NovelToon NovelToon
Wajah Tersembunyi

Wajah Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Identitas Tersembunyi / Pengganti / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / TKP / Mafia
Popularitas:73
Nilai: 5
Nama Author: Pertiwi1208

Dara, seorang detektif yang menangani kasus pembunuhan berantai harus menelan kenyataan pahit. Pasalnya semua bukti dan saksi mengarah padanya. Padahal Dara tidak kenal sama sekali dengan korban maupun pelaku, begitu juga dengan anggota keluarga dan saksi-saksi yang lain.


Dalam keadaan yang terpojok dan tanpa bantuan dari siapapun, Dara harus berusaha membuktikan bahwa dirinya tidak terlibat dalam aksi pembunuhan keji tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pertiwi1208, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6

"Apa saja yang kamu lakukan?" tanya Pak Krisna sembari mencengkram kerah baju Pak Bagas.

"Kenapa semua tidak kunjung terpecahkan?" geram Pak Krisna lagi dengan wajah yang menahan amarah.

Saat ini Pak Krisna sedang berada di pinggir danau, beliau melakukan janji temu dengan teman lama, yaitu Pak Bagas yang merupakan seorang kepala polisi yang menangani kasus pembunuhan Ana, putri pak Krisna. 

Baru saja mereka turun dari mobil mereka masing-masing, tiba-tiba saja Pak Krisna bertindak frontal dengan mencengkram kerah baju Pak Bagas. "Tenanglah dulu, semua sudah berjalan sesuai dengan prosedur. Mereka juga sudah menemukan pelakunya, jadi kita tunggu saja kabar selanjutnya dari mereka." Pak Bagas mencoba menjelaskan.

"Apa menurutmu, aku sesabar itu?" tanya Pak Krisna.

"Mau bagaimana lagi, kamu tidak bisa bertindak semaumu sendiri seperti yang dulu-dulu, karena kasus ini sudah masuk di ranah kepolisian. Jadi kita benar-benar harus mengikuti proses-proses yang ada di sana," ucap Pak Bagas mencoba menjelaskan.

Pak Krisna menarik nafas dalam, beliau juga mulai melepaskan cengkraman tangannya di kerah baju Pak Bagas. "Bukankah kita masih teman baik sampai sekarang? Tidak bisakah kamu mempercepat prosesnya, agar segera terbukti bahwa dia benar-benar pelakunya dan segera memberikan hukuman mati!" garam Pak Krisna.

"Mana bisa seperti itu, saat ini dia masih di tahap interogasi."

"Memang ada video yang menunjukkan bahwa dia tengah menodongkan pisau pada putrimu, tapi belum tentu juga dia pembunuhnya. Kita masih harus menyelidikinya lebih lanjut," jelas Pak Bagas.

BRAAAK!

Pak Krisna segera memukulkan kedua telapak tangannya pada kap mobil yang ada di sebelahnya, lalu beliau menoleh lagi ke arah Pak Bagas. "Menurutmu, bagaimana perasaanmu, jika yang menjadi korban itu adalah salah satu anggota keluargamu yang sangat kamu cintai?" ucap Pak Krisna dengan penuh penekanan.

Glek.

Mendengar hal tersebut, Pak Bagas pun hanya bisa menelan salivanya, karena beliau juga tidak bisa membayangkan, jika saja tempat Ana digantikan oleh salah satu anggota keluarganya. 

"Aku akan terus memantau kasus ini, tidak akan aku biarkan pelakunya lolos. Jadi kamu tenang saja." Pak Bagas mulai geram dan sedikit tersinggung dengan ucapan Pak Krisna.

Setelah berbicara, beliau segera masuk ke mobil, tanpa menoleh lagi. Beliau pun meninggalkan Pak Krisna yang masih dalam keadaan emosi begitu saja.

"Aku ini kepala Polisi, bukan budaknya. Kenapa aku harus selalu mengikuti ucapannya?" Pak Bagas menggerutu sembari memasang sabuk pengaman dan mulai menyalakan mesin mobilnya. Sementara Pak Krisna terus memandangi kepergian Pak Bagas dengan tatapan tajam.

***

"Kenapa kamu mengikutiku kemari?" tanya Pak Bagas. 

Saat beliau baru saja sampai di tempat parkir kantor polisi dan turun dari mobil, tiba-tiba saja beliau melihat Pak Krisna juga baru saja turun dari mobilnya. "Aku ingin melihat proses interogasi," jawab Pak Krisna tanpa beban.

"Mana bisa seperti itu, semua harus sesuai dengan prosedurnya," ucap Pak Bagas.

"Kenapa aku tidak bisa ikut? Aku kan ayahnya korban. Aku benar-benar ingin melihat bagaimana wajah si pembunuh itu!" Pak Krisna berbicara seraya mengepalkan tangannya.

Tidak ada yang bisa diucapkan lagi, Pak Bagas hanya bisa menarik nafas dalam. Beliau tahu betul, bahwa sahabatnya itu memang selalu mempunyai tekad yang tidak akan bisa dipatahkan. "Berjanjilah tidak akan membuat keributan di dalam nanti," ucap Pak Bagas. Pak Krisna tidak menjawab, beliau hanya segera mengekor di belakang Pak Bagas yang sudah nampak kesal, tapi Pak Krisna tidak memperdulikan akan hal itu, meskipun itu juga akan bisa mempengaruhi karir Pak Bagas, yang terpenting adalah beliau bisa segera meringkus pembunuh putrinya.

***

"Selamat siang Pak," ucap Pak Tedi saat mengetahui Pak Bagas baru saja masuk ke ruangannya. 

Pak Tedi segera beranjak dari duduknya, karena beliau terkejut  ada Pak Krisna di belakang pimpinannya tersebut. "Kenapa... " 

Belum sampai Pak Tedi menyelesaikan ucapannya, Pak Bagas segera mengangkat tangan, sehingga membuat Pak Tedi terdiam seketika. "Dia hanya ingin melihat proses interogasi saja, saya pastikan dia tidak akan membuat keributan," ucap Pak Bagas.

"Apa boleh seperti itu?" tanya Pak Tedi.

"Sudahlah," jawab Pak Bagas dengan acuh.

Dara beranjak dari kursi, dia segera mengambil laptop dan beberapa berkas yang sudah dia tata sejak pagi di atas mejanya, lalu pergi ke ruang interogasi begitu saja, diikuti juga dengan anggota tim yang lain, serta Pak Bagas dan juga Pak Krisna di belakangnya.

Sepertinya Dara tidak memperdulikan dan juga tidak merasa terganggu dengan kehadiran Pak Krisna di sana. Entah ada Pak Krisna atau tidak, prosesnya akan berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada.

Dara pun segera masuk ke ruang interogasi, sementara tim yang lain pergi ke ruangan sebelah. Beberapa detik kemudian, disusul Dani yang juga ikut masuk ke ruang interogasi.

Dara dan Dani berdiri sejenak mematung di depan pintu, mereka melihat seorang pria yang sudah diborgol tangan dan kakinya, sedang duduk menunduk di kursi, 

Bruuk.

Tidak ada basa-basi lagi, Dara segera menyadarkan dirinya dan menghampiri pria tersebut, serta meletakkan bawaannya dengan sedikit kasar ke atas meja. Dara pun duduk di hadapannya, sehingga mereka berdua hanya terhalang meja saja. Meja yang lebih lebar daripada meja makannya yang ada di apartemen. 

Suasana sangat hening sekali di ruangan tersebut, Dara segera membuka laptopnya dan juga mencari salah satu berkas yang berada di tengah-tengah tumpukan berkas yang tadi di bawanya. Berkas yang diambil Dara adalah foto-foto jasad Ana saat pertama kali ditemukan. 

"Apa kamu bisa menjelaskan semua ini?" tanya Dara seraya memutar laptopnya dan menunjukkan rekaman video, saat pria tersebut tengah mengancam putri Pak Krisna menggunakan belati, lengkap juga dia tengah mengenakan mantel berwarna hitam dari atas hingga bawah.

"Memangnya kenapa dengan semua ini? Aku hanya sedikit memberinya ancaman," ucap pria tersebut dengan santai.

"Lalu kamu membunuhnya," ucap Dara sembari menyodorkan berkas foto Ana.

"Kenapa aku harus membunuhnya?" tanya pria tersebut. Dara segera mengernyitkan kening sembari memberikan tatapan tajam pada pria tersebut, sehingga ruangan itu menjadi sunyi kembali.

"Bukan aku pembunuhnya." Pria tersebut segera memecahkan ketegangan yang terjadi di ruangan itu. Dara dan Dani masih tetap diam seraya menunggunya untuk banyak berbicara, mereka berdua ingin mencari celah di setiap ucapan pria itu.

"Kamu yang telah membunuhnya," imbuh pria tersebut sembari menatap Dara dengan penuh arti.

"Aku? Kenapa aku harus membunuhnya? Aku bahkan tidak mengenalnya," tanya balik Dara pada pria tersebut.

"Itulah yang aku tanyakan padamu, kenapa aku harus membunuhnya?" ucap Pria tersebut, seakan proses interogasi itu adalah sebuah lelucon.

"Bukankah malam itu kamu sedang menunggunya di mobil? Lalu membawanya entah ke mana," ucap pria tersebut lagi.

Pak Krisna yang mendengar pernyataan dari pria itu pun segera menoleh ke arah Pak Bagas. "Itu tidak mungkin, kami bisa memberikan alibi dan bukti keberadaan semua tim kami pada saat malam kejadian," ucap Pak Tedi yang segera memecahkan ketegangan di ruangan sebelah.

Tentu saja ruangan tersebut kedap suara, sehingga tiga orang yang berada di ruang interogasi tidak bisa mendengarkan perbincangan mereka.

"Jujurlah padaku, ada dendam apa sebenarnya kamu dengan Pak Krisna?" tanya pria tersebut pada Dara, sembari menopang dagunya dengan kedua tangan yang menggenggam.

"Aku tidak kenal dengan Pak Krisna," jawab Dara.

"Lalu kenapa kamu membunuhnya?" tanya pria itu lagi. Dani pun merasa keheranan dengan pernyataan yang diberikan oleh pria tersebut, dia juga memperhatikan pandangan Dara serta pria tersebut yang sama-sama tajam.

"Baiklah, akan aku akui," ucap pria tersebut akhirnya, sembari menghembuskan nafas dan menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. Dara dan Dani pun bersiap untuk mendengarkan penjelasan dari pria tersebut sembari mulai menarik laptopnya kembali dan bersiap untuk menulis laporan.

"Pak Krisna, selaku pemilik pabrik. Dia tidak membayar gajiku selama 3 bulan terakhir. Maka sudah seharusnya aku memberinya sedikit ancaman bukan?" 

"Aku memang mengancam putrinya, tapi aku benar-benar tidak membunuhnya. Malam itu..." Seketika pria tersebut menatap langit-langit ruang interogasi, seakan dia tengah kembali pada malam kejadian.

"Aku membuntuti putri Pak Krisna selama beberapa hari, barulah di malam itu aku tahu dia akan pulang. Kebetulan malam itu memang sedang gerimis, jadi aku menggunakan mantel. Aku terus berjalan mengikutinya dari jarak yang lumayan jauh, tapi setelah menyadari bahwa area yang dilewatinya tidak ada CCTV dan suasana cukup sepi. Aku berusaha mendekatinya, aku menakutinya dengan belati kecil, sehingga dia pun berlari."

"Aku terus mengejarnya, sehingga aku bisa mendapatkannya di ujung gang sempit. Saat itu ada sebuah mobil yang lewat, mungkin mobil itu juga yang merekam kami saat itu."

"Aku katakan padanya, bahwa dia harus menyampaikan kepada ayahnya untuk membayar gaji kami, tapi mungkin karena dia sangat ketakutan, jadi dia terus berteriak. Beruntung saat itu hujan semakin lebat, mungkin teriakannya tidak terdengar oleh rumah-rumah di sekitar, karena memang bangunan di sekitar cukup tinggi."

"Dia berusaha melepaskan diri dan berlari mengejar mobil yang tadi melewati kami, ternyata mobil tersebut terparkir tidak jauh dari kami berbicara tadi."

"Kamu harus keluar dari gang, nanti akan ada sebuah lahan yang cukup untuk memarkirkan 3 mobil di sana. Disitulah mobil tersebut berhenti, aku ingat benar mobil tersebut berwarna abu-abu, mobil itu terus menyalakan lampunya dan putri Pak Krisna berlari ke arah mobil itu."

"Dia terus mengetuk pintu mobil itu sembari minta tolong, tapi mobil tersebut tidak segera membuka pintunya, aku pun terus berjalan mendekat. Tepat saat aku ingin meraih tangan putri Pak Krisna kembali, pintu mobil itu pun terbuka dan putri Pak Krisna segera masuk dengan keadaan basah kuyup. Pengemudi itu juga segera mematikan lampu mobilnya."

"Dan apa kalian tahu? Saat aku berusaha mengintip dari kaca mobil bagian depan, siapa pengemudi yang ada di sana?" tanya pria tersebut. Dara dan Dani tetap terdiam seraya terus mendengarkan penjelasan pria itu.

"Kamu," ucap Pria itu sembari menatap dengan yakin ke arah Dara.

"Hmb, kamu yang ada di mobil itu kan?" Pria tersebut seakan mengejek Dara selaku detektif yang menangani kasus itu.

"Apa kita saling mengenal? Atau... apakah kamu mempunyai dendam padaku?" cecar Dara. Sementara itu di ruang sebelah, Pak Krisna berusaha mengingat siapa gerangan pria yang bekerja di pabriknya tersebut, karena memang pegawainya lumayan banyak. Jadi beliau tidak bisa menghafal satu persatu.

"Aku akan menunggu sampai jam berapa pun. Berikan keterangan padaku, dimana detektif itu berada pada malam kejadian," tegas Pak Krisna pada Pak Bagas dan juga pada tim yang ada di ruangan sebelah. 

Pak Krisna pun segera keluar dari ruangan dan pergi ke parkiran mobil untuk menenangkan diri. Sementara Pak Tedi segera masuk ke ruangan interogasi dan segera menyeret Dara untuk keluar, agar tidak terjadi masalah untuk kedepannya. Mengingat bahwa Dara memiliki tempramental yang tidak bisa ditebak. 

Saat Pak Tedi menyeret Dara keluar tanpa suara, Dani melihat gerakan yang sedikit aneh dari pria yang baru saja diinterogasinya tersebut. Tampak Pria itu menghembuskan nafas kasar dan juga gelisah. Entah Dara menyadari hal itu atau tidak, tapi Dani pun juga segera mengekor di belakang Pak Tedi dan juga Dara untuk keluar dari ruangan interogasi.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!