NovelToon NovelToon
Dewa Alkemis Pengurai Jiwa

Dewa Alkemis Pengurai Jiwa

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Epik Petualangan / Iblis / Balas Dendam / Mengubah Takdir / Perperangan
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Nugraha

“Yang hidup akan ditumbuk menjadi pil, yang mati akan dipaksa bangkit oleh alkimia. Bila dunia ingin langit bersih kembali, maka kitab itu harus dikubur lebih dalam dari jiwa manusia…”

Di dunia tempat para kultivator mencari kekuatan abadi, seorang budak menemukan warisan terlarang — Kitab Alkimia Surgawi.
Dengan tubuh yang lemah tanpa aliran Qi dan jiwa yang hancur, ia menapaki jalan darah dan api untuk menantang surga.

Dari budak hina menuju tahta seorang Dewa Alkemis sekaligus Maharaja abadi, kisahnya bukanlah tentang keadilan… melainkan tentang harga dari kekuatan sejati.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nugraha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1 : Prolog - Kutukan

Langit Tianxu dulu bukan berwarna biru melainkan berwarna merah, gelap, dan berlapis awan hitam yang tidak pernah berhenti meneteskan hujan darah.

Zaman itu dikenal dengan sebutan Era Tujuh Ribu Bara, dimana waktu itu dunia belum dikuasai oleh sekte-sekte suci atau klan bangsawan. Itu adalah masa kekacauan, di mana alkimia bukan sekedar untuk penyembuhan, melainkan digunakan juga untuk senjata pemusnah massal.

Di era itu, muncul sosok-sosok yang disebut dengan Dewa Alkemis. Mereka adalah makhluk yang berhasil menyatu dengan hukum-hukum dunia melalui satu hal: penciptaan pil jiwa.

Dan di antara semua Dewa Alkemis itu, ada satu nama yang membuat seluruh dunia gemetar, dia adalah Maharaja Pengurai Jiwa.

Ia adalah seseorang yang dapat menciptakan pil dari tulang naga kuno, menyuling darah 10.000 roh menjadi cairan perak yang bisa menyapu satu kota dalam sekali hirup. Tekniknya disebut Penyulingan Jiwa Hidup, salah satu kekuatan yang tidak hanya dapat menghancurkan jiwa, tapi juga dapat menghancurkan keinginan seseorang untuk hidup bahkan sebelum kematian datang.

Dia tidak seperti Kultivator, karena ia tidak pernah terlihat mengangkat senjata. Dan bahkan musuh-musuhnya pun tidak mati oleh pedang melainkan oleh pil pil yang telah ia buat

'Kabut Jingga yang menghancurkan Meridian.'

'Air Mata Iblis dari Seribu Kepala.'

'Ramuan Kelahiran yang Terbalik.'

Cukup satu pil itu dilempar ke medan perang maka seribu pasukan akan saling membunuh dalam delusi indah yang tidak nyata. Para kultivator selain menyebutnya Maharaja Pengurai Jiwa mereka juga menyebutnya Sang Penyair Kematian, karena sebelum pilnya dapat membunuh, itu dapat membuat musuhnya menangis, tertawa, lalu bersyair... sebelum jiwa jiwa mereka pecah menjadi abu.

Ketika dunia mulai runtuh, dan dataran Tianxu retak hingga menyingkap dimensi roh, seluruh sekte besar seperti Sekte Puncak Langit Suci, Sekte Lembah Iblis Emas, hingga Kuil Laut Dalam mengikat perjanjian darah.

Tujuan mereka jelas yaitu menghancurkan Maharaja Pengurai Jiwa.

Perang yang berlangsung selama tiga generasi itu mengubah peta dunia. Kota-kota berubah menjadi danau racun. Hutan roh terbakar menjadi gurun jiwa. Bahkan langit kehilangan warnanya.

Akhirnya Maharaja itu bisa di kalahkan, tetapi  bukan karena kekuatan musuhnya, melainkan karena pengkhianatan muridnya sendiri yang mencuri bagian inti dari kitabnya saat ia bermeditasi di dalam sumur jiwa dunia.

Tapi bahkan saat tubuhnya hancur dan bahkan rohnya pun dikutuk oleh lima altar penjaga semesta, kitab yang dibawanya tidak ikut binasa. Kitab itu adalah :

'Kitab Alkimia Surgawi.'

Kitab hitam yang berukir tengkorak naga dan roh tertawa. Sebuah warisan hidup yang tak bisa dihilangkan ataupun dihancurkan.

Isinya bukan hanya teknik pembuatan pil. Melainkan rahasia tentang bagaimana membalik hukum kehidupan dan kematian.

Bagaimana menyerap jiwa makhluk hidup dan menjadikannya bahan alkimia.

Bagaimana menciptakan 'kehidupan baru' dari tubuh manusia yang dihancurkan.

Dan bagaimana menghidupkan kembali dirimu sendiri melalui tubuh orang lain.

Kitab itu akhirnya lenyap bersama reruntuhan perang terakhir. Dianggap hilang atau emang sengaja disembunyikan.

Dengan lenyapnya kitab itu dunia perlahan pulih dan dataran Tianxu mulai kembali damai. Sekte-sekte mulai bangkit kembali dan para bangsawan kembali berkuasa. Sementara ingatan akan Maharaja Pengurai Jiwa menghilang di ingatan orang orang  seperti dongeng.

**

Ribuan Tahun Kemudian...

Di bawah langit yang tenang, dataran Tianxu sekali lagi mendekati titik hancurnya.

Sekte-sekte besar mulai muncul dalam persaingan berdarah demi artefak kuno.

Penyakit aneh muncul, roh-roh liar mengamuk dan lautan spiritual kehilangan warna.

Namun di puncak tertinggi Gunung Qianye, medan perang kuno kembali dipenuhi para kultivator.

Di tengah ribuan artefak yang bersinar, altar yang menggetarkan dimensi dan para pasukan dari sepuluh kekaisaran, berdirilah seseorang sendirian di puncak Gunung Qianye.

Sosok itu berjubah kelabu kelam, tubuhnya ramping dan matanya menatap tajam ke arah para kultivator, dia adalah Li Yao yang dulunya adalah budak tambang kini ia di kenal sebagai Maharaja Alkimia Surgawi.

“Hahaha, Kalian mau memanggilku iblis, silakan.”

“Tapi jangan lupakan satu hal…”

“Kalianlah yang membuatku seperti ini lebih dulu.”

Tangan kanannya akhirnya terangkat ke atas dan muncullah sebuah pil yang terbang di atas telapak tangan kanannya.

Warna keemasan dari pil itu sangat menyilaukan, dari dalamnya terlihat jelas bayangan ribuan jiwa melolong dalam kesakitan.

“Ini adalah pil yang kalian bantu ciptakan. Dari darah kalian, dari pengkhianatan kalian, dan dari kerakusan kalian.”

“Dan kini, aku aku akan mengembalikannya kepada kalian”

Saat ia menjatuhkan pil itu Langit Tianxu sekali lagi bersimbah darah.

***

Sementara itu di masa yang jauh lebih sunyi. Di dasar sebuah tambang tua milik Sekte Langit Beracun, langit tak pernah terlihat dari dasar tambang, yang ada hanya gua tak berujung, bau logam yang menusuk, dan rintihan para budak yang terlalu lelah untuk menangis. Cahaya lentera yang tergantung di dinding dinding batu hanya mampu menyinari sebagian kecil terowongan besar, menyisakan bayangan hitam yang lebih menakutkan dari kegelapan itu sendiri.

Di sudut tambang paling dalam seorang remaja kurus dengan wajah penuh debu, dan darah dari tangannya yang sedang menggenggam sebuah palu kayu yang retak. Punggungnya yang telanjang terdapat warna merah lebam bekas luka cambuk yang belum mengering.

Namanya adalah Li Yao.

Ia baru berusia lima belas tahun, tetapi tidak seorang pun mengingatnya sebagai anak-anak yang benar benar baru berusia lima belas tahun. Di dalam tambang usia hanyalah angka tak berguna. Ia sudah menggali sejak berumur delapan tahun, dan sudah terlalu sering menyaksikan teman-temannya terkubur hidup-hidup oleh reruntuhan batu spiritual.

“Hei, Kenapa palumu berhenti bergerak dasar tikus tambang,”

Sebuah suara berat menggema. Seorang pria kekar dengan baju hitam berdiri di belakangnya. Di tangannya terlihat sebuah cambuk hitam logam yang sudah basah oleh darah.

Dia adalah Pengawas He, salah satu tetua dari sekte langit beracun yang ditugaskan menjadi pengawas para budak di tambang.

Li Yao menunduk, berusaha menyembunyikan napas beratnya. “Maaf pengawas, aku hanya istirahat sebentar.”

“Di sini tidak ada kata istirahat.” Cambuk itu menghantam punggung Li Yao dengan suara “crakkk!”. Tubuhnya terguncang, tapi tidak ada suara yang keluar dari mulutnya, karena menurutnya perlakuan seperti ini sudah terlalu biasa buat dirinya. Darah hangat menetes kembali dari punggungnya, tapi wajahnya tetap datar tidak bergeming sedikitpun.

Namun di dalam matanya seperti ada bara api kecil yang tidak pernah padam.

Di tambang, para budak dipaksa menambang batu roh tingkat rendah yang akan diolah para kultivator sekte langit beracun sebagai sumber energi. Tapi batu itu sedikit beracun bahkan serbuknya bisa menembus paru-paru dan  membusuk kan otot. Satu demi satu budak kehilangan penglihatan, keseimbangan, bahkan hingga akalnya.

Li Yao tahu itu, bahkan ia tahu dirinya akan terus seperti ini jika hanya terus menurut dan menjadi budak tambang.

Ia diam-diam menghitung waktu, berapa langkah para pengawas sekte langit beracun berpatroli, kapan kereta pengangkut batu roh lewat, dan kapan air herbal untuk para budak dibagikan. Ia menghafal ritme itu terus menerus setiap hari dan bahkan suara angin  sudah samar samar ada dalam ingatannya.

Saat waktu makan tiba, para budak sudah duduk di atas batu-batu dingin sambil menyuap bubur berwarna abu-abu.

Suasana yang sunyi menyelimuti tempat itu bukan karena kenyamanan, melainkan karena ketakutan dari mereka. Tak seorang pun dari mereka berani mengucapkan sepatah katapun. Mereka tahu para pengawas selalu mengawasinya, dan jika ketahuan berbicara atau terlambat menyelesaikan makanan, nyawa mereka bisa menjadi taruhannya esok hari.

Namun, di antara keheningan itu seorang budak perempuan yang duduk di samping Li Yao justru memberanikan diri berbicara pelan. Suaranya ringan seperti angin lembut yang menentang badai sunyi di sekitar mereka.

“Li Yao Punggungmu berdarah lagi.” Budak perempuan berambut kusut  menyodorkan sepotong kain tua ke arah Li Yao, ia adalah Lan Ci.

Li Yao hanya melirik sekilas lalu menggeleng kepalanya dengan pelan.

“Simpan saja Lan Ci. Kamu lebih membutuhkannya daripada aku.”

Lan Ci mendengus pelan mencoba menyembunyikan kecemasan di balik senyuman tipisnya.

“Kalau kamu mati, nanti siapa yang akan menghitung jalur kereta berikutnya lagi?” gumam Lan Ci dengan nada suaranya seperti bercanda tetapi ada sedikit kekhawatiran.

Li Yao tidak menjawab pertanyaan Lan Ci. Tapi ia menatap kosong ke arah tanah. Ada sesuatu yang mulai tumbuh di dalam dirinya, itu bukan cinta, bukan juga harapan. Tapi ketidakrelaaan. Ketidakrelaaan untuk terus diam dan di injak-injak. Bahkan mati seperti semut tanpa perlawanan.

1
Green Boy
mantap thor
Eko Lana
alur cerita yang bagus dan menarik
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!