Setelah kepergian Dean, sahabatnya, Nando dihadapkan pada permintaan terakhir yang tidak pernah ia bayangkan, menikahi Alea, istri Dean. Dengan berat hati, Nando menerima permintaan itu, berharap bisa menjalani perannya sebagai suami dengan baik.
Namun, bayangan masa lalu terus menghantuinya. Arin, wanita yang pernah mengisi hatinya, masih terlalu nyata dalam ingatannya. Semakin ia mencoba melupakan, semakin kuat perasaan itu mencengkeramnya.
Di antara pernikahan yang terjalin karena janji dan hati yang masih terjebak di masa lalu, Nando harus menghadapi dilema terbesar dalam hidupnya. Akankah ia benar-benar mampu mencintai Alea, atau justru tetap terjebak dalam bayang-bayang Arin?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xxkntng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6. Tranfusi
"Kondisi Ny. Arin saat ini sangat kritis. Dia kekurangan darah. Jika ini terus terjadi, nyawa Ny. Arin dalam bahaya. Sayangnya, golongan darah B+ sedang kosong di rumah sakit kita saat ini."
"Mungkin kita membutuhkan beberapa jam untuk menghubungi rumah sakit lain mengenai ketersediaan golongan darah B+. Namun, jika Anda memiliki kerabat atau kenalan dengan golongan darah B+, mohon informasikan kepada kami."
Pikiran Nando teringat Alea. Ia tahu bahwa istrinya memiliki golongan darah yang sama dengan Arin.
Dengan langkah cepat, Nando keluar dari ruangan dan menghampiri Alea yang masih duduk di samping Kinta. Tanpa banyak bicara, ia menarik tangan Alea, mengajak Alea menjauh untuk berbicara empat mata.
"Kenapa?" tanya Alea, menatap wajah Nando yang penuh kepanikan.
Nando menarik napas panjang, laki-laki itu meraih tangan istrinya, menggenggam tangan Alea erat-erat. "Sayang..."
"Temen kamu baik-baik aja, kan?" potong Alea cepat.
Nando menggelengkan kepalanya. "Arin butuh transfusi darah. Nyawanya dalam bahaya. Kamu punya golongan darah yang sama. Aku minta tolong, Al. Tolong bantuin dia. Sumbangin darah kamu buat selamatin nyawa Arin."
"Golongan darah Tante kinta? "
Nando menggelengkan kepalanya cepat. "Tante kinta bukan ibu kandung Arin," jawab Nando. "Arin cuma anak pancingan. Tapi setelah anak kandung Tante Kinta meninggal karena bunuh diri, Arin dijadiin istimewa sama Tante Kinta, soalnya dia satu-satunya yang Tante Kinta punya sekarang."
Alea terdiam sejenak. Wajahnya menunjukkan keraguan dan ketakutan, namun cerita yang baru saja Nando ceritakan seketika membuatnya luluh.
"Aku bakal bantuin temen kamu," ucap Alea akhirnya.
Nando langsung menarik tubuh Alea ke dalam pelukannya. "Makasih."
Di ruang transfusi, Alea duduk di kursi khusus. Matanya terus memandangi alat-alat medis yang terlihat asing baginya, membuat jantungnya berdegup lebih kencang. Saat perawat mendekat dengan jarum, Alea spontan menarik tangannya.
"Ini sakitnya cuma sebentar kok, Mbak. Jangan panik ya," ucap perawat itu dengan lembut.
Nando mengambil duduk di samping istrinya, menggenggam tangan Alea erat. "Aku temenin," ucap Nando.
Alea menelan ludah dan mengangguk pelan, berusaha mengalihkan pandangannya dari jarum. Ketika jarum akhirnya dimasukkan dan darah mulai mengalir melalui tabung, tubuhnya tegang sejenak.
Setelah proses transfusi berjalan lancar, perawat melepas jarum yang ada di tangan Alea dan meminta Alea untuk beristirahat sejenak. "Mbak Alea, istirahat sebentar ya," ucap perawat itu sebelum melangkah pergi.
"Minum dulu," ucap Nando sambil menyodorkan segelas minuman.
"Habis ini kamu aku anter pulang, kamu harus istirahat di rumah," ucap Nando sambil mengusap rambut Alea dengan lembut.
"Kamu kesini lagi?" tanya Alea ragu.
Nando menganggukan kepalanya "Boleh, kan. Aku kasihan sama Tante Kinta," jawab Nando.
Alea menganggukkan kepalanya.
"Hari ini aku tidur di rumah Mama Shinta, boleh?" tanya Alea sedikit ragu.
"Kalau nggak boleh, gapapa kok," lanjut Alea.
"Boleh, nanti aku yang anterin kamu ke sana," ucap Nando. "Besok pagi aku jemput."
"Kita pulang ke rumah dulu, ambil barang-barang kamu, setelah itu aku anterin kamu ke rumah Tante Shinta."
Alea refleks memeluk Nando, merasa senang melihat suaminya memberikan izin untuk datang ke rumah Shinta.
-
Setelah pulang dari rumah sakit, alea dan Nando memutuskan untuk pulang ke rumahnya terlebih dahulu untuk mengambil pakaian milik alea.
"Pucet banget istri Lo, kenapa dia? " Bianca melirik Alea yang baru saja melangkah masuk ke dalam rumah dengan wajah pucat.
"Aku ke atas dulu," ucap Alea singkat, tanpa banyak bicara. Nando hanya mengangguk menyetujuinya.
Setelah Alea pergi, Nando menoleh ke arah Bianca. Ia meraih tangan adiknya, mengisyaratkan agar Bianca ikut duduk bersamanya di ruang makan.
"Hargai istri Kakak bisa?" tanya Nando dengan nada serius, menatap tajam ke arah Bianca.
"Gak bisa," jawab Bianca santai sambil meneguk minuman dari gelas yang ia pegang.
"Lo nggak ada niatan buat ceraiin dia, Kak?" tanya Bianca lagi, kali ini dengan nada serius. "Pengadilan agama besok masih buka, gue bantu urusin deh kalau lo sibuk," lanjutnya tanpa ragu.
"Mending kamu temenin Kak Arin di rumah sakit."
"Tante Kinta baru aja bikin story kalau kondisinya semakin parah. Kamu nggak kasian sama dia?" Bianca menatap Nando tajam, tak memberi kesempatan untuk menghindar. "Biasanya kamu itu orang yang paling panik kalau lihat Kak Arin sakit kayak gini."
Nando menghela napas panjang. Tanpa berkata apa-apa, ia bangkit dari tempat duduk, melangkah pergi menuju kamarnya, meninggalkan Bianca yang masih duduk di ruang makan sana.
