Kalista langsung jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Julio, kakak dari sahabatnya yang merupakan seorang CEO muda. Selain memiliki ketampanan dan kerupawanan, Julio juga memiliki karakter yang sangat baik, penyayang dan tidak suka memandang rendah seseorang. Kalista jatuh hati padanya, terutama pada ketampanannya, maka bagaimanapun jalan yang harus ditempuh, Kalista akan mengejar Julio.
Ketampanan dia tidak boleh disia-siakan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Candradimuka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7.
Di sisi lain ....
Sergio mengetuk pintu ruangan Julio sebelum mendorong pintunya terbuka, walau belum diberi izin.
"Bro." Sergio berjalan masuk dan bersandar ke mejanya. "Kamu beliin Kalista baju?"
Julio mengangkat alis, lalu menggeleng. "Gak. Dia beli sendiri."
"But she said ...."
"Ya, aku yang nganter. Niatnya sih beliin, nyinggung dikit tapi dia beli banyak pake duitnya sendiri."
Julio mengangkat tangan sebelum dia tertawa menyadari adiknya cemburu.
"Sergio, kamu enggak ngasih dia kerjaan, kamu enggak negur bajunya juga. Aku sebagai bos seenggaknya mesti ngasih contoh. Bukan kayak aku ngajak pacar kamu keliling mol belanja terus masuk hotel."
Sergio menggaruk kepalanya yang mendadak gatal, sedikit malu. Ya mau bagaimana lagi, kan? Kalista senyam-senyum seakan dia dan Julio baru ciuman saja.
"Kalista lost her mind kalo ngomongin soal kamu," ucapnya. "Cemburu dikit enggak dosa kali."
"Oke, fine. Tapi kasih dia kerjaan."
Sergio menggeleng. "Mendingan dia cepet-cepet berhenti."
"Sergio."
"Bro, jujur aja dari hati, walaupun semua perempuan itu berhak mandiri, tapi Kalista enggak cocok jadi mandiri." Sergio melipat tangan dan hanya bisa tersenyum membayangkan Kalista.
"Dia tuh terlalu mencolok di mana-mana. Dia keliatan kayak, you know like she can do anything whatever she wants to do tapi itu bikin dia dibenci. Karena dia enggak berusaha buat nahan diri, enggak berusaha buat jadi lebih 'kalem'. Ngerti enggak sih kayak—"
"Kayak dia suka sama aku terus dia terang-terangan ngomong makanya dia kayak perempuan kegatelan," sela Julio, mengerti betul maksudnya. "Aku ngerti banyak perempuan di kantor yang suka sama aku, sama kamu, tapi mereka profesional dan enggak agresif, beda dari Kalista. Jadi Kalista dianggep aneh dan beda sendiri."
Sergio mengangguk. "Tapi aku suka Kalista yang kayak gitu."
Sejak awal, Sergio menyukai Kalista yang terang-terangan dan jujur, bahkan sekalipun itu menyebalkan karena dia malah suka pada Julio.
"Dengan kata lain," Julio menautkan kedua tangannya di bawah dagu, "kamu enggak mau maksa Kalista ada di lingkungan yang terlalu keras, yang mungkin suatu saat maksa dia berubah jadi ... enggak jujur lagi?"
Sergio menatap kakaknya muram. "Dia korban bullying yang keliatan kayak tukang bully."
Dia terlihat kuat dan dominan namun sebenarnya dia sangat payah juga lemah. Makanya Sergio ingin Kalista berhenti dari pekerjaan ini, karena dia baik-baik saja sekalipun dia cuma tinggal di rumah.
Tidak semua wanita mandiri harus keluar rumah, menurut Sergio.
*
"Permisi, Pak Bos." Kalista menyelonong masuk ke ruangan Sergio untuk meletakkan pesanannya di atas meja. "Neh, udah gue beliin."
Sergio mengerutkan kening. "Lo kenapa?"
"Apanya?"
Kalista ikut mengerutkan kening karena Sergio malah menatapnya seolah-olah Kalista itu alien. Tidak tahu bersyukur kali ini anak. Sudah dibawakan kopi bukannya bilang terima kasih malah bilang 'lo kenapa?'.
"Udah, kan? Gue sibuk main tiktok jadi gue keluar dulu."
"Kalista." Sergio beranjak dari kursinya, berputar untuk menghampiri Kalista.
Merasa kalau Sergio jadi aneh ya tentu saja Kalista ngeri. Ketika Sergio berdiri di depannya, Kalista memundurkan wajah, takut-takut Sergio kesurupan.
"Gue enggak tau kenapa yah," ucap Sergio, "tapi kayaknya lo kenapa-napa. Lo kenapa?"
"Situ gila, yah?" Kalista melotot.
"Serius?"
"HARUSNYA GUE YANG NANYA LO SERIUS GILA?!" Kalista mencak-mencak kesal. Orang dirinya tidak kenapa-napa juga tapi seakan Kalista habis tabrakan saja.
Sebal melihat tingkah Sergio, Kalista berlalu keluar. Membanting pintunya sedikit biar dia tahu dia itu menjengkelkan.
Saat di luar, Kalista duduk di kursi kosong. Mengeluarkan ponselnya untuk melihat foto-foto Mama daripada bosan sendirian. Ia tidak punya kerjaan apa-apa jadi mau bagaimana lagi.
"Tuh kan lo kenapa-napa." Entah sejak kapan, Sergio berdiri di belakangnya. "Lo tuh ngeliat nyokap lo tiap lagi sedih, njir. Lo kenapa sih?!"
"Heh, kanebo basah!" Kalista melotot. "Gue ngeliat nyokap gue kalo gue kangen! Mentang-mentang nyokap lo masih idup juga!"
Sergio memicing. "Lo dengerin apa?"
Ekspresi Kalista langsung kaku.
"I knew it!" Sergio berseru. "Kalista, kalo lo lupa, gue tuh orang yang jadi saksi enggak bisu pas lo baru ketemu Om Rahadyan. Hafal suara lo pas lagi ada masalah mah kacang buat gue!"
Kalista berdecak. "Udah biasa jadi enggak usah lo besar-besarin! Dasar cowok lebay!"
"Siapa yang ngomong? Ngatain lo anak gundik lagi? Atau apa? Ngomong lo murahan?"
"Tau banget yah lo julukan gue apaan." Kalista mendengkus. "Intinya bukan urusan lo juga bukan urusan gue orang ngomong apaan. Lagian lo tuh kalo mau gangguin gue at least kasih gue kerjaan kek. Bukan bikin kopi apalagi ngelap meja!"
"Oke, gue kasih lo kerjaan tapi kasih tau gue dulu yang lo dengerin."
Kepo banget sih nih orang. Tapi karena Kalista memang mau dikasih pekerjaan, akhirnya ia menceritakan soal obrolan yang tadi ia dengar.
Seperti kata Sergio, dia mengenal Kalista cukup dalam karena mereka dulu pernah tinggal bersama di awal-awal Kalista baru datang ke keluarga papanya.
Sebagaimana Kalista pernah dikucilkan di sekolah gara-gara ia punya pengawal tampan dan dikata merebut tunangan Astrid, Kalista memberitahu bahwa orang-orang kantor mengatainya tidak berguna di sini.
Mereka menganggap Kalista datang cuma buat main-main, tidak mengerjakan pekerjaan berguna bagi kantor dan cuma lenggak-lenggok dengan semua barang mahalnya.
"Semuanya salah lo!" tuding Kalista ketus. "Udah dibilang kasih gue kerjaan. Gue ke sini beneran mau magang—ya lima puluh persen ngeliat Kak Julio."
"Mending lo berenti." Sergio mengetatkan rahangnya. "Kalista, lo enggak perlu masuk kantor buat godain kakak gue, oke? Lo main ke rumah gue hari Minggu, lo ketemu Julio. Clear kan?"
Kalista yang baru saja ingin beranjak ke ruang kerja langsung berhenti. Gadis itu menatap Sergio dan tak lagi memaksakan dirinya terlihat tidak peduli.
Kali ini, Kalista menarik napas panjang. Menghembuskannya kasar saat ia tahu Sergio sangat peduli padanya.
"Gue enggak tau mau ngapain," ucap Kalista dengan suara yang nyaris hilang. "Kalo lo kenal gue, lo tau kenapa gue enggak kuliah, kan?"
Karena Kalista takut. Kalista takut masuk ke lingkungan sekolah sekali lagi di mana dirinya akan mengalami pengucilan itu lagi. Kalista merasa sesak napas tiap kali ia berpikir satu sekolah enggan berteman dengannya sampai-sampai saat di SMA, teman Kalista cuma Bu Direktur.
Kalista pasti bisa berpura-pura tidak peduli. Ia selalu bisa. Tapi itu tidak membuat rasa takutnya hilang. Jadi setidaknya melakukan hal ini lebih berguna.
"Ngejar Kak Julio mungkin buang-buang waktu," gumam Kalista menepuk bahu Sergio. "Tapi seenggaknya gue ngelakuin sesuatu daripada ngurung diri."
*
aaaahhhh sedihnya akuu
knpa harus yg terakhir ini😥😥😪😪
gmna nanti klanjutannya
ganas juga julio kalau dikasurrrr ya
biar uppp😊😃😁😂
plissssss up lagiiii
gmna reaksi sergiooooo😭😭😭😢