Wan Yurui terbangun kembali saat usianya masih belia. Ingatan di dua kehidupan itu melekat kuat tidak bisa di hilangkan. Satu kehidupan telah mengajarinya banyak hal. Cinta, benci, kehancuran, kehilangan, penghianatan dan luka.
Di kehidupan sebelumnya dia selalu diam di saat takdir menyeretnya dalam kehampaan. Dan sekarang akankah semua berbeda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Wulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ingatan utuh dan terbelah
"Raja kecil," suara terdengar menggema di telinga pria muda yang masih tertidur lelap namun penuh keringat di keningnya. "Raja kecil."
"Huh..." Pria muda itu terhentak kaget. Nafasnya memburu dengan wajah yang terlihat sangat pucat.
"Anda mimpi buruk lagi?"
Dia mencoba mengatur nafasnya dan menekan dadanya yang terasa sakit. "Sejak kecil aku memimpikan hal yang sama berulang kali. Wanita dengan gaun merah melompat di atas tembok tinggi. Namun anehnya aku tidak bisa melihat wajahnya." Keringat berjatuhan.
"Saya akan meminta pelayan menambahkan beberapa rempah penenang untuk anda," ujar Jenderal Ling.
"Tidak perlu. Kenapa kamu datang?" Raja Yu membenarkan brokat hitam tanpa terikat dan hanya di gunakan sebagai selimut di tubuhnya.
"Buronan utama sudah memasuki wilayah kekaisaran Jing. Seperti yang anda katakan. Sebelum dia memasuki wilayah Kekaisaran Jing. Pria itu menghubungi sekelompok orang secara rahasia dan kembali melanjutkan perjalanan menuju selatan." Mengeluarkan surat yang ada di balik ikatan pinggangnya. "Mata-mata juga sudah mengkonfirmasi setiap tempat yang dia datangi. Jika anda ingin menuntaskannya dalam waktu dekat. Saya akan segera berangkat menyelesaikan tugas." Jenderal Ling menjelaskan secara mendetail.
Raja Yu bangkit dari tempat duduknya. "Tetap pantau. Setelah kita melepaskan umpan. Tentu harus menunggu hingga ikan masuk kedalam perangkap." Dia berjalan menuju kearah jendela yang langsung terhubung dengan taman samping kediaman. "Segera siapkan pasukan. Kita akan berangkat besok pagi," ujarnya tegas.
"Baik." Jenderal Ling segara pergi melaksanakan tugasnya.
Sedangkan Raja Yu yang merupakan Panglima perang tertinggi di Kekaisaran Yun masih terdiam menatap kegelapan malam. Dia hanya ingin melihat dengan jelas wanita yang selalu menghantui dirinya sejak kecil. Namun saat dia ingin melihat jelas wajah itu. Ia terbangun dengan rasa sakit di dadanya. Bahkan air mata terkadang menetes tanpa henti. 'Dia siapa?'
Kilasan waktu seperti mimpi panjang yang tajam. Menyisakan ingatan utuh untuk gadis muda yang ada di belahan dunia lain. Di atas pohon persik dengan buah yang telah matang sempurna. Gadis muda bergaun merah darah merebahkan tubuhnya pada salah satu dahan. Tangan kirinya di gunakan sebagai bantalan. Sedangkan tangan kanan ia gunakan mengambil satu buah persik. Rumbaian gaunnya seakan jatuh melampai mengikuti arah angin bertiup.
Kereeesss...
Satu gigitan kecil menyisakan bekas pada buah persik.
Sesekali senyuman manis terlukis di wajahnya. "Kali ini, kamu tidak akan bisa menghindariku."
Takkkk....
Hantaman benda kecil yang langsung menuju kearahnya berhasil di hindari. Krikil kecil menghantam salah satu ranting yang ada di dekatnya. "Ayah berbuat curang. Bagaimana bisa menyerang putrimu sendiri saat tidak siap."
"Bocah tengik, kamu bahkan berani mengosongkan uang penyimpanan di kediaman ini. Masih saja mempermasalahkan kecurangan," ujar Panglima Wan Ding.
Dengan sikap santainya Wan Yurui berkata, "Ayah, kediaman ini tidak kekurangan uang. Aku hanya mengambil sedikit agar bisa meringankan beban para pengungsi."
"Kamu bilang sedikit! Ayah bahkan hampir tidak mampu membeli kue kering untuk camilan." Wajah Panglima Wan Ding memerah. "Selama satu bulan penuh kamu menggadaikan tiga surat tanah. Menjual semua hadiah pemberian Kaisar dan bahkan memberikan semua uang simpananku kepada orang luar. Tidak menyisakan untuk ayahmu sendiri. Turun..."
Wan Yurui tersenyum penuh ejekan.
"Aaaaa..." Panglima Wan Ding berteriak kesakitan. Saat telinga kanannya di jewer tangan lembut istrinya. Dia menatap dengan senyuman bodoh kearah istrinya. "Istriku." Suaranya melemah.
"Keluargaku memberikan mahar tidak ada habisnya meskipun di gunakan menghidupi seluruh orang di negeri ini selama beberapa generasi. Karena uang yang tidak seberapa itu kamu bahkan membentak putriku. Wan Ding, kamu sungguh berani." Nyonya Wan semakin menguatkan jewerannya.
"Istriku, aku berbicara dengan sangat lembut. Yang kamu dengar itu bukan teriakanku. Tapi dia!" Panglima Wan Ding menunjuk kearah burung Beo yang ada di pagar kecil di penuhi tanaman merambat.
Nyonya Wan menatap kearah putrinya. "Apa yang di katakan Ayahmu benar?"
Wan Yurui mengangguk yakin. "Ibu, memang dia yang berteriak kepadaku bukan Ayah." Menahan tawanya.
"Jika bukan karena kamu yang mengajarinya. Bagaimana mungkin seekor burung bisa berbicara kasar kepada putriku," Nyonya Wan menarik paksa suaminya pergi dari kediaman pribadi putrinya. "Kamu harus mempertanggungjawabkan kelalaianmu."
"Istriku, setelah ini aku pasti akan mengajari burung itu berbicara lemah lembut. Seperti suara indahmu saat memberikan nasehat kepadaku," ujar Panglima Wan Ding.
"Aku tidak mengatakannya."
"Aku tidak mengatakannya."
Burung Beo itu terus mengulangi kata-katanya.
Mendengar pembelaan burung Beo kesayangannya Wan Yurui tertawa lepas. "Menyelamatkan Ayahku lebih penting. Kamu harus memakluminya," ujarnya kepada Burung Beo itu.
"Kalian Jahat."
"Kalian Jahat."
Burung Beo terbang pergi kesegala arah.
Setelah kedua orangtuanya pergi Wan Yurui turun dari atas pohon. Dia berjalan santai menuju kearah paviliun cukup besar yang ada di atas danau buatan.
Dari arah lain pelayan setianya datang membawa beberapa kue kesukaannya. "Nona muda, dia sudah tiba."
"Biarkan dia masuk," ujar Wan Yurui sembari memakan kue kesukaannya.
"Baik." Pelayan Ayun pergi menjemput seorang pria muda yang telah menanti di pintu belakang.
"Nona sudah memanggil." Pelayan Ayun memberikan jalan.
Mereka berjalan menyusuri kediaman megah yang ada di Kota Lu. Sesampainya di paviliun dia melihat gadis muda dengan wajah cerah dan penuh ketegasan.
Wan Yurui bangkit dari tempat duduknya. Dia menatap tenang kepada pemuda yang telah ia kenal di kehidupan sebelumnya. "Apa kamu bersedia menjadi pengawal pribadiku?"
Pria muda itu cukup terkejut. Dia tentu tidak pernah menyangka jika Nona muda di kediaman panglima perang akan merekrutnya menjadi pengawal pribadinya. "Apa Nona bercanda? Saya bahkan tidak pernah berlatih menjadi prajurit perang. Hanya pelatih kecil di salah satu tempat bela diri."
"Jika kamu bersedia. Aku akan menempatkan kamu menjadi prajurit garda depan. Namun semua itu juga membutuhkan usaha yang harus kamu lakukan sendiri. Bisa bertahan atau tidak semua tergantung seberapa kuat tekatmu," ujar Wan Yurui memberikan kesempatan yang sulit di dapat orang lain.
"Baik. Saya bersedia," saut Pria muda itu penuh semangat. Beberapa waktu terakhir dia sudah binggung mencari uang tambahan untuk pengobatan Ibunya. Dan kini dia mendapatkan kesempatan untuk membeli kebutuhan Ibunya yang sedang sakit keras. Tentu dia tidak akan menolaknya.
"Namamu Qin Feng?"
"Benar."
"Mulai besok kamu bisa masuk kedalam barak militer dan melakukan pelatihan mandiri. Setelah pengujian kelayakan aku akan mengujimu sendiri," kata Wan Yurui melangkah mendekat menepuk pundak pria muda itu.
"Baik."
Setelah hari itu Qin Feng berlatih tanpa henti bahkan menunjukkan kekuatan dalam dirinya. Banyak dari prajurit yang selalu menantang dirinya dan semua prajurit itu harus mengakui kekalahan mereka.
Di lapangan militer Wan Yurui menatap diam kearah Qin Feng.
Seorang perwira mendatanginya. "Nona muda, di barak ini banyak orang yang lebih mampu dari dirinya. Tapi kenapa anda malah memilih seseorang yang belum matang untuk menjadi pengawal pribadi?"
"Suatu saat nanti kamu pasti akan mengerti mengapa aku memilihnya," saut Wan Yurui menatap penuh penantian.
"Aku sangat menantikannya."
Meskipun usia Wan Yurui saat itu baru lima belas tahun. Namun dia cukup di hormati saat berada di barak militer ayahnya. Bukan karena statusnya sebagai putri panglima perang. Tapi kemampuannya yang telah membuat banyak orang kagum dan yakin jika dirinya mampu menduduki posisi kuat di kemiliteran jika dirinya seorang pria. Sayangnya seorang gadis tidak akan memiliki kesempatan untuk itu. Peraturan pemerintah masih saja menyudutkan perempuan dari berbagai sisi. Dan masih banyak masyarakat yang memberikan anggapan jika seorang perempuan hanya bisa duduk di kediaman sebagai istri, menantu dan ibu yang baik.
pergi jauh jauh.....
jangan menempel sama mereka berdua.....