Di suatu hari paling terpuruk di hidup Dinda, dia bertemu dengan seorang wanita paruh baya. Wanita tua yang menawarkan banyak bantuan hanya dengan satu syarat.
"Jadilah wanita bayaran."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
WB&CEO Bab 7 - Tertawa Sampai Puas
Jam setengah 9 malam Alden akhirnya sampai di rumah sakit Royal Dude.
Dia berjalan dengan langkah kaki lebar melewati koridor rumah sakit, menuju ruangan dimana Dinda berada.
Data tentang itu sudah dia ingat dengan baik di dalam otaknya.
Alden mengetuk pintu ruangan itu dengan santainya, seolah dia adalah tamu yang hendak berkunjung. Bukan seperti seorang pria yang hendak menuntut tanggung jawab.
Dan tak lama setelah dia mengetuk pintu ruangan itu, kemudian Dinda membukanya ...
Sepersekian detik seolah waktu berhenti. Sampai Dinda bisa lihat dengan jelas mata elang dan seringai licik itu.
Deg! jantung Dinda terasa berhenti, makin dia tatap mata elang itu makin dia terperosok dalam ketakutan. Bukan takut pada Alden si pria miskin, melainkan hatinya pun mengakui jika perbuatannya adalah salah.
Kaki Dinda mundur perlahan, namun urung kembali masuk saat dia mendengar suara ibunya ...
"Siapa sayang?" tanya Julia, ibunda Dinda. Dia telah sadar sejak pagi tadi. Semalam Dinda tidak tahu, jika Julia belum sadar hanya karena obat bius selama operasi dan bukan karena ingin meninggalkan dia dari dunia ini.
Setelah sadar Dinda langsung berteriak memanggil dokter, setelahnya dia tahu pasti jika ibunya baik-baik saja dan hanya tinggal melewati masa pemulihan.
"Ti-tidak ada siapa-siapa Ma, sepertinya hanya orang iseng. Aku periksa dulu di luar," jawab Dinda dengan gugup, dia bahkan menyelipkan rambutnya ke belakang telinga, padahal rambut itu sebelumnya memang sudah berapa disana, tidak berantakan sedikitpun.
Dinda terpaksa menjawab seperti itu karena tidak ingin sang ibu sampai tahu perihal pria ini, Alden.
Sampai tahu apa yang dia lakukan untuk membuat operasi sang ibu bisa terjadi.
Tadi saat Julia bertanya dari mana Dinda mendapatkan semua uang untuk biaya operasinya, Dinda menjawab bahwa dia mendapatkan pinjaman dari atasannya di cafe, tuan Jodi.
Dan mendengar jawaban Dinda yang bohong membuat Alden berdecih kecil, ternyata wanita ini memang pembohong ulung. Mudah sekali bicara dusta.
"Baiklah," jawab Julia singkat, lengkap dengan senyumnya yang terlihat teduh.
Senyum yang selamanya akan Dinda jaga, tak akan biarkan siapa pun merusaknya.
Dinda lantas keluar, menutup pintunya perlahan dan kemudian menarik tangan Alden untuk menjauh dari ruangan sang ibu.
Awalnya Alden hanya pasrah, dengan terkekeh pelan. Namun kemudian dia gantian mencekal tangan Dinda dan menariknya agar wanita ini mengikuti langkahnya.
Mereka berdua sadar tak boleh melakukan keributan di dalam rumah sakit, maka Alden menarik Dinda hingga mereka berdua sampai di luar. Berada di balik dinding rumah sakit yang tak nampak oleh banyak orang.
"Lepas! tanganku sakit!" geram Dinda, dia tak Sudi diperlakukan seperti ini. semua orang telah memperlakukannya dengan buruk, membuat harga dirinya benar-benar terasa hancur.
Dinda hanya sedang mecoba melindungi harga dirinya yang tersisa.
Tapi Alden tak mau dengar, dia mendorong Dinda hingga membentur dinding, kemudian mencengkram kuat dagunya dan menatap tajam.
"Katakan, siapa yang membayar mu untuk menghancurkan hubunganku?" tanya Alden dengan suaranya yang dingin.
Disaat seperti ini Dinda gamang, harus bagaimana? pura-pura tidak tau atau melanjutkan kebohongannya sebagai Valerie.
Dinda coba menepis tangan Alden, namun tak mampu, sementara cengkraman tangan itu semakin kuat dia rasakan.
Alden bahkan tak peduli, jika wajah Dinda telah berubah merah menahan sakit.
"Aku tidak mengenal mu bodoh!" jawab Dinda dengan susah payah.
Ya, akhirnya Dinda pilih untuk pura-pura tidak tahu. Dia sangat yakin tampilannya malam itu dengan saat ini sangat jauh berbeda, Alden tak akan mampu mengenalinya.
"Lepas! atau aku akan berteriak!" ancam Dinda lagi dan saat itu Alden memang melepaskan Dinda, namun kemudian dia melemparkan data diri wanita ini, tepat di dada Dinda.
Foto Dinda dan Valerie terjatuh dan Dinda bisa melihatnya dengan jelas.
Seketika kedua matanya membola, dengan tubuh yang mulai gemetar.
Bagaimana pria ini bisa tahu? batinnya penuh tanya, Dinda mulai tidak tenang. Bahkan tidak punya kekuatan lagi untuk melawan.
"Hamil? menjijikkan," ucap Alden, bicara mengingatkan tentang ucapan Dinda malam itu.
"2 hari lagi, datanglah ke tempat yang sama saat kamu membuat kekacauan. Jelaskan semuanya pada kekasih ku tentang kebohongan menjijikkan mu itu atau jika tidak ..."
"Aku akan katakan semuanya pada ibumu. Bahwa mungkin saja, kamu membayar biaya pengobatan ibumu dengan uang haram. Uang dari hasil menjadi wanita bayaran."
Dinda tergugu, saat ini tubuhnya benar-benar telah gemetar merasa takut.
Bagaimana bisa dalam sekejap saja Alden mengetahui semua tentang ini. Padahal Dinda sudah sangat yakin jika Alden tak akan bisa melakukan upaya apapun.
Tapi nyatanya, pria ini bahkan tahu jika dia berada disini dan lengkap dengan kondisi ibunya.
Dinda tak mampu menjawab apapun, dia hanya diam dan terus menunduk menatap foto dirinya sendiri di atas lantai.
Sampai akhirnya Dinda lihat, kaki Alden melangkah pergi meninggalkan dia disini.
Tangannya yang gemetar coba Dinda remat agar tenang. Dia coba mengangkat kepalanya dan melihat punggung pria itu pergi.
Dinda lihat saat Alden menaiki motornya dan keluar dari area rumah sakit.
Dalam kebingungan ini hanya ada nama Gaida yang dia ingat.
Lantas dengan segera dia ambil ponselnya di dalam saku celana dan menghubungi wanita tua itu.
Tidak butuh waktu lama panggilannya mendapatkan jawaban.
"Nyonya _"
"Katakan ada apa? jangan membuang waktuku terlalu lama," potong Gaida degan cepat, tak ingin ada basa basi diantara mereka. Gaida pun tak ingin mendengar jika Dinda kembali meminta uang.
"Alden mendatangiku Nyonya," ucap Dinda dengan ketakutan yang masih tersisa, setelahnya dia pun menceritakan semua yang terjadi tanpa terlewat satupun.
Tentang ancaman Alden dan perintahnya untuk kembali bertemu dan menjelaskan semua pada Liora kebohongan ini.
Tapi mendengar itu Gaida tak merasa takut sedikitpun, dia malah tersenyum licik seraya menyusun rencana kedua.
"Tenanglah Val, semuanya akan baik-baik saja. Dia tidak akan bisa melakukan lebih dari sekedar mengancam, kamu mengerti?"
"I-iya Nyonya," jawab Dinda sedikit tenang. Entahlah, kini dia jadi percaya apapun yang di ucapkan oleh Gaida.
"Turuti saja maunya pria miskin itu, tetap tampil yang cantik saat menemui mereka nanti. Mengerti?"
"Baik Nyonya."
"Bagus."
Gaida lebih dulu memutuskan panggilan telepon itu, senyum liciknya semakin tersirat dengan jelas.
"Tidak Al, pertemuan kedua kalian nanti bukan untuk menjelaskan tentang kebohongan ini, tapi semakin membuat kebohongan ini jadi nyata di mata Liora," ucap Gaida, bicara sendiri lalu tertawa puas, tawa jahat.
Bahkan sampai puasnya dia tertawa hingga membuat hatinya merasa bahagia.
Gaida sangat yakin, rencana keduanya kini tak akan gagal lagi.
Dia akan memanfaatkan kebodohan Dinda.