NovelToon NovelToon
Midnight Professor

Midnight Professor

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / CEO / Beda Usia / Kaya Raya / Romansa / Sugar daddy
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author:

Siang hari, dia adalah dosen yang berkarisma. Malam hari, dia menjelma sebagai bos bar tersembunyi dengan dunia yang jauh dari kata bersih.

Selina, mahasiswinya yang keras kepala, tak sengaja masuk terlalu dalam ke sisi gelap sang dosen. Langkahnya harus hati-hati, karena bisa menjadi boomerang bagi mereka.

Keduanya terjebak dalam permainan yang mereka buat sendiri—antara rahasia, larangan, dan perasaan yang seharusnya tidak tumbuh.

Bab 6: Siaga Satu

“Loh? Bos mau turun jadi bartender malem ini?” Selina mendekat dengan langkah ringan, nada suaranya tengah menggoda.

“Saya mau lihat kamu beneran bisa gak ngeracik minuman,” jawab Leonhard singkat dengan menatapnya datar, menyilangkan tangan di depan dada.

Selina menyeringai. “Tanya Prima, deh… dia saksi mataku.” Dia melirik ke arah prima yang duduk santai di kursi bar, menikmati tontonan.

Prima langsung mengangkat kedua alis dan bahunya, bibirnya agak dimonyongkan sedikit. “Jangan seret-seret gua. It has nothing to do with me,” ujarnya sambil mengedipkan satu mata ke Leonhard, yang langsung diabaikannya.

Entah kenapa bagi Prima, melihat Leonhard menjadi kaku setiap berhadapan dengan Selina membuatnya merasa ingin selalu menjahilinya. Orang lain mungkin tidak sadar, tapi kesan dingin dan cuek Leonhard hadir sebagai pertahanan diri.

Mata tanpa emosi Leonhard terpatri pada Selina yang masih memandanginya seperti anak kecil meminta permen. Seakan mendapat sinyal, Selina menyerah dan menuruti kemauan bosnya itu.

Selina mengambil gelas highball tanpa ragu—seperti sudah terbiasa. Es batu besar dimasukkan satu persatu, bunyi denting khas terdengar saat es batu itu bersentuhan dengan gelas kaca.

Botol tequila diangkatnya, dia menuangkan dengan perhitungan yang pas. Setelah itu, Selina menuangkan perasan jeruk nipis yang sudah tersedia, serta memotong jeruk nipis segar untuk tambahan. Aroma citrus yang tajam menyebar, bercampur dengan aroma khas dari tequila.

Tangan kanannya mengambil selang soda, kemudian menyemprotkan ke dalam gelas—memenuhi gelas itu. Sebagai pelengkap, dia masukkan potongan jeruk nipis yang tadi sudah dipotong.

“Here. Ranch Water is ready to served,” ujar Selina, menyodorkan gelas itu ke arah Leonhard. Sang bos bolak-balik menatap gelas di tangan Selina dan matanya.

Menarik, batinnya berkata.

“Kamu tau Ranch Water?” tanya Leonhard sedikit bingung dengan kemahirannya. Selina tersenyum miring, mendekatkan gelas itu—mengode Leonhard untuk mencicipinya.

Mata mereka saling menatap. Leonhard akhirnya meraih gelas itu, jemarinya tidak sengaja bersentuhan dengan Selina sepersekian detik sebelum dia tarik. Ia mengangkat gelas itu perlahan, memutar-mutar untuk mengecek keindahan minuman, cairan di dalamnya bening dengan buih tipis dari soda yang masih naik ke permukaan.

Tanpa mengalihkan pandangan dari Selina, ia meneguk minuman itu. Dingin, segar, dan citrus-nya pas. Rasa tequila juga masih menonjol.

“Sudah kubilang, jangan remehkan aku,” jawab Selina setelah Leonhard meletakkan gelas setengah kosong di atas meja. Bibirnya melengkung nakal, dagunya sedikit terangkat.

“Aku mungkin gak punya lisensi, tapi aku tau gimana bikin orang stay di meja cuma karena satu minuman.” Matanya dikedipkan satu, menatap Leonhard yang dari tadi tidak menunjukkan sedikit emosi.

Leonhard menatapnya sedikit lama, mempertimbangkan apakah gadis itu hanya asal bicara, atau memang paham yang dibicarakan. Tapi, tatapan Selina tidak sedikit pun goyah—dia sangat percaya diri. Kemudian, Leonhard berdehem pelan.

Dia mengangguk. “Okay. It was balanced. No trace of bitterness. Good job.”

Mata Selina sedikit melotot. Apakah bosnya yang cuek itu baru saja mengakui keahliannya? Dia juga barusan memujinya? Selina terkesiap. Menyipitkan matanya sambil melangkah mendekati Leonhard. Telunjuknya menunjuk si bos.

“Oh… kamu baru aja muji minumaku!”

Leonhard mundur selangkah, menghindari tubuh mereka bertabrakan. Tapi, Selina terus mengejarnya.

“Ternyata kamu bisa memuji juga…”

Kaki Leonhard mundur lagi seiring dengan langkah maju gadis itu. Dia mendengus pelan, punggungnya hampir menyentuh rak botol di belakang.

“Jangan kebanyakan interpretasi,” suaranya dingin, tapi gerakan mundur sudah cukup memperlihatkan kalau dia tidak sepenuhnya tenang.

Selina menyeringai, kepalanya sedikit miring ke kanan, tatapannya menggoda. Dia mengeluarkan suara decakan berkali-kali sambil menggelengkan pelan kepalanya.

“Oh, please. Berhenti denial. Barusan itu pujian pertama kamu ke aku. Aku bakal inget-inget terus.”

Telunjuknya masih terangkat, hampir menyentuh ujung bibir Leonhard. Tapi, tangan Leonhard lebih cepat menangkap jari itu.

Jari telunjuk Selina tertahan dalam kepalan tangan besar Leonhard, genggamannya cukup kuat. Tatapan matanya menusuk hati, seolah ingin menekankan batas yang tidak pernah dia biarkan orang lain lewati.

“Don’t push it.” Suaranya rendah dan lantang, terdengar seperti peringatan. Jantung Selina mulai berdebar cepat saat vibrasi suara berat itu memasuki gendang telinganya.

Oh, Tuhan… kenapa dia semakin menggoda tiap kali Selina ingin menggali kebenaran. Kalau begini, bisa saja Selina yang jatuh ke dalam lubang perangkapnya sendiri.

Mata Selina melirik ke dada bidang bosnya itu. yang terpikirkan olehnya hanya berapa tato yang dimiliki Leonhard? Tangan satunya terasa gatal ingin membelai tato naga gagah di dadanya.

Selina menelan ludahnya. Genggaman pria itu tidak kunjung mengendur, malah semakin menekan jari dan menariknya sehingga tubuh mereka berjarak lebih dekat. Selina sempat panik, tapi dia menatapnya dengan tatapan menantang—menyembunyikan kepanikan itu, tapi Leonhard menangkap jelas panik di balik matanya.

“Penasaran, hm?” Leonhard mendesis, bibirnya melengkung tipis. “Trust me, Selina. Your curiosity isn’t safe… around me.”

Selina mengedipkan matanya. Nada suara itu… aahhh membakar habis jantungnya. Selina hanyalah seorang gadis yang juga bisa lemah dengan suara tampan yang mengayomi itu.

Bukannya mundur, dia justru tersenyum kecil. “I’m not looking for anything safety… Sir.”

Urat rahang Leonhard menegang. Jujur saja, dia bisa gila kalau gadis itu sekali lagi memanggilnya dengan julukan ‘Sir’.

“Then, be careful what you wish for,” ucapnya pelan nyaris seperti ancaman. Jari telunjuk Selina dihempas pelan, kemudian dia pamit pergi tanpa menatap ke belakang.

Selina diam di tempat, mengatur pernafasannya. Dia melihat jarinya yang tadi lumayan lama berada di sekapan tangan besar itu—masih terasa sentuhan Leonhard. Dia menarik nafas panjang, berusaha menstabilkan degup jangung yang mendadak kencang.

“Damn… am I falling too fast? Gak… bukan ini misi gua,” gumam Selina sangat pelan, hanya dirinya yang bisa mendengar.

Selina dikagetkan dengan tepuk tangan dari meja bar. Di lupa… Prima dari tadi duduk di sana. Selina mengutuk dirinya dalam hati.

“Boleh juga nyali lo ngadepin si Leon,” ujarnya sengan senyum tipis. Selina mengangkat bahunya sambil tertawa kecil.

Sementara itu, di arena tersembunyi belakang bar, Leonhard menyenderkan punggungnya pada kontainer besar yang menjadi lintasan balap—menghisap sepuntung rokok untuk menghilangkan Selina dari jejak pikirannya. Tatapannya kosong ke arah lintasan yang tidak terlalu besar itu. Asap rokok yang dihembuskan mengotori udara malam, tapi dia tidak peduli.

Seberapa keras dia mencoba menyangkal, Selina berhasil menembus garis yang biasanya tak pernah dilewati orang lain. Leonhard dalam bahaya.

“Stupid girl,” desisnya lirih. Yang ditakuti bukan Selina yang terbakar dalam permainan ini, tapi justru dirinya sendiri.

“Tumben ngerokok?”

Suara jahil menginterupsi benang kusut di kepala Leonhard. Di sampingnya, Raghav sudah memasang muka mengejek.

“Don’t start,” tukas Leonhard datar, berat, dan jelas tidak dalam waktu untuk diusik.

Raghav malah terkekeh, ikut menyender pada kontainer besar itu. “Lo gak bakal nyebat kalo isi kepala itu gak penuh-penuh banget. Masalah supplier lagi? Atau…” dia menghentikan ucapannya, senyiman dibibirnya semakin melebar. “… mahasiswi cantik lo itu?”

“Berita cepat banget kesebar,” gumam Leonhard, menghisap rokoknya di sela-sela ucapan. Dia yakin Prima pasti langsung memberi tahu Raghav semuanya.

“So… it is about her.”

Leonhard menyorot kedua matanya dengan tatapan tajam. “Watch your mouth.”

Raghav mengangkat tangan, pura-pura mengerah. “Relax. Gua cuma nanya. Gak usah sensi gitu dong, bro.”

Asap rokok terakhir keluar dari mulutnya sebelum dia membuang puntung rokok ke jalan dan menginjaknya.

“Lo kalau gak paham, gak udah ribut,” ujar Leonhard.

“Gua cuma mau ngingetin—” uacapannya terpotong.

“Gua tau persis batasan gua. So, don’t ever cross that line.”

Suasana sedikit menegang, Raghav menelan ludah. Walupun dia sudah kenal dekat, tatap saja dia tidak berani melawan Leonhard. Setelah itu, Leonhard berdiri tegak, menepuk pundak Raghav pelan.

“Urusin aja balapan lo—kalo bisa tambahin profit dari taruhan. Gua bisa urus masalah gua sendiri.” Kaimatnya dingin, tanpa senyum, lalu dia pergi meninggalkannya di arena yang sepi.

1
Acap Amir
Keren abis
Seraphina: terima kasih kak🥺
total 1 replies
Desi Natalia
Jalan ceritanya bikin penasaran
Seraphina: terima kasih❤️ pantentung terus ya kak🥺
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!