"Apa kamu takut?" tanya Mark sembari mengusap pipi Jessy yang memerah.
"Sedikit."
Jawaban Jessy membuat Mark merasa gemas. Wajah polos wanita itu benar-benar menarik.
"It's okay. Kita memang baru pertama melakukannya," kata Mark.
Jessy mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Ia tak kuasa menyaksikan tubuh indah Mark yang tampak kokoh sebagai tempat bersandar.
"Ayolah, kenapa kamu seperti malu-malu begini? Bukankah ini sudah biasa untukmu dan pacarmu?" tanya Mark yang melihat Jessy seakan tak mau melihatnya.
"Aku ... Belum pernah melakukan yang seperti in," lirih Jessy.
"Apa?" Mark terkejut. Ia kira hal semacam itu sudah biasa dilakukan orang yang telah berpacaran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7: Pertemuan Tak Terduga
Inggris merupakan negara yang dipenuhi dengan bangunan-bangunan kuno yang masih kokoh. Pemandangan kotanya terlihat klasik sehingga menjadi daya tarik untuk berwisata.
Jessy duduk di area taman di dekat Sungai Thames sembari menatap Tower Bridge yang menawan. Tak jauh dari tempatnya, ada Fika dan Leon yang sedang duduk mesra berduaan.
Selama beberapa hari di London, ia sudah diajak berkeliling ke beberapa tempat oleh Leon. Kalau dia tidak bisa menemani, Jessy hanya jalan berdua dengan Fika. Beberapa sudut tempat menarik dan populer sudah mereka datangi.
Jessy hanya merasa bosan saat Fika dan Leon bersama. Ia jadi merasa sendirian. Namun, ia tidak mau protes karena sudah dibiayai liburan gratis.
Mengusir rasa sepinya, Jessy memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang, berjalan dengan langkah cepat seakan diburu waktu. Mobil dan bus datang silih berganti. Riuh tapi tak membosankan, gaduh namun masih berbalut keindahan.
Pandangan mata Jessy tertuju pada sebuah gedung yang tampak paling menonjol ketinggiannya di London. Gedung itu bernama The Shard Tower dengan tinggi sekitar 300 meter.
Leon sempat membahasnya tadi. Besok malam Leon akan mengajak dia dan Fika main ke sana. Katanya, pemandangan senja Kota London dari atas sana sangat indah.
"Excuse me," sapa seseorang.
Jessy menoleh ke asal suara. Seorang wanita berkulit hitam dengan rambut model dikepang kecil-kecil berdiri di dekat Jessy. Sepertinya orang tersebut merupakan pendatang seperti dirinya. Dari wajahnya, wanita itu tampak kebingungan dan cemas.
"Ya?"
"Bisa Anda membantu saya?" tanya wanita tersebut dalam Bahasa Inggris.
"Apa yang bisa saya bantu?" tanya Jessy.
"Saya baru saja belanja dari sana," wanita tersebut menunjuk ke arah tempatnya tadi berbelanja. "Saya mau kembali ke hotel, tapi tidak tahu arah pulang," katanya sembari memasang wajah sendu.
"Kalau boleh tahu, di hotel mana Anda menginap?" tanya Jessy.
"Di hotel XXX," katanya.
Hotel yang wanita itu sebutkan sama dengan hotel tempatnya menginap. Jessy sangat hafal tempatnya karena tak jauh dari sana.
"Oh, kalau Anda mau ke hotel itu, lewat gang ini saja, lurus terus sampai sekitar 1 kilometer, nanti hotelnya sudah terlihat," kata Jessy memberikan arahan.
Orang tersebut tersenyum lega. "Thank you," ucapnya.
Jessy membalasnya dengan senyuman. Wanita itu segera berjalan pergi menuju arah yang telah Jessy beri tahukan.
Setelah orang itu pergi, Jessy hendak mengambil ponsel dari dalam tasnya. Namun, ternyata tasnya menghilang. Ia seketika menjadi gugup.
Dilihatnya ke segala arah mencari tasnya. Ada seorang lelaki yang tampak berlari membawa tasnya. Jessy telah dicopet!
Tanpa menunggu lama, Jessy langsung berlari mengejar orang yang telah berani mencuri tasnya. "Tunggu! Dasar pencuri!" umpat Jessy.
Pencuri itu pasti tidak akan tahu apa yang Jessy katakan karena beda bahasa.
Meskipun napasnya sudah mulai terengah-engah, Jessy terus berusaha berlari mengejar pencuri itu. Dari warna kulitnya, si pencuri itu juga berkulit hitam. Sepertinya Jessy baru sadar jika si pencuri telah bekerja sama dengan orang yang pura-pura bertanya padanya tadi.
Bruk!
Saat tengah berlari, tanpa sengaja Jessy menabrak seseorang.
"I'm sorry. I'm trying to catch the thief," kata Jessy seraya berusaha berdiri kembali.
Orang yang baru saja ditabraknya merupakan seorang lelaki. Gara-gara dia, kemeja yang lelaki itu gunakan kotor oleh tumpahan kopi.
Lelaki tersebut berusaha mengibas-ngibaskan kemejanya karena kopi yang tumpah cukup panas.
"Sorry," ucap Jessy sekali lagi. Ia nampak sangat merasa bersalah.
Namun, ketika teringat lagi dengan pencuri itu, Jessy kembali berlari. "Wait for me! I'll be back after catching the thief!" serunya.
Jessy bukannya lari dari tanggung jawab, ia ingin merebut kembali barangnya dan nanti akan menemui lelaki itu kembali setelah urusannya selesai.
Jessy tidak menyangka di kota seindah itu akan ada pencopet. Ia kira hanya di negaranya saja yang banyak pencuri dan pencopet.
Setibanya di sebuah gang, akhirnya ia berhasil menemukan sang pencuri yang sedang berusaha membuka tas miliknya.
"Woi! That's my bag!" serunya.
Pencuri itu agak kesal namun tersenyum menyeringai saat Jessy menemukannya.
"Hahaha .... Dasar wisatawan bodoh!" umpat lelaki berkulit hitam itu.
"Kembalikan tasku!" seru Jessy.
Ia maju berusaha menyerang si pencuri. Dengan bela diri modal nekad, Jessy menghadapi penjahat itu demi mendapatkan kembali tasnya. Sayangnya, lelaki berkulit hitam itu juga pandai mengelak dari pukulan Jessy.
"Wisatawan bodoh! Kembali ke negaramu sana!" umpat pencuri itu lagi dan hampir melayangkan tinju ke arah Jessy.
Jessy sempat memejamkan mata saat akan ditinju. Beruntungnya, tinju itu tidak jadi mengenai wajahnya. Sebuah tangan kuat menghalau tinjuan lelaki itu.
"Give me her bag!" kata lelaki itu dengan tatapan tajam kepada si pencuri.
Pencuri itu sepertinya ketakutan dan langsung mengembalikan tas milik Jessy.
Jessy tercengang. Lelaki yang menolongnya adalah lelaki yang sebelumnya ia tabrak tadi.
"Thank you for helping," kata Jessy. Ia bernapas lega tasnya telah kembali. "Aku tidak bermaksud untuk kabur tadi. Maaf sudah menabrakmu," katanya lagi.
"Coba cek dulu isi tasmu," kata lelaki itu.
"Hah?" Jessy bingung.
"Cek dulu isi tasmu," katanya lagi.
Jessy menurut. Ia langsung membuka tasnya untuk mengecek isinya. Matanya membelalak saat menyadari ponsel dan uangnya sudah raib.
"Oh, Ya Tuhan ...." seketika Jessy langsung merasa lemas. Ternyata barang miliknya di dalam tas sudah hilang.
Liburan kali ini benar-benar akan membuat Jessy trauma. Bukannya pengalaman menyenangkan yang didapatkan justru kemalangan yang tak berkesudahan. Ia kira nasib buruk hanya terjadi saat ia di negaranya. Ternyata, di luar negeri ia juga apes. London akan ia coret dari daftar tempat yang bagus untuk dikunjungi.
"Apa kamu orang Indonesia?" tanya lelaki itu.
Jessy kaget. Ia kira lelaki itu warga lokal karena wajahnya sangat kebule-bulean.
"Iya, aku dari Indonesia. Bagaimana Anda bisa menebaknya?" tanya Jessy.
"Aku juga orang Indonesia," katanya.
Jessy merasa lega. Setidaknya ia bertemu dengan warga satu negaranya.
"Ah! Iya. Luka Anda!" tiba-tiba Jessy teringat ia tanpa sengaja telah menyiramkan minuman panas ke tubuh lelaki itu.
Jessy mengambil sesuatu dari dalam tasnya dengan buru-buru.
"Biar saya cek luka Anda, kalau kena air panas harus segera ditangani supaya tidak iritasi," kata Jessy.
Tanpa permisi, Jessy membuka begitu saja kancing kemeja yang lelaki itu gunakan. Lelaki itu tampak sedikit kaget dengan perbuatan Jessy yang tiba-tiba.
"Aduh, sampai merah begini, aku minta maaf sekali," ucap Jessy saat melihat bagian dada lelaki itu yang terkena siraman air.
Dengan perlahan ia oleskan obat yang biasa ia bawa di dalam tas. Setelah selesai, ia mengancingkan kembali kemeja lelaki itu.
"Syukurlah tidak sampai melepuh," kata Jessy senang. "Anda bisa membawa obat ini untuk dioleskan lagi. Aku tidak tahu apa merk obat kalau di sini, soalnya aku bawa dari Indonesia," lanjutnya.
Lelaki itu tampak tidak percaya. "Apa kamu tidak sadar baru saja memegang-megang tubuh orang asing?" tanyanya.
Jessy tidak bisa berkata-kata. Saat mengoleskan obat, ia sama sekali tidak berpikir apa-apa. Setelah mendengar perkataan lelaki itu, ia jadi canggung dan merasa malu.
realistis dunk