NovelToon NovelToon
Terjerat Cinta Mafia

Terjerat Cinta Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: zhar

Ketika Maya, pelukis muda yang karyanya mulai dilirik kolektor seni, terpaksa menandatangani kontrak pernikahan pura-pura demi melunasi hutang keluarganya, ia tak pernah menyangka “suami kontrak” itu adalah Rayza, bos mafia internasional yang dingin, karismatik, dan penuh misteri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zhar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6

"Astaga… sekarang gimana ini?"

"Lepasin! Nggak lihat nenekku pingsan?! Ini semua salah kalian!" Aku menjerit sambil menangis. Air mata mulai membasahi pipiku. Ini bukan waktunya untuk lemah. Aku harus tolong nenek dulu...

"Kamu, jagain dia. Cepet panggil ambulans! Bawa nenek tua itu ke rumah sakit terdekat!" perintah pria itu pada salah satu temannya sambil nunjuk ke arah nenekku.

Sebelum aku sadar, tubuhku udah diangkat dari lantai. Pria itu nyantumin aku di pundaknya kayak nggak berat sama sekali. Aku menjerit kaget, lalu mulai menendang dan memukul sekuat-kuatnya.

"Nenek! Neeeneeek!" Aku berteriak sekuat tenaga sambil terus meronta.

Aku lihat nenek tergeletak diam di lantai, tak sadarkan diri. Air mataku nggak berhenti jatuh. Ya Tuhan… nenek bakal baik-baik aja, kan? Aku udah nggak punya siapa-siapa lagi. Aku nggak sanggup kehilangan dia juga...

Semua yang terjadi begitu aku masuk ke dalam mobil limusin hitam itu terasa persis seperti adegan dalam sinetron kriminal seorang perempuan muda diculik, dimasukkan ke mobil dengan tangan dan kaki terikat, lalu kepalanya ditutup karung hitam agar dia tak bisa melihat jalan atau mencoba kabur.

Begitu aku masuk ke dalam mobil, aku langsung meronta-ronta dan berteriak sekencang-kencangnya. Para lelaki itu awalnya hanya menahanku dengan tangan mereka, mencoba menenangkanku. Tapi ketika mereka saling berpandangan, aku tahu mereka mulai berpikir kalau mereka harus berbuat lebih untuk membuatku diam.

“Dengar, Nona. Kita ini dapat perintah buat perlakukan kamu baik-baik, dengan hormat. Saya nggak boleh kasar. Tapi kalau saya rasa kamu bakal makin rusuh kalau nggak diikat, ya saya ikat. Paham?” kata pria yang sama seperti sebelumnya, suaranya terdengar capek.

“Aku nggak peduli!” bentakku di mukanya.

Karena aku terus teriak-teriak dan berusaha kabur, pria itu akhirnya memberi isyarat pada anak buahnya. Seorang langsung mengikat kedua tanganku, sementara yang lain mengikat kakiku. Aku terus berteriak dan memaki mereka sampai akhirnya mulutku ditutup dengan lakban.

“Ini buat kebaikan kamu sendiri, Nona. Saya nggak bisa biarin kamu ketemu bos dalam keadaan babak belur. Sabar sebentar, ya…” katanya sambil terkekeh dan mengeluarkan ponselnya dari saku.

“Ya… bilangin ke bos, kita udah jalan. Ceweknya udah sama kita,” katanya singkat sambil menelepon seseorang.

Telepon itu cuma sebentar, beda banget sama perjalanan yang harus kutempuh. Karena mereka nggak menutup mataku mungkin mereka pikir itu nggak perlu aku masih bisa lihat jalanan dari balik jendela. Aku nggak tahu pasti ke mana mereka membawaku, tapi dari arah yang kami ambil, jelas kami menuju ke Dakarta.

Sudah lama aku nggak ke kota itu, sejak pindah ke desa untuk tinggal sama nenek. Aku jadi penasaran, apa kota itu masih sama seperti dulu?

“Bangun, Nona. Kita udah sampai.”

Aku mendengar suara pelan memanggil namaku, lalu sebuah tangan mengguncang bahuku. Aku terbangun dengan sedikit tersentak. Sejak kapan aku tertidur? Pasti selama perjalanan panjang menuju kota. Kurasa aku benar-benar kelelahan, sampai-sampai nggak sadar kapan mataku mulai terpejam.

Aku ada di mana, ini?

Mobil berhenti total, dan dari jendela aku melihat sebuah rumah besar bergaya klasik Eropa, penuh ornamen dan ukiran yang mewah. Bangunannya luar biasa besar! Apa ini hotel bintang lima?

Dari tempatku duduk, aku bisa melihat taman yang tertata indah ada air mancur dengan patung dewa asmara dan bunga-bunga warna-warni bermekaran di segala sudut. Kalau saja aku datang ke sini dalam keadaan berbeda, mungkin aku akan terpukau dan senang bisa berada di tempat seindah ini. Tapi sekarang, yang kurasakan cuma cemas, takut, dan tegang.

Laki-laki yang membawaku ke sini tak berkata apa-apa saat melepaskan ikatan di tangan dan kakiku. Mereka lalu membuka lakban di mulutku dengan hati-hati. Aku berdeham pelan, berusaha memulihkan suara setelah sekian lama tak bisa bicara.

“Umm… kita di mana?” tanyaku begitu suara mulai keluar.

“Ini rumah bos. Tapi kuperingatkan, bos itu orangnya serius… banget. Jadi jaga sikap dan kata-katamu kalau kamu masih mau lihat matahari terbit besok pagi,” jawabnya sambil mengulurkan tangan, menarikku keluar dari mobil.

Bosnya orang yang sangat serius…

Tiba-tiba, aku sadar nyawaku bisa benar-benar dalam bahaya. Sepertinya pria itu nggak sedang bercanda. Satu kata atau gerakan yang salah, bisa-bisa aku mati. Kalau ini mimpi buruk… tolong bangunkan aku sekarang!

Aku sempat penasaran, seperti apa sih wajah dan sikap bos mafia itu? Tapi kemudian aku sadar, mungkin lebih baik aku nggak pernah tahu…

Aku larut dalam pikiran dan rasa takut saat pria itu menarik lenganku kasar, menyeretku ke arahnya. Dua pria lain langsung mengepungku dari kiri dan kanan, seolah siap mencegahku kabur kapan saja. Jujur saja, aku bahkan tidak sempat memikirkan untuk lari. Tidak mungkin aku bisa lebih cepat dari mereka, sekeras apa pun aku mencoba. Kalau pun ingin kabur, aku harus menyusun rencana yang lebih cerdas, bukan cuma lari membabi buta…

Ternyata benar, rumah besar itu memang luar biasa luas. Sudah cukup lama aku dibawa berkeliling di lorong-lorongnya, tapi ruangan si bos, entah di mana letaknya, belum juga kelihatan. Aku benar-benar terkejut melihat betapa mewahnya tempat ini. Warna merah beludru yang mewah berpadu dengan aksen emas terlihat di hampir setiap sudut.

Ada patung marmer tinggi, lukisan-lukisan besar yang tampak mahal, perabot gaya klasik Eropa, dan lantai marmer yang mengilap. Semua itu bukan hal yang biasa kulihat, apalagi disentuh.

Selama ini aku cuma tahu dari film-film kalau bos mafia itu biasanya kaya raya. Tapi sekarang, aku benar-benar melihat sendiri arti dari ‘kaya raya’ itu. Meski kelihatan mewah, rumah besar ini dingin sekali di dalam, membuat tubuhku menggigil sepanjang jalan.

“Tunggu di sini,” kata pria itu tiba-tiba sambil berhenti mendadak. Aku hampir menabrak punggungnya yang kekar. Apa ini tandanya kami sudah sampai?

Aku hanya mengangguk pelan, tanda mengerti. Dia langsung masuk lewat sepasang pintu kayu tinggi berwarna gelap, meninggalkanku bersama dua pria lain yang tetap berdiri diam di dekatku. Aku menelan ludah, mencoba menenangkan diri sambil menanti apa yang akan terjadi.

Tak lama kemudian, pria itu kembali keluar dari balik pintu dan memberi isyarat agar aku masuk. Tidak seperti lorong yang agak remang, cahaya dari ruangan itu sangat terang dan menyilaukan. Sebuah lampu kristal raksasa tergantung di langit-langit, begitu besar dan mencolok sampai aku berpikir itu lebih cocok dipasang di hotel bintang lima.

Ruangan itu sangat luas. Awalnya aku bahkan tak menyadari ada orang lain di dalam.

“Bos ada di sana,” pria itu berbisik pelan. Nadanya terdengar tegang… apa dia gugup?

Aku mengikuti arah pandangnya. Di ujung ruangan, berdiri seorang pria tegap di balik meja kayu besar. Dia tidak menoleh ke arah kami, pandangannya fokus menembus kaca besar yang membentang dari lantai sampai langit-langit. Sosoknya memancarkan aura dingin dan berwibawa tanpa ragu, dialah bos mafia itu.

Salah satu pria di belakangku mendorongku pelan ke depan. Jantungku berdebar hebat, dan tubuhku terasa membeku. Aku bingung, harus bagaimana? Masa aku langsung maju begitu saja?

“Masuk.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!