungan yang rumit dan tak terduga mulai terjalin. Apakah Amina akan menyelesaikan kasus ini sebelum dirinya terseret lebih dalam ke dunia mereka? Atau justru tujuh mafia ini yang akan takluk oleh keunikan sang detektif?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yes, me! Leesoochan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 7

Amina keluar dari ruangan itu dengan langkah mantap, meskipun pikirannya masih berputar. Ia tahu Alexander sedang memainkan permainannya sendiri. Ia tahu pria itu tidak akan tinggal diam. Tapi jika Alexander mengira ia akan mundur begitu saja, maka pria itu jelas tidak mengenalnya dengan baik.

Saat ia berjalan melewati koridor gedung mewah itu, ia bisa merasakan tatapan dari beberapa penjaga Alexander yang masih mengawasinya. Ia hanya menegakkan punggungnya dan terus berjalan, tidak membiarkan mereka melihat celah kelemahan sedikit pun.

Di luar, udara malam Paris terasa dingin. Lampu jalan berpendar lembut di trotoar basah, memantulkan bayangan kota yang tak pernah tidur. Amina menarik napas dalam-dalam, lalu berjalan menuju mobilnya yang terparkir di seberang jalan.

Saat ia membuka pintu mobil, suara ponselnya bergetar. Ia merogoh sakunya dan melihat nama yang muncul di layar.

"Nomor tak dikenal."

Amina menyipitkan mata. Ia menjawab. “Halo?”

Tak ada suara di seberang sana selama beberapa detik. Hanya napas yang nyaris tak terdengar. Lalu, sebuah suara pelan berbicara.

“Kau seharusnya tidak terlibat lebih jauh, Detektif De La Croix.”

Suara itu dingin. Hampir tanpa emosi.

Amina merasakan bulu kuduknya berdiri. Ia mengencangkan cengkeramannya pada ponsel, menjaga suaranya tetap tenang. “Dan kau seharusnya mengenalkan diri sebelum memberi peringatan kepada seseorang.”

Hening lagi. Lalu, suara itu tertawa kecil. “Kami akan melihat seberapa keras kepalamu.”

Klik. Sambungan terputus.

Amina menatap ponselnya dengan ekspresi serius.

“Baiklah,” gumamnya sambil masuk ke dalam mobil. “Sekarang aku benar-benar menarik perhatian orang-orang yang salah.”

Di apartemennya yang kecil dan sederhana, Amina duduk di depan meja kerja yang berantakan. Catatan-catatan tersebar di mana-mana, foto, dokumen, bahkan peta kota dengan tanda-tanda merah yang melingkari beberapa lokasi penting.

Ia mengusap wajahnya. Terlalu banyak informasi, terlalu banyak kemungkinan. Alexander jelas bukan satu-satunya pemain besar dalam kasus ini.

Ia membuka laptopnya dan mulai mengetik, mencari informasi yang bisa menghubungkan Alexander dengan enam mafia lainnya yang ia curigai.

Sebuah nama kembali muncul dalam pencariannya.

Lorenzo Devereux.

Amina menggigit bibirnya, mengetuk-ngetukkan jemarinya di atas meja. Sosok itu bukan orang sembarangan. Reputasinya sebagai manipulator ulung sudah terkenal di lingkaran bawah tanah Paris. Bukan hanya seorang kriminal, tapi dalang di balik banyak pergerakan ilegal di kota ini.

"Apa yang kau sembunyikan, Devereux?" gumamnya pelan.

Ia menarik napas dalam, meraih pulpen dan mencoret-coret pola yang mulai terbentuk di notepad-nya. Setiap transaksi mencurigakan, setiap pertemuan rahasia, semuanya mengarah ke satu tempat.

Le Mirage.

Sebuah klub malam eksklusif yang dimiliki oleh Lorenzo. Tempat di mana transaksi paling rahasia dilakukan. Tempat di mana seseorang seperti dirinya bisa saja masuk... dan tidak pernah keluar lagi.

Amina bersandar di kursi, menutup matanya sejenak. Rasa lelah mulai menjalar, tapi pikirannya tetap bekerja.

"Aku harus ke sana. Tapi bagaimana?"

Ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk.

Nomor Tidak Dikenal:

"Jangan pergi ke Le Mirage. Kau sedang diawasi."

Amina merasakan bulu kuduknya berdiri. Ia langsung menoleh ke jendela, matanya menyisir kegelapan di luar. Tidak ada tanda-tanda seseorang di sana. Namun, firasatnya mengatakan sebaliknya.

"Siapa ini?" balasnya cepat.

Tidak ada jawaban.

Ia mengepalkan tangan. Jika seseorang berusaha mencegahnya, itu berarti ia semakin dekat dengan sesuatu yang seharusnya tetap tersembunyi.

Ia bangkit, menarik jaketnya, dan meraih kerudung hitam yang selalu membuatnya menyatu dengan bayangan. Jika permainan ini sudah dimulai, maka ia tidak akan mundur sekarang.

Le Mirage, Pusat Paris

Paris di malam hari memiliki dua wajah. Satu sisi adalah kota romantis yang diterangi lampu jalan, dengan café yang tetap buka hingga larut. Namun, di balik gemerlapnya, ada sisi lain yang tersembunyi, dunia yang hanya bisa diakses oleh mereka yang tahu ke mana harus melangkah.

Le Mirage berdiri megah di antara bangunan tua dengan gaya arsitektur yang kontras. Lampu neon merah menyala terang, berpendar di trotoar yang masih basah oleh hujan. Antrian panjang terbentuk di depan pintu masuk, orang-orang berpakaian elegan menunggu giliran untuk masuk.

Amina memperbaiki kerudungnya sebelum melangkah ke sana. Matanya mengamati sekitar, mencari kemungkinan ancaman.

Seorang penjaga berdiri di depan pintu, sosok tinggi dengan jas hitam yang hampir menyatu dengan malam. Ketika Amina mendekat, pria itu menatapnya dari atas ke bawah, lalu menyilangkan tangannya di dada.

"Nama?" tanyanya datar.

Amina menyeringai kecil. "Nina Laurent."

Pria itu mengernyit, lalu menoleh ke dalam, berbicara melalui earpiece-nya. Setelah beberapa detik, ia mengangguk dan menggeser tubuhnya.

"Masuklah."

Amina melangkah masuk dengan tenang, meskipun jantungnya sedikit berdebar.

Di dalam, suara musik menghantam telinga. Lampu-lampu redup berkedip-kedip, menciptakan suasana misterius. Orang-orang berdansa, tertawa, dan berbincang dalam bisikan. Aroma parfum mahal bercampur dengan asap rokok memenuhi udara.

Amina bergerak ke sudut ruangan, memperhatikan. Ia tidak bisa gegabah. Jika Lorenzo tahu ia ada di sini untuk menyelidikinya, maka misi ini bisa berakhir lebih cepat dari yang ia rencanakan.

Seorang bartender mendekat.

"Mau pesan sesuatu, madame?"

Amina mengangguk. "Espresso. Tanpa gula."

Bartender itu tersenyum, tapi tatapan matanya tajam. Seolah sedang menilai siapa dirinya. Amina tahu, di tempat seperti ini, tidak ada orang yang sekadar bekerja sebagai bartender.

Saat minumannya datang, seseorang duduk di sebelahnya.

"Minuman yang tidak biasa untuk seseorang di tempat seperti ini."

Suara itu dalam, penuh percaya diri.

Amina melirik ke samping. Seorang pria duduk dengan santai, mengenakan kemeja hitam yang digulung hingga siku, memperlihatkan lengan yang dihiasi jam tangan mahal. Rambutnya tertata sempurna, dan sorot matanya menyimpan sesuatu yang berbahaya.

Lorenzo Devereux.

Jantung Amina berdetak lebih cepat, tapi ia tetap tenang.

"Aku lebih suka tetap sadar," jawabnya ringan.

Lorenzo tertawa kecil, memiringkan kepalanya. "Pintar. Tapi itu berarti kau datang ke tempat yang salah."

Amina menyandarkan diri ke kursi, menyesap espresonya. "Atau mungkin aku datang ke tempat yang tepat."

Tatapan mereka bertemu, seakan saling menantang dalam diam.

Lorenzo mengetuk gelasnya, lalu mendekat sedikit. "Katakan, siapa yang mengirimmu?"

Amina tersenyum tipis. "Kau berpikir aku dikirim seseorang?"

"Aku tahu seseorang sepertimu tidak datang ke sini tanpa alasan."

Amina menatapnya, mencoba membaca pria ini. Ia tahu Lorenzo bukan tipe orang yang mudah dibodohi. Tapi ia juga tahu, orang seperti Lorenzo menikmati permainan.

"Kalau begitu, mungkin aku hanya penasaran," katanya akhirnya.

Lorenzo menyandarkan diri ke kursi, menatapnya dengan minat baru.

"Kalau begitu," katanya, "biarkan aku memberimu sedikit rahasia."

Ia mendekat, suaranya hampir seperti bisikan.

"Kau baru saja memasuki permainan yang jauh lebih besar dari yang kau bayangkan, Amina."

Darah Amina membeku.

Lorenzo tersenyum, lalu berdiri. "Selamat datang di Le Mirage."

Dan sebelum Amina bisa merespons, pria itu sudah menghilang ke dalam kerumunan.

Amina menatap kosong ke arahnya, kepalanya dipenuhi pertanyaan baru.

Siapa yang membocorkan namanya? Dan yang lebih penting… Seberapa dalam Lorenzo tahu tentang dirinya?

1
ceritanya bagus nuansa Eropa kental banget,
romantisnya tipis karena mungkin sesuai genrenya, tapi aku suka baca yang seperti ini.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!