NovelToon NovelToon
Embers Of The Twin Fates

Embers Of The Twin Fates

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Action / Romantis / Fantasi / Epik Petualangan / Mengubah Takdir
Popularitas:7.3k
Nilai: 5
Nama Author: ibar

di dunia zentaria, ada sebuah kekaisaran yang berdiri megah di benua Laurentia, kekaisaran terbesar memimpin penuh Banua tersebut.

tapi hingga pada akhirnya takdir pun merubah segalanya, pada saat malam hari menjelang fajar kekaisaran tersebut runtuh dan hanya menyisakan puing-puing bangunan.

Kenzie Laurent dan adiknya Reinzie Laurent terpaksa harus berpisah demi keamanan mereka untuk menghindar dari kejaran dari seorang penghianat bernama Zarco.

hingga pada akhirnya takdir pun merubah segalanya, kedua pangeran itu memiliki jalan mereka masing-masing.

> dunia tidak kehilangan harapan dan cahaya, melainkan kegelapan itu sendiri lah kekurangan terangnya <

> "Di dunia yang hanya menghormati kekuatan, kasih sayang bisa menjadi kutukan, dan takdir… bisa jadi pedang yang menebas keluarga sendiri <.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Langkah Awal Latihan Keras

****************

Setelah keberhasilannya kemarin yang membuat batu raksasa itu bergerak.

Kini rasa percaya dirinya tumbuh, namun tubuhnya masih penuh rasa sakit.

 

PAGI DATANG TANPA BELAS KASIHAN.

Udara dingin memukul kulit ku, begitu aku melangkah keluar dari gubuk.

Telapak tangan perih, kaki pegal, dan punggung seperti dihantam benda keras.

Aku melihat tuan arvendel sudah berdiri tidak jauh, menyandarkan tubuh pada tongkat kayu yang selalu ia bawa.

Wajahnya tampak lebih serius hari ini.

“Kamu bangun cepat hari ini"

"iya.." kataku dengan lemas

"Hari ini kita naik ke bukit.” katanya singkat.

Aku mengangguk tanpa banyak bertanya.

Kemudian kami berjalan menyusuri pepohonan.

Aku pun hanya mengikuti tuan arvendel berjalan melewati pohon-pohon besar

Berjalan menuju sebuah bukit yang letaknya tidak terlalu jauh dari gubuk yang kami tinggali.

Namun semakin dekat aku melihatnya

Semakin aku menyadari betapa curam dan luasnya bukit itu.

Puncaknya seakan menusuk langit, dan jalurnya dipenuhi bebatuan, akar besar, serta jalannya pun terlihat tak beraturan.

Tuan arvendel berhenti dan menunjuk ke atas.

“Latihan kerasmu dimulai dari sini.”

Aku menelan ludah.

Rasa takutku mulai muncul

Namun aku tetap berpikir normal dan bertanya.

“Apa… yang harus kulakukan?”

Tuan arvendel menatapku dengan tajam, penuh tekanan sekaligus harapan.

“Kau harus berlari naik ke puncak—dan turun kembali."

" Waktunya sampai sore hari` tanpa henti”

Aku terkejut.

“sore–hari tanpa henti…. ?”

“Benar. Dan kau harus menyelesaikannya hari ini.”

Yang benar saja...

Apa aku harus melakukan latihan seperti ini.

Aku menatap bukit itu. Tingginya… kesulitan jalurnya…

Aku menyadari, batu yang digerakkan kemarin terasa seperti awal yang sulit jika dibandingkan dengan ini

Sepertinya ini jauh lebih sulit...

Namun aku terpaksa mengangguk.

“Aku akan melakukannya.”

Tuan arvendel mundur satu langkah.

Dan... berkata....

“Mulai...”

Aku mulai berlari.

Nafasku masih teratur…..

Pada awalnya aku berlari menapaki tanah yang curam, melewati akar-akar pohon yang melintang seperti perangkap.

Setiap langkah terasa berat, namun aku mencoba menjaga kecepatanku.

"Latihan ini sunggu di luar kemampuanku, tapi.. mau bagaimana lagi aku harus melakukannya".

Aku berlari

Melompati akar dan batu di sepanjang jalan

Menghindari batu raksasa

Aku terjatuh... Kemudian bangkit lagi

Aku berlari lagi...

Sampai satu jam kemudian...

Akhirnya aku sampai di puncak.

Begitu tiba di puncak, aku terengah.

“Baru satu… Ini baru permulaan…” kataku...

Aku memandang kearah bawah bukit.

Aku hampir tak percaya, bahwa bukit ini begitu curam dan jalan yang aku lewati banyak penghalang

Batu besar..

Akar pohon dan bahkan pohon itu sendiri..

Mungkin aku bisa melewati rintangan itu saat menaiki bukit ini

Tapi....

Apakah bisa aku melewatinya saat menuruni bukit ini...

Baiklah.... mau bagaimana lagi aku harus mencobanya

Kalau begitu aku mulai....

Aku menuruni bukit dengan hati-hati, tapi arvendel hanya berseru dari bawah:

“Jangan lambat! Lari turuni bukit itu!”

Aku menggertakkan gigi dan menuruni bukit sambil berlari kecil.

Batu-batu kecil membuat kaki ku hampir terpeleset, namun aku menahan tubuhku.

Tetap seimbang...

"Berbahaya sekali, aku hampir celaka..."

"Aku harus tetap menjaga keseimbangan dan mengatur nafasku"

Napas ku sudah seperti orang yang berlari menghindari kematian.

Keringat mengalir deras, membasahi baju lusuhku.

Betisku mulai terasa seperti dihantam palu.

“Sial… ini… gila…” kataku sambil menapaki jalur berbatu.

Namun aku...

Tetap harus melanjutkannya, naik—dan turun—tanpa berhenti.

Pada satu titik

Aku terpeleset dan tersungkur. Lututku tergores batu.

Aku mendesis menahan sakit.

“Tapi… menyerah bukan… pilihan…,” kataku dan bangkit kembali.

~Arvendel memperhatikan dari bawah, ekspresinya datar, namun matanya memancarkan kebanggaan tersembunyi~.

Pada akhirnya aku sampai kembali di kaki bukit ini

Aku lelah tapi...

"Ahhh... latihan ini sunggu diluar kemampuan manusia. lari naik dan lari turun, ini sangat gila... Tapi aku harus melakukannya, ini adalah jalanku untuk berubah menjadi seorang yang kuat." kataku dengan nada semangat.

Aku masih sanggup melakukannya lagi.

Aku berlari menaiki bukit lagi sesampainya di atas.

Aku menuruni bukit lagi...

Sampai beberapa kali berturut-turut.

 

Kini matahari tepat di atas kepala. Panas membuat udara terasa berat.

Aku berjalan cepat, bukan berlari lagi.

Seluruh tubuhku gemetar.

Setiap langkah seperti menapakkan kaki pada api.

“Hah… hah… Reinzie… Chelsea… aku harus kuat… demi kalian…” kataku dengan rasa sakit menahan pusing.

"haa...haa... Aku... Harus...kuat!..."

Setiap naik dan turun, dunia di sekelilingku terasa berputar.

akar pohon tampak menggoda untuk dijadikan alasan berhenti, namun aku tidak berhenti.

Tiap beberapa jam tuan arvendel memberi sedikit air ketika aku melewati posisi nya untuk kembali naik.

“Tetap fokus. Ini baru awal.” katanya.

Aku hanya bisa mengangguk sambil tersengal.

Aku terus berlari menaiki dan menuruni bukit

Sampai langit mulai berubah warna jingga keemasan.

Aku harus melakukannya.

Diriku sudah seperti berjalan setengah sadar.

Pandanganku buram.

Napasku seperti diseret paksa oleh paru-paru ku sendiri.

Tetapi aku masih berlari… atau setidaknya mencoba.

“Kaki… jangan menyerah… tubuh… jangan berhenti…” kataku pada diriku sendiri.

Sesekali aku berbicara dengan suara keras, seperti mencoba menyemangati diriku:

“Ayo… Kenzie… Kau sudah sejauh ini… Kau tidak boleh berhenti sekarang!”

Namun tubuhku sudah mulai oleng

Kemudian aku terjatuh lagi.

Kali ini lebih keras.

Bahuku membentur tanah.

Tuan arvendel hendak mendekat, tetapi berhenti setelah melihat diriku bangkit kembali.

“Aku… belum selesai…” kataku lirih namun tegas.

~Arvendel tersenyum tipis~

~Itu jawaban yang ia harapkan~

Langit hampir gelap.

Hanya cahaya jingga terakhir yang masih menyentuh puncak bukit.

Aku menyeret langkahku,

Tubuhku penuh luka, debu, dan keringat yang mengering.

Kaki ku gemetar hebat.

Namun ketika kaki kananku menginjak tanah rata di puncak untuk ke-20 kalinya…

Aku berhenti.

Terdiam.

Lalu menutup mata, membiarkan angin sore menyapu wajahku.

“…Aku selesai…” kataku perlahan,

hampir tidak percaya

Bahwa aku masih hidup.

Aku turun dengan langkah terseret.

Setiap injakan seperti tertusuk ribuan jarum.

Begitu sampai di bawah, tubuhku tak tahan lagi.

Aku terjatuh terduduk.

~Arvendel berjalan mendekat~

“Latihan hari ini selesai.” katanya sambil menatap langit.

“Ini latihan yang akan memperkuat kuda-kudamu.”

Aku merasa diriku akan terkoyak-koyak

Tapi harapan dan tekat ku masih kuat.

“Aku merasa… seluruh tubuhku hancur…”

“Kau akan terbiasa.”

Aku tersenyum lemah.

“Aku akan… bertahan”.

Kemudian tuan arvendel menggendong ku dan kami pergi kembali ke gubuk.

Setelah sampai tuan arvendel kembali pergi mengambil beberapa makanan.

Dan aku terbaring di lantai gubuk

Seluruh tubuhku seperti terbakar

Otot kaki ku berdenyut-denyut

Aku bahkan sulit menggerakkan jariku

Namun aku tetap tersenyum.

“Ini… jalan yang kupilih… Aku tidak boleh berhenti…”

Suara napasku berat, tapi hatiku ringan.

Aku memejamkan mata, mencoba mengumpulkan tenaga untuk hari besok.

~Arvendel yang baru saja datang membawa beberapa makanan menyuruh Kenzie untuk duduk~

"duduklah..."

"baik" jawab ku dengan patuh

"fokuskan dirimu... Rasakan Ki yang akan aku salurkan"

"iya baik"

Aku mulai menarik nafas dan memfokuskan diri

"bagaimana rasanya"

"ini terasa hangat..."

"aliran Ki ini membuat tubuhku kembali berenergi... Aku merasa pulih kembali" kata ku dalam diam

"ok selesai... Setelah kamu makan... Kamu boleh pergi istirahat untuk latihan besok"

"Baik tuan arvendel".

DINI HARI — PUKUL 04.00

“Bangun.”

~Suara Arvendel memecah kesunyian seperti serangan petir~

Aku membuka mata pelan-pelan.

Cahaya obor kecil menyinari wajah tuan arvendel.

“Tuan Arvendel… apa sudah pagi?”

“Belum. latihanmu berikutnya tidak harus menunggu pagi.”

Aku hampir mengeluh tapi....

Aku menutup mulutku dan bangkit pelan-pelan walau tubuhku protes keras.

Di luar gelap.

Embun menempel di rumput, dan udara dingin menusuk tulang.

“Lari naik turun bukit… sampai matahari terbit.”

~Perintah Arvendel tegas namun tak bernada kejam~

Aku hampir tak percaya bahwa latihannya akan di lakukan sepagi ini

Namun aku tetap menuruti perintah tuan arvendel, walau terdengar kejam.

Kemudian aku mulai menarik napas panjang dan berlari menaiki bukit.

“Aku… bisa… melakukannya!…”

"Tunggu.. ini terasa aneh"

"Aku merasa pulih kembali dan bisa berlari lagi!..."

"Tapi aku sedikit heran kenapa sebelumnya tuan arvendel tak melakukan penyaluran Ki sejak awal?."

sebuah pertanyaan muncul di pikiran ku.

"tak perlu di pikirkan..."

"Aku hanya perlu fokus menggunakan nafas yang stabil dan tenaga baruku".

Aku menuruni bukit lagi… dan lagi…

Sampai sinar matahari pertama muncul di puncak bukit.

Hari ini terasa lebih segar

Lebih ringan di banding sebelumnya.

Kemudian aku kembali dan melihat

Tuan arvendel berdiri sambil membawa sesuatu.

Sebuah pedang kayu.

Pegangnya sederhana, bilahnya panjang, seimbang…

Terlihat seperti alat latihan standar, namun tuan arvendel memegangnya dengan hormat.

“Mulai hari ini…” katanya sambil mengulurkan pedang itu kepada ku.

“Kau akan belajar seni pedang.”

Aku menatap pedang itu.

Meski hanya kayu, rasanya seperti menerima sebuah janji baru.

Kemudian tuan arvendel meletakkan pedang itu di tangan ku.

“Pegang,” katanya singkat.

Aku mengangkatnya—dan hampir menjatuhkannya.

“A—apa… ini… berat sekali!?” seru diriku terkejut.

~Arvendel mengangguk kecil...~

Dan perjalanan sebenarnya… baru saja dimulai.

****************

1
أسوين سي
💪💪💪
أسوين سي
👍
{LanLan}.CNL
keren
LanLan.CNL
ayok bantu support
أسوين سي: mudah-mudahan ceritanya bagus sebagus Qing Ruo
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!