Follow ig author : @Shikuzika97
PLAGIAT! BISULAN SEUMUR HIDUP 🤙🏻😤
Restu Anggoro Wicaksono, seorang pria yang sering kena bully ketiga sahabatnya lantaran dirinya yang belum pernah melakukan hubungan s*xs dengan lawan jenis. Jangankan berhubungan badan, dekat dan sekedar berciuman saja Restu belum pernah.
Hingga suatu malam, ketiga sahabatnya menyeretnya ke klub malam. Menyewakan seorang wanita untuk membantu Restu merasakan pengalaman bercinta.
Namun, pertemuannya dengan wanita malam tersebut, membuat Restu terkesan, terpikat dan tidak bisa melupakannya.
Bertahun-tahun berlalu, Restu masih mencari wanita malam itu. Tapi nihil, wanita tersebut menghilang seperti di telan bumi. Di sisi lain, keluarganya sudah menuntutnya untuk segera menikah.
Akankah Restu bisa menemukan kembali wanita yang ia cari? Ataukah akhirnya dia harus menyerah dan menerima perjodohan yang telah diatur oleh keluarganya?
Yuk, ikuti dan dukung keseruan kisah Restu 😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aquarius97, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bahaya.
Seketika Azalea menjadi ketar-ketir, pikirannya resah sendiri membayangkan dimaki-maki oleh Madam Weni karena pelanggan meminta uangnya kembali. Pandangannya beralih dari Restu, menatap kosong ke arah depan.
Seolah tau apa yang ada dipikiran Azalea, Restu menimpali. "Tidak perlu dikembalikan, tidak apa-apa," ujarnya tenang.
Azalea langsung menoleh, kedua alisnya terangkat. "Serius, Mas? Waduh… Mas ini baik banget sih. Bahaya loh jadi orang baik di dunia kayak gini," senyumnya mengembang.
Restu tersenyum tipis. "Nggak masalah, Lea. Aku senang kok ngobrol sama kamu. Oh ya, aku mau tanya sesuatu, tapi kamu harus jawab jujur, ya."
Azalea memiringkan kepala, matanya menyipit penasaran. "Wah, apa tuh, Mas? Tanya aja. Sok!"
Restu menegakkan tubuhnya sambil menghela napas, bersiap memberi pertanyaan. "Em.. begini, aku mau terima tawaran kamu yang ingin mengajariku. Tapi, memangnya kamu nggak risih denganku? Dengan penampilanku? Jawab jujur aja, nggak apa-apa."
Azalea terdiam sepersekian detik, lalu matanya otomatis memindai Restu dari atas sampai bawah. Rambutnya tersisir rapi ke samping, seperti iklan minyak rambut tahun 90-an, licin dan tanpa satu helai pun yang berani keluar barisan. Kacamata besarnya menutupi setengah wajah, membuatnya mirip dosen matematika.
Kaos berkerah yang ia pakai dikancingkan sampai mentok di leher, seakan takut angin malam akan masuk dan mencuri kesehatannya. Kaos itupun dimasukkan rapi ke dalam celana bahan. Celananya sendiri, seperti telah mengalami perang dunia. Lusuh, dan di salah satu pahanya ada tambalan kecil yang warnanya jauh beda.
Azalea mengerjap sekali."Ya Tuhan… ini bukan cuma polos, ini paket komplit cupu edisi koleksi terbatas," batinnya.
Namun, detik berikutnya Azalea tersenyum kecil. "Kalau Mas ingin dengar jawaban Lea, jujur, Lea nggak risih kok," ucapnya sembari mengangguk kecil.
"Benarkah? Apa alasannya?" Restu menatapnya ragu sejenak, lalu menambahkan, "Maaf sebelumnya, apa karena kamu sudah dibayar, jadi terpaksa bersikap profesional?" Ia sudah siap jika Azalea akan marah karena pertanyaannya itu.
Tidak seperti perkiraan Restu, Azalea kembali tersenyum lalu menggeleng. "Lea juga nggak terpaksa kok, Mas." Ia menarik napas pelan, lalu melanjutkan, "Lea sih nggak pernah risih ngobrol sama siapa pun. Lea juga nggak pernah membeda-bedakan, Mas. Bagi Lea, kita itu sama di hadapan Tuhan. Penampilan nggak penting, yang penting sikapnya. Selama orang itu sopan dan baik sama Lea. Lea akan nyaman-nyaman aja."
"Selain cupu, aku ini orang miskin, Lea. Tidak ada yang mau berteman tulus denganku. Semua selalu melihat dengan harta, dan memandangku sebelah mata, bahkan kamu tahu sendiri teman-temanku malah menjerumuskanku kesini!" Restu pura-pura memasang wajah sedih, ia menunduk.
Azalea menjadi terenyuh, tapi kemudian ia tersenyum hangat, dan menepuk pundak Restu. "Mas jangan berpikir seperti itu, Lea mau kok berteman dengan, Mas. Jika ada apa-apa, Mas bisa cerita kok sama, Lea."
"Benarkah?" Restu mendongak, dan Azalea mengangguk tanpa ragu.
"Mas Angga jangan malu karena tidak punya banyak harta, yang penting Mas punya hati yang baik itu yang utama. Setidaknya selama Mas mau berusaha pasti Tuhan bukakan jalan," tuturnya lembut. "Satu lagi, Mas Angga harus bersyukur. Dibalik penampilan Mas yang terkesan cupu, Mas bisa melihat orang-orang yang tulus. Mas itu jaga diri. Jadi jangan pedulikan teman-teman Mas yang nge-bully." Lalu ia tersenyum tipis, nadanya kembali lembut. "Pesan Lea, setelah malam ini, jangan pernah datang ke tempat kayak gini lagi, ya!"
Restu mengangguk, sudut bibirnya tertarik sedikit. "Baiklah, aku mengerti, Lea. Lagian, aku tidak mungkin membooking seseorang lagi, aku mana punya duit, hehe!"
"Itu lebih bagus, Mas!"
...🕊️🕊️🕊️...
"Eh, Mas…" Azalea mencondongkan tubuhnya, senyumnya jail. "Kalau gitu, bagaimana kalau kita mulai latihan, biar kalau mas punya pacar nggak kaku banget!"
Restu kikuk lagi. "B-boleh!" jawabnya terbata.
"Nah, kita mulai dari basic dulu. Pegangan tangan," ujar Azalea mengulurkan kedua telapak tangannya. "Ayok, Mas. Genggam tangan, Lea!" pintanya saat melihat Restu masih diam.
Restu ragu-ragu, tapi akhirnya menyentuh dan mulai menggenggam jemarinya.
Azalea langsung nyengir. "Bagaimana rasanya, Mas?"
Restu membenarkan letak kacamatanya terlebih dahulu, baru menjawab. "Em..rasanya, jantungku seperti akan melompat dari tempatnya, Lea," jawabnya polos. Kini, ia mulai terbiasa dan merasa jauh lebih nyaman berinteraksi dengan Azalea.
Mendengar pengakuan jujur itu, Azalea langsung terbahak. "Hahaha, Mas lucu banget!" ujarnya sambil memegangi perutnya, tertawa terpingkal-pingkal.
Tanpa sadar, Restu ikut tersenyum. Ada sesuatu pada tawa itu, lepas, hangat, dan menular, yang membuatnya seperti terhipnotis. Tatapannya tak lepas dari Azalea, seolah sedang mengagumi sebuah pemandangan yang tak ingin ia lewatkan.
"Tenang, Mas. Itu normal untuk mas yang baru pertama kali bersentuhan dengan lawan jenis. Tapi, mas harus rileks, jangan malu-maluin. Sekarang tarik napas dan buang pelan-pelan."
Restu pun menurut.
"Nah, sekarang pelukan. Ayo peluk Lea, Mas!" pintanya sambil merentangkan kedua tangan lebar-lebar.
"Hah-..." Restu terhenyak, ia menggaruk pelipisnya yang sebenarnya tidak gatal. Ragu dan canggung, itulah yang ia rasakan.
Azalea menghela napas kecil, lalu tersenyum geli. "Aduh, kalau nungguin Mas peluk duluan, bisa-bisa sampai lebaran kucing baru kejadian," godanya.
Tanpa menunggu lagi, Azalea langsung melingkarkan lengannya, mendekap tubuh Restu.
Deg
Deg
Deg
Azalea mampu mendengar detak jantung Restu yang ritmenya tidak normal, terlalu cepat. "Mas, balas pelukan, Lea dong. Tarik napas lagi lalu buang kalau jantungnya mau keluar, xixixig!" ia terkikik geli.
"Lea... Kau semakin berani, menertawaiku yah!" sahutnya yang juga terkekeh kecil.
Setelah rileks, Restu membalas pelukan Lea. Hmm, kok nyaman juga. Restu merasakan kenyamanan saat memeluk wanita itu.
"Gimana, Mas? Nyaman kan?" tanya Lea.
Tidak ada jawaban, Azalea membiarkannya hingga beberapa menit.
"Enak banget, bau parfum Mas Angga. Baju, celana boleh lusuh, tapi parfum kok kek parfum mahal yaa..." gumamnya dalam hati, diam-diam menghirup tubuh Restu.
Azalea menarik tubuhnya, Restu membuka mata perlahan, menatap lekat wajah wanita di depannya.
"Bagaimana?" tanya Azalea, senyumnya samar.
"Hmm… nyaman," jawab Restu singkat, tapi nadanya tulus.
Tanpa peringatan, Azalea mendekat dan mengecup pipi kirinya.
Cup
Restu terpaku. Wajahnya langsung memanas, jemarinya refleks menyentuh pipi yang barusan dicium.
"Latihan berikutnya, cium pipi," goda Azalea sambil nyengir nakal. "Ayo, Mas, cium Lea!" lanjutnya, menaik-turunkan alis dengan penuh tantangan. "Tapi sebentar, sepertinya, Mas grogi sampai berkeringat. Lea buka dulu kancing di leher, Mas, ya. Biar lebih rileks juga."
"Nah, sudah. Ayo, Mas. Lea yakin mas bi....."
Cup
Tanpa ragu dan rasa kikuk seperti di awal, kini Restu dengan berani mencium pipi Azalea.
Kini, giliran Azalea yang dibuat melongo, ia sama sekali tak menyangka Restu akan seberani itu. Lebih mengejutkan lagi, pria yang tadinya canggung kini menatapnya dengan senyum smirk. Azalea tertawa kikuk, menyentuh tengkuknya sendiri.
"Haha… wah, giliran cium-mencium, Mas udah pinter aja. Kalau gitu, latihannya cukup sampai sini, Mas!"
"Masih ada satu step lagi, Lea." Suara Restu terdengar lebih dalam, membuat bulu kuduk Azalea meremang.
"A-apa, Mas? Perasaan u…ud-dah semua!" jawabnya gugup, matanya berkedip cepat.
Restu tak langsung menjawab. Tatapannya tajam, fokus pada wajah Azalea, lalu turun ke bibir merahnya. Jemarinya terangkat, meraih tengkuknya perlahan. Gerakannya mantap, nyaris tanpa keraguan.
Cup
Restu menempelkan bibirnya pada bibir Azalea, pelan, hati-hati, tapi dengan keyakinan yang tak pernah ia tunjukkan sebelumnya. Azalea langsung melotot, tubuhnya kaku, tak menyangka pria yang sejak tadi kikuk kini berani melangkah sejauh ini.
Beberapa detik berlalu, dan Restu mulai menyesap bibir itu. Lembut, namun terasa hangat dan memabukkan. Ada rasa manis yang mengalir, membuatnya seperti ingin terus menahan momen itu.
Azalea tersadar saat merasakan hisapan hangat di lehernya. Refleks, ia mendorong dada Restu, ini tidak boleh terjadi. Nafasnya sedikit memburu. Ia tak menyangka, sepolos-polosnya pria, jika sudah terbawa arus, bisa menjadi berbahaya juga.
Malam itu, Azalea memang telah memberi Restu sebuah pengalaman yang tak akan mudah ia lupakan. Walau hanya sebatas kontak fisik dan ciuman, rasanya sudah cukup untuk membuat jantung keduanya berpacu tak karuan.
Sementara itu, di luar, tiga sahabat Restu menunggu dengan wajah tegang. Rio mondar-mandir tidak jelas, seperti anak ayam kehilangan induknya. "Tuh anak beneran bisa apa kagak, ya?!" gerutunya frustrasi.
Dewa melirik sinis. "Iya, tuh anak. Jangan-jangan salah masuk lobang!"
Nathan yang dari tadi menyesap wine pun angkat suara. "Gua malah takut dia diperkosa sama embaknya, terus trauma... gimana coba?!"
Rio menghentikan langkahnya. "Apa kita susulin aja, nih?" suaranya mulai panik.
"Tenang, tunggu sebentar lagi," ujar Dewa, meski ekspresinya sama resahnya.
Mereka bertiga menunggu Restu dengan gelisah, seperti menunggu seorang Ibu yang akan melahirkan.
✓FLASHBACK OFF
...ΩΩΩΩΩΩΩ...
Hihihihi.... Lanjut tidak nih ???
NB: Restu memang punya dua wajah. Setiap nongkrong bareng ketiga sahabatnya, penampilannya cupu luar biasa, kaos lusuh, celana seadanya, dan nggak banget. Tapi begitu di kantor, ia menjelma menjadi pria tampan yang berwibawa, dingin, dan misterius.
suka banget deh 👍🏻 untuk author semangat ya beb /Determined/ up bab nya
Alurnya juga nggak bikin bosen.
suka suka suka