Jaka, seorang siswa SMA yang biasa-biasa saja, seketika hidupnya berubah setelah ia tersambar petir. Ia bertemu dengan makhluk asing dari dunia lain, hingga akhirnya memahami bahwa di dunia ini ada kekuatan yang melebihi batas manusia biasa. Mereka semua disebut Esper, individu yang mampu menyerap energi untuk menembus batas dan menjadi High Human. Ada juga yang disebut Overload, tingkatan yang lebih tinggi dari Esper, dengan peluang mengaktifkan 100% kemampuan otak dan menjadi Immortal.
Lalu, takdir manakah yang akan menuntun Jaka? Apakah ia akan menjadi seorang Esper, atau justru seorang Overload?
Ikuti perjalanannya dalam kisah Limit Unlock.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jin kazama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Ketua Disiplin.
Bab 6. Ketua Disiplin.
Kekalahan Panjul dari Jaka menyebar dengan cepat. Efeknya sangat luar biasa. Tidak seperti mengalahkan Ucok seperti sebelumnya yang tidak memberi efek yang signifikan.
Kini nama Jaka benar-benar diperhitungkan oleh semua siswa dari berbagai kalangan. Entah itu dari para preman sekolah ataupun dari mereka yang rajin belajar.
Ada dua faktor yang mendasari hal ini. Bagi para preman, kehadiran Jaka merupakan satu tambahan kekuatan yang bisa membuat mereka menjadi lebih mendominasi, bukan hanya di sekolah, tapi juga di luar sekolah.
Bagi anak-anak yang rajin belajar, ini merupakan angin segar. Yang mana Jaka bisa menjadi tombak penyelamat bagi mereka semua, mampu menciptakan ketenangan dan juga suasana belajar mengajar yang seperti seharusnya ada di dalam sekolah normal pada umumnya.
Bagaimanapun, selama ini semua siswa di SMA Nusantara tidak ada yang berani melawan dominasi 10 preman penguasa sekolah. Bahkan para guru pun sangat pusing dan dilema, terutama bagi seorang pria paruh baya yang saat ini menjabat sebagai kepala sekolah, bernama Danang Suganda.
Selama ini yang bisa dilakukan oleh mereka hanyalah pasrah dan pura-pura tidak melihat. Jika pun sudah kelewatan, baru mereka menegur dan memberi hukuman ringan seperti skors atau menggandakan tugas sekolah yang sama sekali tidak memberi efek jera bagi mereka.
Ini semua bisa terjadi karena latar belakang keluarga mereka yang tidak biasa. Dan tentu, yang paling mendasarinya adalah tunas yang selalu rutin diberikan untuk membantu pengembangan sekolah.
Dan setiap donasi itu diberikan, mereka selalu memberi penekanan dan bujukan agar menjaga anak-anak mereka dengan baik. Hal inilah yang membuat Pak Danang pusing tujuh keliling.
Memberi hukuman berat sama saja dengan menyinggung para donatur. Tidak memberi hukuman, tapi tingkah para siswa itu semena-mena. Bukan hanya membully sesama teman, bahkan di antara mereka ada yang sangat tidak sopan kepada beberapa guru yang akhirnya tidak tahan dan memilih untuk mengundurkan diri.
Jika ini terus berlangsung, maka nama baik sekolah bisa benar-benar tercoreng. Pernah Pak Danang menunjuk beberapa siswa yang memiliki ilmu bela diri tinggi untuk menjadi ketua disiplin.
Alhasil, bukannya memberi hasil yang memuaskan, yang ada justru siswa yang ditunjuk itu ikut bergabung dengan kelompok mereka dan menjadi anak buah dari 10 preman pembuat onar itu.
Dan 10 orang ini di antaranya adalah Rama, Ali, Yudha, Firman, Kelvin, Bryan, Galang, Nando, dan terakhir Danu (Panjul).
Atau lebih tepatnya saat ini diganti dengan Jaka karena dirinya sudah tersingkir dari peringkat 10. Setidaknya itulah yang terlihat di mata semua orang.
Keberhasilan seorang Jaka yang dikenal sebagai siswa beasiswa yang memiliki reputasi baik di sekolah, namun kini secara mengejutkan berubah menjadi sangat galak dan menumbangkan Danu, benar-benar menjadi kejutan bagi mereka semua.
Terutama menyalakan api semangat yang sebelumnya telah padam di hati Pak Danang.
"Bagus, bagus! Akhirnya setelah sekian lama, muncul seorang siswa yang bisa menekan dominasi para berandalan itu!" kata Pak Danang dengan mata berbinar.
Setelah penyelidikan singkat, identitas Jaka pun diketahui. Dan saat semua orang tahu jika ternyata dirinya adalah siswa tahun pertama, mata semua guru terbelalak lebar tak percaya.
"Wah, wah, wah! Saya tidak menyangka jika ternyata ada jagoan dari kelas 1 yang berhasil menaklukkan banteng liar itu," kata seorang guru bertubuh jangkung, berkacamata bundar dengan rambut yang selalu klimis dan disisir rapi. Namanya adalah Pak Sabar.
Mendengar apa yang dikatakan oleh Pak Sabar, beberapa guru mengangguk-anggukkan kepalanya tanda menyetujui.
"Ya, betul itu, Pak. Saya harap siswa bernama Jaka ini benar-benar berhasil menekan kesombongan mereka semua," ucap wanita berusia 35 tahunan bernama Bu Reni.
"Iya, Bu. Benar itu... Huh, kalau melihat wajah sombongnya, apalagi ketuanya itu siapa namanya... ah iya, si Rama... setiap kali dinasehati selalu saja menjawab... dan yang paling menjengkelkan adalah tatapannya yang meremehkan dan nggak ada sopan santunnya sama orang yang lebih tua itu loh! Kalau itu anakku, huh, sudah tak rujak! Saya ulek-ulek sampai lembut," celetuk wanita paruh baya di samping Bu Reni sambil mendengus kesal. Namanya Bu Ningsih.
Mendengar itu, beberapa orang hanya terkekeh. Tapi kekehan itu lebih ke senyum tidak berdaya yang penuh dengan dilema.
Kemudian terdengar suara berdehem dari kepala sekolah yang seketika membuat suasana yang sebelumnya agak ramai menjadi hening.
"Kita semua sudah lama dilema dengan hal ini. Tapi kehadiran siswa bernama Jaka ini sekali lagi memberi kita harapan untuk menegakkan peraturan sekolah tanpa menyinggung para donatur," kata Pak Danang membuka percakapan.
Semua guru mengangguk menyetujui.
Setelah menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya secara perlahan, Pak Danang kembali melanjutkan ucapannya.
"Dan untuk itu, sama seperti sebelumnya, saya akan menjadikan Jaka ini sebagai ketua disiplin yang akan membantu kita mengendalikan Rama dan yang lainnya," kata Pak Danang.
Semua guru masih diam dan mendengarkan dengan seksama.
"Jika misalnya Nak Jaka ini berhasil, maka pihak sekolah akan memberikan beasiswa non-SPP, seperti uang saku setiap bulannya dan juga fasilitas lain seperti laptop dan sebagainya," kata Pak Danang.
Pembicaraan itu terus berlanjut hingga akhirnya setelah 1 jam berdiskusi, semua guru kompak menyetujui. Rapat itu menyimpulkan beberapa poin penting.
Di antaranya adalah:
Yang pertama, selain beasiswa non-SPP, selama Jaka berada di jalur yang benar dan positif, maka dia memiliki hak keputusan dalam hal kedisiplinan (pendapatnya akan lebih didengar dan dipertimbangkan daripada OSIS).
Yang kedua, bebas pilih ekstrakurikuler, bahkan boleh mengusulkan ekstrakurikuler baru.
Yang ketiga adalah dukungan masa depan, seperti rekomendasi langsung dari kepala sekolah ke universitas negeri favorit.
Dan juga jika prestasinya dalam bidang pendidikan sangat memuaskan, pihak sekolah tidak akan ragu untuk memberikan beasiswa keluar negeri. Misalnya pertukaran pelajar ke Korea, Jepang, atau USA selama
satu sampai tiga bulan dalam setiap satu tahun sekali.
...◦~●❃●~◦...
"Nah, karena semua sudah menyetujui, maka disimpulkan begitu saja," kata Pak Danang yang tatapan matanya langsung beralih kepada seorang guru bernama Anisa.
"Bu Anisa, saya dengar Nak Jaka berasal dari kelas Anda. Bisakah Anda memanggilnya kemari?"
Mendengar itu, dengan hormat Bu Anisa langsung mengangguk.
"Baik, Pak... Saya akan segera memanggil Jaka kemari untuk menghadap."
Setelah itu, Bu Anisa pun bangkit berdiri dan keluar dari ruangan untuk memanggil Jaka.
Tidak lama kemudian, Bu Anisa pun kembali dengan membawa Jaka.
Sementara itu, Jaka sendiri sangat terkejut dengan panggilan itu. Untuk sementara, pikirannya menjadi kosong.
Berbagai macam spekulasi negatif langsung menghantamnya seperti gelombang badai. Pasalnya, apa yang dia lakukan adalah menghajar anak orang-orang berpengaruh yang selama ini menjadi donatur bagi sekolah ini.
Sebagai siswa beasiswa dari keluarga miskin, dirinya sangat menyadari hierarki semacam ini. Bisa masuk sekolah ini pun dia mendapatkan beasiswa dari bidang olahraga. Dirinya adalah atlet bela diri taekwondo yang cukup mahir.
Jika ada yang bertanya sebelumnya, jika Jaka adalah seorang atlet taekwondo, kenapa dia bisa babak belur?
Yah... itu masalah lain, bro... namanya juga dikeroyok, selain itu yang mengeroyok juga bisa bela diri. Ya pasti tumbang lah!
Kembali Ke Cerita.
Pikiran Jaka dipenuhi oleh skenario buruk yang akan menimpanya.
"Ya Tuhan! Jangan sampai karena masalah ini, aku dikeluarkan dari sekolah!" bisiknya dalam hati.
Dia tidak bisa membayangkan betapa sedih dan kecewa kakak dan ibunya apabila mendengar kabar jika dia dikeluarkan.
Tanpa sadar, langkahnya pun terhenti tepat di depan pintu ruangan kepala sekolah berada.
Dengan gerakan mantap, tangan Bu Anisa pun terlulur dan mengetuk pintu.
"Tok Tok Tok!"
"Permisi, Pak! Siswa yang bernama Jaka sudah hadir."
Tidak lama kemudian terdengar suara dari dalam.
"Silakan masuk!" ucap suara itu dengan dalam dan berwibawa.
Di luar, Bu Anisa pun tersenyum dan menatap Jaka.
"Nah, Nak Jaka, kamu bisa masuk sekarang. Pak Kepala Sekolah sudah menunggu di dalam," kata Bu Anisa dengan lembut.
Beliau memang seperti itu, guru yang sabar dan penuh kasih sayang kepada para muridnya... meskipun ya, bisa dibilang kebandelan mereka terkadang sudah seperti setan.
Mengangguk, Jaka pun akhirnya membuka gagang pintu.
Saat masuk di dalam, seorang pria paruh baya menyambutnya dengan senyum ramah.
Jaka pun melangkah masuk, lalu membungkukkan badan sebagai tanda hormat. Dengan nada gugup, namun jelas di balik suaranya, dia pun berkata,
"Selamat siang, Pak," ucapnya dengan hati-hati.
Melihat ekspresi Jaka yang begitu kaku dan kikuk, Pak Danang pun terkekeh.
"Jadi kamu yang bernama Jaka... Tidak perlu tegang begitu, Nak Jaka. Ayo, silakan duduk!" kata Pak Danang dengan ramah.
Perasaan Jaka semakin diliputi oleh rasa tidak nyaman.
"Kenapa perlakuannya sangat baik? Apakah ini basa-basi sopan sebelum mengeluarkanku dari sekolah?" batinnya was-was. Jantungnya berdegup kencang oleh perasaan yang tak menentu.
Lalu kepala sekolah pun berbasa-basi, seperti menanyakan di mana Jaka tinggal, berapa saudara, apa pekerjaan orang tuanya, dan sebagainya.
Jaka pun menjawab semuanya dengan sangat lancar. Dan setelah itu tibalah pertanyaan selanjutnya yang semakin membuat jantungnya berdebar-debar tak karuan.
"Oh iya, Nak Jaka. Saya mendengar desas-desus kalau tadi siang kamu berkelahi dengan Danu yang merupakan kakak kelas kamu di tahun ketiga? Apakah itu benar?"
Seketika dunia Jaka terasa begitu gelap. Kalau bisa, ini adalah pertanyaan yang sangat ingin dia hindari. Tapi di hadapan kepala sekolah, apalah dayanya yang seorang siswa beasiswa.
Setelah menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya secara perlahan, dia pun menjawab dengan tegas. Baginya, apa pun konsekuensinya dia akan menanggungnya.
"Iya, Pak. Itu benar. Saya berkelahi dengan Danu karena saya membela diri," ucapnya dengan mantap.
Kali ini suaranya terdengar lancar, tidak ada getaran rasa gugup atau takut sedikit pun di balik nada suaranya.
Melihat itu semua, seberkas kekaguman melintas di mata Pak Danang.
"Menarik! Bahkan saat berhadapan denganku, anak ini bisa menjaga ketenangannya!" batinnya sambil mengulum senyum.
Dan berikutnya, apa yang dikatakan oleh Pak Danang benar-benar membuat Jaka membelalakkan matanya lebar-lebar.