Carmen melakukan hal paling nekat dalam hidupnya, yakni melamar Zaky. Tak disangka Zaky menerima lamarannya. Selain karena tak tega membuat Carmen malu, Zaky juga punya tujuan lain yakni mendekati Dewi kakak ipar Carmen.
Pernikahan terpaksa pun dijalankan oleh Zaky namun Carmen merubah sikap manjanya dan membuktikan kalau ia layak dicintai. Bagaimana Carmen berjuang mempertahankan cintanya sementara ada lelaki baik yang menunggu jandanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hidup Berumah-tangga
Zaky
Hari ini Papa menyuruhku pulang lebih awal. Alasannya karena aku masih pengantin baru dan masih ingin menikmati waktu berdua istri tercinta. Cinta? Cinta darimana?
Akhirnya aku terpaksa membawa pulang setumpuk pekerjaanku di kantor untuk aku kerjakan di rumah. Hari ini jalanan begitu macet. Aku mau berhenti untuk mengisi perut pun rasanya malas. Aku pikir nanti saja aku makan di rumah.
Sesampainya di rumah yang aku dapatkan hanya kekecewaan. Carmen belum pulang kerja dan rumah ditinggalkan dalam keadaan berantakan. Kami memang belum mempekerjakan asisten rumah tangga karena baru beberapa hari pindah rumah. Dengan terpaksa aku yang membersihkan semuanya.
Kugulung lengan kemejaku sampai atas dan mulai membersihkan piring-piring kotor yang belum dicuci bekas makan semalam. Lantai pun terlihat agak kotor karena belum disapu dan dipel. Jangan harap ada makanan di rumah, nyonya rumah saja belum pulang dan meninggalkan rumah seperti kapal pecah.
Selesai membersihkan rumah dan piring juga sudah bersih semua, aku mendengar suara mobil masuk ke dalam garasi rumah. Siapa lagi kalau bukan Carmen. Ia datang dan mengucapkan salam dengan suaranya yang ceria.
"Assalamualaikum! Wah Mas udah pulang? Tumben pulang cepat?!" ia salim lalu mengambil segelas air putih dan meminumnya. Ditaruhnya gelas dengan asal di washtafel, padahal baru saja aku mencuci bersih semua piring kotor.
"Iya. Papa yang nyuruh aku pulang cepat. Kamu pergi kerja? Kenapa enggak kerja dari rumah saja?!" tanyaku.
"Bosan aku, Mas. Sekalian kasih oleh-oleh buat Kak Dewi. Oh iya, Mas mau makan malam apa? Aku pesankan ya!" Carmen mengeluarkan Hp miliknya dan mulai memilih makanan dari aplikasi pesan antar. "Mau seafood atau ayam?"
"Apa saja." jawabku. Aku lebih tertarik mendengar bagaimana reaksi Dewi saat menerima hadiah dariku. "Dewi bilang apa? Bagus tidak pilihanku?!"
"Bagus kata Kak Dewi. Sesuai selera dia. Aku pesan seafood aja ya sekalian aku mau makan kangkung balacan."
"Oke." aku pergi ke dalam kamar hendak mandi. Aku tersenyum senang saat tahu Dewi menyukai pilihanku.
Selesai mandi, makanan sudah tersedia di meja makan. Carmen udah menghidangkan lengkap dengan nasi yang ia pesan di aplikasi. Aku menarik nafas dalam, mengisi stok sabar dalam diriku. Beginilah kalau menikahi anak manja kesayangan Abi-nya. Tak bisa masak, dan malas bersih-bersih.
Aku jadi iri dengan rumah tangga Wira dan Dewi. Meski Dewi sibuk bekerja, Wira selalu ia masakkin. Aku pernah melihat Wira memakan bekal yang Dewi buatkan saat berkunjung ke showroomnya. Sementara aku ....
"Mas, roti habis. Mas tolong belikan di minimarket depan komplek ya! Buat sarapan besok pagi nanti enggak ada roti." pesan Carmen.
"Oke." aku mengalah saja. Bahkan untuk membeli sarapan besok saja harus aku yang beli padahal uang belanja sudah aku transfer. Huft ....
Selesai makan, Carmen menaruh piring kotor di washtafel. Saat ia hendak pergi, aku menegurnya.
"Baby, kamu tidak mencuci piringnya?!" tegurku.
"Oh iya, aku lupa kalau di rumah ini belum ada mbak yang bantuin. Yaudah aku cuci dulu."
Aku menghela nafas lega. Untunglah anak itu masih nurut kalau diberitahu. Aku hendak pergi ke kamar untuk menyelesaikan pekerjaanku. Aku baru sampai depan pintu kamar ketika aku mendengar suara barang pecah.
Prang!
Suara piring pecah yang berasal dari dapur. Cepat-cepat aku berlari dan melihat apa yang terjadi. Carmen nampak sedang memunguti piring yang pecah.
"Pakai sapu, Baby! Nanti kena tangan kamu!" kuambilkan sapu dan terpaksa aku yang bersihkan.
"Tangan aku licin makanya piringnya jatuh." katanya dengan wajah polosnya.
Aku melihat piring yang sudah ia cuci. Masih licin dan bau sabun. Pantas saja jatuh dan pecah. "Ini tuh masih licin dan bau sabun. Kamu harus bersihkan lagi. Bilas dengan air sampai bersih jadi enggak licin lagi."
"Oh... Begitu ya? Yaudah aku bersihkan lagi deh."
Huft... Kutinggalkan Carmen setelah piring yang pecah sudah kubereskan. Lelah sekali hari ini. Aku yang berniat mengerjakan pekerjaanku malah ketiduran dan terbangun tengah malam di atas kursi. Kulanjutkan pekerjaanku sampai selesai baru pindah ke atas tempat tidur dan melanjutkan tidurku.
Keesokan paginya, sarapan roti bakar belum tersedia di meja makan. Alasannya sepele, Carmen kesiangan. Ya Allah ... Masih pagi dan aku sudah dibuat emosi dengan sikap manja dan malasnya. Coba kalau istriku Dewi, pasti aku sudah duduk manis sambil menikmati sarapan lezat buatannya. Bukannya duduk sambil menatap meja makan kosong yang tak ada hidangan meski hanya secangkir kopi atau susu hangat. Huft ... Nasib ... Nasib ....
Terpaksa aku menyiapkan sarapanku sendiri. Sarapan roti tawar dengan selai tanpa susu hangat. Biasanya Mama sudah menyiapkan semua untukku, sekarang aku harus mengurus diriku sendiri karena istriku yang manja tidak melakukannya.
Carmen memintaku mengantarnya bekerja. Kuturuti keinginannya sekalian berharap bertemu Dewi. Kulirik dapur yang berantakan, aku pikir ia akan membereskannya dahulu namun ternyata tidak. Lalu siapa yang akan membereskannya? Aku lagi gitu? Enggak deh, lebih baik aku lembur saja daripada harus aku lagi yang bereskan.
Aku mengantar Carmen sampai ruko. Aku bertemu Wira yang juga mengantar Dewi. Aku lalu menyapa Wira dan Dewi. Kulihat Dewi menyerahkan kotak bekal untuk Wira. Semakin iri saja aku melihatnya. Sarapan pun aku tak disiapkan.
"Cie... pengantin baru! Romantis banget sih sampai dianterin segala! Biasanya juga bawa mobil sendiri." goda Dewi pada Carmen yang bergelayut manja di lenganku.
"Iya dong, Kak. Memangnya cuma Kak Dewi dan Abang saja yang romantis?!"
Aku melepaskan tangan Carmen dan memilih pamit untuk berangkat kerja. Aku risih bermesraan di depan Dewi. Aku melirik sekali lagi, nampak Dewi merapihkan kemeja Wira yang terlipat. Sementara Carmen ....
Ah sudahlah!
Aku makin tak menyukai rumah tangga ini. Aku menjalaninya dengan terpaksa. Tak ada cinta. Tak ada kenyamanan. Membuat aku malas pulang ke rumah.
Aku pun menyibukkan diri dengan sering lembur dan pulang malam. Aku sudah makan malam di kantor dan tak peduli rumahku berantakan seperti kapal pecah.
Lama kelamaan aku makin malas berada di rumah yang menurutku bukan rumah. Kebetulan sekali salah satu anak perusahaanku yang berada di luar kota sedang bermasalah. Aku pulang di siang hari, mempacking baju dan langsung pergi ke bandara. Aku baru mengabari Carmen kalau aku pergi ke luar kota lewat pesan singkat.
"Yah... Kok dadakan sih, Mas?" pertanyaan Carmen yang baru aku balas dua jam kemudian.
"Ada masalah. Mas pergi dulu. Jaga diri kamu baik-baik." singkat dan padat. Setidaknya aku bisa bernafas lega untuk sementara. Bodo amat dengan rumah yang berantakan. Tak peduli mau ada piring pecah lagi. Lebih baik kerja di luar kota. Lebih tenang, lebih nyaman dan lebih kunikmati hidupku.
****
duda kesepian gagal move on smoga bisa rujuk yaa😃😃
terima kasih ya kak, Saya suka ❤️❤️❤️❤️
udah duluan baca kisahnya Djiwa 😍😍😍😍
50 ribuan satu orang 😂🤣