Di bawah rembulan yang dingin, seorang jenderal berdiri tegak, pedangnya berkilauan memantulkan cahaya. Bukan hanya musuh di medan perang yang harus ia hadapi, tetapi juga takdir yang telah digariskan untuknya. Terjebak antara kehormatan dan cinta, antara tugas dan keinginan, ia harus memilih jalan yang akan menentukan nasibnya—dan mungkin juga seluruh kerajaannya. Siapakah sebenarnya sosok jenderal ini, dan pengorbanan apa yang bersedia ia lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syifa Fha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6
Mentari telah tenggelam, meninggalkan langit senja yang dihiasi warna jingga dan ungu. Aroma masakan rumahan yang menggugah selera memenuhi udara di sekitar rumah kecil milik keluarga yun. Yun Ban Xia, dengan senyum lebar yang merekah di wajahnya, memanggil anggota keluarga Yun untuk makan malam bersama. Suaranya yang ceria bergema di antara bangunan-bangunan sederhana namun nyaman itu, menciptakan suasana hangat dan penuh keakraban.
"Xiao Zhao, tolong antarkan makanan ini untuk tamu tuan Yu Zhang dan ini untuk kak Xin Lan.," pinta Bibi Yun, menyerahkan sebuah nampan berisi hidangan lezat. Yun Zhao, dengan patuh, menerima nampan itu dan melangkah menuju kamar Xin Lan.
Namun, ketika Yun Zhao sampai di depan pintu, ia mendapati Xin Lan telah keluar. Wajah Xin Lan tidak sepucat beberapa jam yang lalu dan langkahnya pun lebih mantap walaupun yu zhang tetap membantunya berjalan. Yun Zhao tertegun sejenak, lalu kembali ke ruang makan, melaporkan situasi tersebut kepada Ban Xia.
Ibu Yun, yang selalu khawatir akan kesehatan Xin Lan, segera menyuruh Yu Zhang untuk membawa Xin Lan kembali ke kamar. "Tuan yu, bawa Xin Lan kembali ke kamar. Ia masih perlu istirahat," ujarnya dengan lembut, namun suaranya tegas.
Namun, Xin Lan menggelengkan kepala. "Bibi, aku merasa lebih baik sekarang. Aku ingin makan malam bersama keluarga," katanya dengan senyum lembut, menunjukkan tekadnya. Ia merasa lebih kuat dan lebih bersemangat daripada sebelumnya.
"Kau ini...memang Tidak tahu rasa sakit ya"Ibu Yun hanya menghela nafasnya melihat tingkah Xin lan.
Acara makan malam pun dimulai. Suasana hangat dan penuh canda tawa memenuhi ruangan. kemudian Xin Lan dan yuzhang saling bergantian menjelaskan tentang pertemuan mereka di hutan, bagaimana Yu Zhang menyelamatkannya dari serangan makhluk kegelapan. Ia tidak menceritakan detail tentang Organisasi Mo Hui yang mengincar yu zhang, Xin Lan dan yu zhang telah sepakat mengatakan bahwa menyelamatkan yu zhang dari serangan hewan buas.
Ling, yang duduk di seberang mereka, mengamati mereka berdua dengan tatapan yang rumit. Sebuah senyum tipis terukir di bibirnya, namun matanya dipenuhi dengan kesedihan yang tersembunyi. Ia merasakan sebuah rasa sakit yang menusuk di hatinya. "Aku kenyang," katanya pelan, lalu bangkit dari tempat duduknya, beralasan ingin mencari udara segar.
Xin Lan, yang peka terhadap perubahan suasana hati Ling, ingin menyusulnya. Ia khawatir Ling sakit atau sedang mengalami sesuatu. Namun, Yu Zhang dengan lembut menahan tangan Xin Lan. "Kau mau kemana? Kau kan masih perlu beristirahat," bisik Yu Zhang, matanya dipenuhi dengan kekhawatiran. Ia tahu, Xin Lan masih lemah, dan ia tidak ingin mengambil risiko dengan membiarkannya keluar lagi. Xin Lan, dengan berat hati, menuruti permintaan Yu Zhang, diam-diam menatap punggung Ling yang semakin menjauh dengan tatapan yang penuh kekhawatiran.
Ling berjalan keluar rumah, menuju lembah yang diterangi cahaya rembulan. Udara malam terasa sejuk dan menyegarkan, namun tidak mampu meredakan gejolak emosi yang berkecamuk di dalam hatinya. Ia berjalan tanpa tujuan, pikirannya dipenuhi dengan gambaran Yu Zhang dan Xin Lan.
Ia berhenti di bawah pohon sakura yang rindang, memandang ke arah bunga-bunga yang bermekaran dengan indahnya. Namun, keindahan bunga-bunga itu tidak mampu menghibur hatinya yang sedang terluka. Ia merasa terasingkan, seolah ia tidak memiliki tempat di dunia ini. Ia merasa iri dengan kebahagiaan Yu Zhang dan Xin Lan, iri dengan kedekatan mereka, iri dengan cinta yang mereka miliki.
Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. Ia tahu, ia tidak seharusnya merasa seperti ini. Ia tahu, Yu Zhang dan Xin Lan adalah teman, senior, kakaknya, dan ia seharusnya bahagia untuk mereka. Namun, ia tidak bisa membohongi perasaannya sendiri. Ia menyukai Xin Lan, dan melihat Xin Lan yang akrab bersama Yu Zhang membuatnya merasa sakit hati.
Ia memeluk dirinya sendiri, mencoba menghangatkan tubuhnya yang menggigil. Ia merasa kesepian dan putus asa. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia tidak tahu bagaimana cara mengatasi perasaannya. Ia hanya ingin melarikan diri, menjauh dari semua ini, menjauh dari rasa sakit yang terus menghantuinya.
Tiba-tiba, ia mendengar langkah kaki mendekat. Ia menoleh dan melihat Xin Lan berjalan ke arahnya. Xin Lan tampak khawatir, matanya dipenuhi dengan rasa cemas.
"Disini kau rupanya, kau baik-baik saja kan?" tanya Xin Lan, suaranya khawatir.
Ling terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Ia tidak ingin Xin Lan tahu tentang perasaannya.
"Aku… aku hanya ingin mencari udara segar," jawab Ling, suaranya bergetar.
Xin Lan menatap Ling dengan tatapan yang menyelidik. Ia tahu, Ling berbohong.
"Yun Ling shan, Aku tahu kau berbohong padaku," kata Xin Lan, membuat Ling terkejut
Air mata mulai membasahi pipinya. Tangisnya pecah, tak terbendung lagi. Ia memeluk Xin Lan erat-erat, isakannya mengguncang tubuh mungilnya.
"Aku... aku menyukaimu, Nona Xin," bisik Ling, suaranya teredam oleh isak tangis. "Tapi... tapi aku tahu Yu Zhang juga mencintaimu. Aku... aku tak tahu harus berbuat apa."
"Ha!?"
Xin Lan terpaku. Pengakuan Ling begitu mendadak, dan membuat Xin Lan merasa aneh. Namun, alih-alih menepis, Xin Lan membiarkan Ling menangis di bahunya, merasakan getaran emosi yang begitu kuat. Ia mengerti, cinta memang bisa menjadi anugerah sekaligus kutukan, Apalagi untuk seorang Pemuda seusia Ling.
"Ling," kata Xin Lan lembut, tangannya mengelus rambut Ling. "Astaga.....,Ling,Sepertinya kau salah paham tentang hubungan Yu Zhang dan aku. Kita hanya sebatas teman baik,aku menyelamatkan yu zhang saat dihutan dan dia menyelamatkanku dari racun." Xin Lan terdiam, " kau...pfftt... kau cemburu?" Ia menggoda, menahan tawa yang hampir lepas.
Wajah Ling memerah. Ia menggeleng keras, menolak untuk mengakui rasa cemburunya. Namun, sorot matanya tak bisa berbohong.
Xin Lan mencoba menjelaskan kembali kesalahpahaman tersebut secara lebih detail. Ia menceritakan bagaimana awal ia bertemu Yu Zhang, bagaimana Yu Zhang membantunya melawan makhluk kegelapan, dan bagaimana mereka saling menghormati sebagai sesama pelindung.
Mata Ling membulat mendengar penjelasan Xin Lan. Setitik harapan muncul di hatinya yang sebelumnya dipenuhi kegelapan. "Jadi... jadi kau tidak menyukai Yu Zhang?" tanyanya ragu, suaranya masih bergetar.
Xin Lan hanya tertawa yang membuat Ling terdiam. " Aku hanya menganggap yu zhang sebagai penyelamat,yu zhang juga menganggap ku begitu."
Ling menarik napas dalam-dalam, mencoba mencerna kata-kata Xin Lan. Beban berat seolah terangkat dari pundaknya. Namun, keraguan masih menghantuinya.
Wajah Ling kembali memerah. Ia menunduk, menyembunyikan rasa malunya. "Sial!," gumamnya pelan.
Xin Lan tersenyum tipis, lalu melepaskan genggamannya. Ia berbalik, menatap lembah hijau yang terbentang luas di hadapan mereka. Angin sepoi-sepoi membawa aroma bunga persik yang sedang bermekaran, menciptakan suasana yang damai dan menenangkan.
"Entah apa yang kau suka dariku yang bahkan Ditempat ku dulu aku sangat dibenci karena orang orang tidak menyukai sikap tegasku ."Xin Lan terkekeh, Membuat Ling mulai tersenyum melihatnya.
"Aku menyukai nona Karena keren,ah! Aku juga ingin seperti nona dimasa depan."
Xin Lan tersenyum mendengar jawaban Ling.
"Sudahlah,Jangan pernah bermimpi menjadi seperti ku dimasa depan, aku ingin kau cukup jadi dirimu sendiri saja dimasa depan nanti."Penjelasan Xin Lan membuat Ling terdiam, Terbesit rasa penasaran dalam pikiran Ling untuk mengetahui Masa lalu seperti apa yang Xin Lan jalani .
"Sudahlah Untuk apa galau?!," kata Xin Lan sambil berbalik menghadap Ling. "Ah....,Malam ini Cuacanya begitu bagus, Suasana begini memang cocok untuk latihan!'."
Ling menarik napas dalam-dalam," Ja....Jadi...,pria seperti apa yang nona sukai?"
Xin Lan tertawa kecil mendengar pertanyaan Ling.
" Tipe pria ya? Aku tidak pernah memikirkan hal ini sebenarnya, Tapi yang pasti aku ingin pria yang hebat dari yang terhebat dan lebih kuat dariku." Ucapan Xin Lan membuat Ling putus asa.Namun, tiba-tiba Yu Zhang muncul, tangannya terulur dengan kecepatan luar biasa, mengangkat Xin Lan dengan mudah seakan ia mengangkut sekarung beras. Keduanya itu tersentak kaget. Sejak kapan Yu Zhang berada di sini? Pikir mereka berdua. Kecepatan Yu Zhang sungguh mengagumkan, melampaui kemampuan indra mereka untuk mendeteksinya.
"Kau sedang sakit, Untuk apa kemari? Bibi Yun menyuruhku untuk mencarimu." Ucap Yu Zhang dengan tatapan tajam, suaranya beresonansi dengan kekuatan yang terpendam. Wajahnya, biasanya tenang dan ramah, kini dipenuhi dengan kekhawatiran yang terselubung di balik ekspresi tegasnya.
"Yu...Yu Zhang?! Se...sejak kapan kau? Ah...A.. Aku baik-baik saja kok, ah… Apakah Senior Yu bisa menurunkanku?" Mohon Xin Lan, suaranya sedikit gemetar karena terkejut dan sedikit kesakitan karena cara Yu Zhang mengangkatnya yang kurang lembut.
Dengan gerakan yang sama cepatnya, ia menghilang bersama Xin Lan, meninggalkan Ling terpaku di tempat.
Ling terpaku, bukan hanya karena kecepatan Yu Zhang yang luar biasa—langkah kilat yang menurutnya bahkan lebih cepat daripada Xin Lan—tetapi juga karena aura yang terpancar dari Yu Zhang. Aura itu bukan sekadar kekuatan bela diri, melainkan juga aura yang kuat dan mengintimidasi . Ia merasakan getaran energi yang kuat mengalir dari Yu Zhang, seolah-olah Yu Zhang mampu membaca pikiran dan kondisi tubuh Xin Lan hanya dengan melihatnya.
Yu Zhang membawa Xin Lan kembali ke kamarnya, kini kamarnya itu dipenuhi dengan aroma rempah-rempah dan tumbuhan obat yang memancarkan energi spiritual yang kuat, terasa hangat dan menenangkan.
"Berbaringlah," perintah Yu Zhang lembut, meletakkan Xin Lan dengan hati-hati di ranjangnya, Ia mengeluarkan beberapa jarum perak yang berkilau, lalu dengan cekatan menusuk beberapa titik akupuntur di tubuh Xin Lan. Tindakannya begitu presisi dan terampil, seperti sebuah seni yang telah dikuasainya selama bertahun-tahun.
"Kau memaksakan diri terlalu keras, Jika kau terus memaksakan diri seperti ini, kau akan mengalami cedera permanen," jelas Yu Zhang, suaranya tenang namun tegas. Ia mulai menggerakkan tangannya di atas tubuh Xin Lan, menyalurkan energi spiritualnya untuk menyembuhkan cedera internal yang tak terlihat oleh mata telanjang.
"padahal Aku hanya mengobrol sebentar, Untuk apa dia se khawatir itu?! ."Gumam Xin lan.
Xin Lan merasakan aliran energi hangat yang menenangkan mengalir ke seluruh tubuhnya, membasuh rasa sakit dan kelelahan yang selama ini ia pendam. Ia merasakan tubuhnya perlahan pulih, kekuatannya kembali. Ia menyadari bahwa Yu Zhang bukan hanya seorang tabib.
Setelah beberapa saat, Yu Zhang menarik jarum-jarum itu. Wajah Xin Lan terlihat lebih segar dan bercahaya. Ia merasa jauh lebih baik daripada sebelumnya.
"Istirahatlah. Jangan memaksakan diri lagi," kata Yu Zhang, lalu menghilang begitu saja, meninggalkan Xin Lan sendirian di kamarnya.
Xin Lan masih terpaku di tempat tidur, jari-jarinya menyentuh bekas tusukan jarum akupuntur Yu Zhang. Sentuhan Yu Zhang masih terasa hangat di kulitnya, energi penyembuhannya masih bergema di dalam tubuhnya. Ia bukan hanya merasakan penyembuhan fisik, tetapi juga penyembuhan emosional. Kehadiran Yu Zhang, kepeduliannya, dan sentuhannya yang lembut telah menenangkan jiwanya yang lelah.
Ia duduk, menatap cermin. Wajahnya yang biasanya pucat kini terlihat segar dan bercahaya. Matanya bersinar dengan kilauan yang baru, seolah-olah sebuah beban berat telah terangkat dari pundaknya. Ia merasa lebih kuat, lebih percaya diri, dan lebih siap menghadapi tantangan yang akan datang.
Namun, perasaan lain juga muncul di hatinya. Perasaan yang sulit dijelaskan, campuran rasa kagum, rasa hormat, dan... sesuatu yang lebih. Ia menyadari bahwa perasaannya terhadap Yu Zhang telah berubah. Bukan hanya sebagai seorang senior yang bijaksana dan kuat, tetapi juga sebagai seorang pria yang membuatnya merasa aman, terlindungi, dan dicintai.
Hal itu membuat ia menjadi teringat dengan masa masa ia Ia selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik di organisasi Mo Hui, untuk mencapai puncak tanpa pernah memberi waktu untuk beristirahat dan memulihkan diri. Ia telah mengabaikan kesehatannya, baik fisik maupun mental.
Sebuah ketukan lembut terdengar di pintu. Xin Lan menghela napas, mencoba menenangkan debar jantungnya. Ia membuka pintu, dan mendapati Ling berdiri di sana, wajahnya dipenuhi dengan kekhawatiran.
"Xin Lan, kau baik-baik saja?" tanya Ling, suaranya penuh kekhawatiran.
Xin Lan tersenyum, mencoba untuk terlihat tenang. "Aku baik-baik saja, Ling. Terima kasih atas perhatianmu."
Ling masih tampak ragu, tetapi ia mengangguk pelan. "Aku senang kau baik-baik saja. Aku sangat khawatir ketika Senior Yu Zhang membawamu pergi,Dia bergerak begitu cepat! Aku takut tangannya licin dan menjatuhkanmu." Ucapan Ling diselingi tawa.
"Sudahlah tidak ada yang perlu kau khawatirkan lagi,Aku baik baik saja bukan? Segera Kembalilah ke kamarmu."Ucap Xin Lan.
Ling menuruti perkataan Xin Lan, Setelah menggosipkan tentang kemampuan yu Zhang yang baru terekspos.
Setelah Ling pergi, Xinlan kembali duduk di tepi tempat tidur, Ia memikirkan kata-kata Ling, "gerakannya seperti kilat." Xin lah berpikir,Yu zhang bukanlah sekadar pengembara biasa, Apakah dia salah satu anggota mo Hui yang melarikan diri Sepertinya? Atau dia berasal dari sekte bela diri?
Ia membuka jendela, melihat bulan purnama yang bersinar terang di langit malam. Angin malam berhembus lembut, membawa aroma bunga-bunga yang harum. Ia merasa bingung dan aneh dengan sosok yu Zhang. Ia tahu, semenjak kejadian di hutan bei Sepertinya Mo Hui mulai curiga dan melacaknya,Ia harus siap sedia Dengan apa yang akan terjadi..
...
Yu Zhang berdiri di luar, punggungnya bersandar pada sebuah pohon. Rembulan menyinari wajahnya, menampakkan guratan lelah yang berusaha ia sembunyikan. Ia memasang telinga, ia mengangkat tangan nya keatas seperti memberi kode.
Beberapa saat kemudian, bayangan hitam muncul dari balik pepohonan. Sosok itu berlutut di hadapan Yu Zhang, kepalanya tertunduk dalam. Aura dingin menguar dari tubuhnya, namun matanya memancarkan kesetiaan yang tak tergoyahkan.
Yu Zhang menghela napas. "Aku punya tugas untukmu," katanya, suaranya rendah dan tegas. "Selidiki semua tentang Xin Lan. Aku ingin tahu siapa dia, dari mana asalnya, dan apa tujuannya."
Sosok itu mengangguk. "Akan saya pastikan, Tuan Muda."
Yu Zhang terdiam sejenak, ragu. "Ah...ya dan juga Selain itu… belikan beberapa pakaian wanita. Ukuran… sedang. Pastikan bahannya nyaman dan tidak terlalu mencolok." Ucapnya sambil menyembunyikan wajah memerahnya.
Untuk pertama kalinya, sosok itu menunjukkan reaksi. Alisnya terangkat sedikit, tanda keterkejutan yang nyaris tak terlihat. Ia telah lama mengabdi pada Yu Zhang, menyaksikan tuannya yang kejam dan dingin menghancurkan musuh-musuhnya tanpa ampun. Ia tidak pernah melihat Yu Zhang menunjukkan minat pada hal-hal seperti ini.
"Apakah… apakah Tuan Muda yakin?" tanya sosok itu, suaranya sedikit bergetar.
Yu Zhang menatap sosok itu dengan tajam. "Apa kau mempertanyakan perintahku?"
Sosok itu segera menunduk. "Tidak, Tuan Muda. Maafkan kelancangan saya. Akan segera saya laksanakan."
Yu Zhang menghela napas. "Bagus. Sekarang pergilah. Dan jangan lupakan apa yang aku katakan."
Sosok itu menunduk dalam-dalam.
Dengan anggukan singkat, Yu Zhang memberikan isyarat kepada sosok itu untuk pergi. Bayangan hitam itu menghilang secepat ia datang, meninggalkan Yu Zhang sendirian di bawah cahaya rembulan.
Yu Zhang menatap langit malam, pikirannya berkecamuk. Ia tidak tahu apa yang akan ia temukan tentang Xin Lan, tapi ia siap menghadapi apapun.
Ia berbalik dan kembali ke dalam rumah, meninggalkan rahasia yang baru saja ia perintahkan untuk diungkap. Ia memasuki kamarnya dan duduk bersila di atas futon. Ia menutup matanya dan mulai bermeditasi, mencoba menenangkan pikirannya yang gelisah.
Namun, entah kenapa bayangan Xin Lan terus menghantuinya. ia merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya saat membayangkan gadis itu.
"Sial," gumam Yu Zhang. "apa yang sebenarnya terjadi padaku!?."
Ia membuka matanya dan menatap tangannya. Ia mengepalkan tangannya erat-erat, mencoba mengendalikan perasaannya. Ia tahu, ia tidak boleh membiarkan perasaannya mengganggu tugasnya. Ia harus tetap fokus pada Tujuan nya , bahkan jika itu berarti ia harus mengorbankan kebahagiaannya sendiri.