Hiera seorang gadis yang selalu mendapat perundungunan, baik di kampus maupun di keluarga sendiri.
suatu malam dia disiksa ibu tiri dan keluarganya hingga meregang nyawa, tubuhnya pun dibuang ke sebuah jurang.
Hiera nyaris mati, namun sesuatu yang tak terduga terjadi dan memberinya kesempatan kedua.
apakah Hiera mampu bangkit dan membalas orang orang yang telah menyakitinya?
yuk ikuti kisahnya dalam cerita SANG TERPILIH.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aludra08, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
06
Lautan lepas begitu tenang, hanya ombak kecil yang sesekali datang menyapu pantai pulau kecil itu. Burung burung camar beterbangan di atas laut, sesekali burung burung itu menukik dan masuk ke dalam lautan, memburu mangsanya.
Semilir angin laut memainkan daun pohon pohon yang tumbuh di pulau itu.
Seonggok tubuh tergeletak seolah tak bernyawa di hamparan pasir yang putih. Tubuh itu telungkup, wajahnya nyaris sepenuhnya tertutup Surai hitam panjang yang penuh dengan kotoran pasir dan daun daun yang menempel.
Seekor kepiting kecil merayap mendekati tubuh itu. Kemudian dengan nakal capitnya mencapit ibu jari kaki tubuh itu hingga berdarah.
Jari jari tubuh itu bergerak, menandakan masih ada kehidupan. Perlahan lahan matanya membuka, menampakkan iris sebiru samudra.
"Uhuk! Uhuk! Hoekh!" Gadis itu terbatuk dan memuntahkan darah.
Bergetar tangannya berusaha mengangkat tubuhnya. Dia merasakan jempol kakinya sakit karena sebuah gigitan.
"Hiiusssh, kepiting sialan!" Umpat gadis itu sambil mengibaskan kakinya yang sedang di capit kepiting. Kepiting itu pun jatuh terpental dan langsung lari terbirit-birit.
gadis itu adalah Hiera, dia belum mati! Dia kini menatap sekitar dengan mata nanar.
"Ugh, dimana aku? Apa aku sudah mati? Tapi kenapa tubuh ini masih terasa begitu sakit? Bukankah katanya orang mati tidak merasakan sakit lagi?" Batinnya sambil sesekali meringis merasakan badannya yang serasa remuk.
Hiera berusaha bangkit dan berjalan sempoyongan ke dalam pulau yang ditumbuhi bermacam tumbuhan laut itu.
Sesekali dia terbatuk dan memuntahkan darah. Hiera meremas dadanya yang terasa panas terbakar. Entah racun apa yang diberikan ibu tirinya padanya, hingga membuatnya tersiksa seperti ini namun tak kunjung juga mati.
"Racun sialan, kenapa tidak langsung membunuhku saja, biar aku tak tersiksa seperti ini!" Gumamnya dengan nafas tersengal.
Hiera menyandarkan tubuhnya pada sebuah pohon Ketapang. Dia haus sekali, dia butuh air minum, namun dia belum menemukan sumber air yang layak di minum.
Hiera berusaha merangsek terus ke dalam hutan itu. Ternyata pulau ini sangat kecil, baru sekitar satu jam berjalan dia malah telah sampai ke tepi pantai yang lain.
"Aaaaaaarrrgh!" Hiera menjerit putus asa. Bibirnya sudah begitu kering hingga memutih, tenggorokannya terasa terbakar Wajahnya bagai bulan kesiangan. Dia sungguh haus. Tapi tidak mungkin minum air laut yang asin itu. Pulau ini sama sekali tidak memiliki sungai atau parit kecil berisi air tawar.
Hiera kembali memasuki pulau itu, meliarkan pandangannya, berharap dia menemukan sulur sulur pohon yang mengandung air.
Tak lama berjalan ke sayap kanan pulau, dia melihat sebuah tumbuhan berbentuk kaktus yang tumbuh menjalar pada sebuah batu. Tumbuhan itu memiliki satu buah yang tumbuh pada ujung batang. Buah itu berwarna kuning keemasan, tampak ranum dan manis.
Air liur Hiera terbit. Dengan langkah tergesa Hiera menghampiri tumbuhan buah itu, kemudian segera memetik buahnya dan langsung memakannya.
Hiera belum pernah makan buah seenak ini, entah buah apa namanya. Buahnya mengandung banyak air dan begitu manis memanjakan lidah dan tenggorokannya. Rasa hausnya hilang seketika. Hiera menghabiskan buah itu dengan rakus tanpa sisa.
Keajaiban terjadi dari dalam tubuhnya. Rasa panas terbakar di dalam dadanya berangsur angsur menghilang, persendiannya yang ngilu, otot ototnya yang lemah tiba tiba sembuh. Hiera merasa sehat bugar seketika.
Bukan hanya itu, tubuh Hiera yang kurus tinggal tulang juga perlahan lahan mulai berisi dan menggemuk di bagian yang sepantasnya. Wajahnya jadi merona berseri.
Hiera melihat perubahan tubuhnya dengan takjub.
Apakah itu karena dia telah memakan buah itu? "Ah buah ajaib, aku harus menanam bibitnya, barangkali kelak berguna untuk dunia pengobatan". Gumam Hiera.
Dia hendak mengambil batang pohon yang mirip kaktus itu,namun sebelum tangannya menyentuh, tiba tiba pohon itu menghitam, mengering dengan cepat dan berubah menjadi serpihan serpihan hitam yang tertiup angin.
Belum sempat Hiera merasa heran, tiba tiba tanah yang dia pijak bergoncang dengan hebat.
"Gempa bumi!" Jeritnya.
Tubuh Hiera terombang ambing, dia berusaha menyelamatkan diri dari pohon pohon yang mulai bertumbangan. Hiera berlari terseok Seok berusaha menghindari pohon pohon yang roboh agar tidak menimpanya. Dia berlari ke arah pantai.
Namun, mata sebiru samudera itu terbelalak lebar. Di depannya ombak setinggi gunung sedang datang bergulung menyapu pulau itu.
Hiera tidak sempat berteriak dan dia tak mungkin mengelak, ombak itu dengan cepat menerjang, menggulung dan menyeret tubuhnya.
Tubuh Hiera tenggelam. Dia meronta ronta berenang tak tentu arah. Kemudian tubuhnya merasa ditarik sebuah pusaran air begitu kuat sebelum dia dihempaskan dengan kuat ke daratan.
"BRUUUK!"
Tubuh Hiera menghantam pasir dengan keras bersama ombak yang menggulungnya. Gadis itu terbatuk batuk karena tersedak air laut yang asin itu.
Tubuh Hiera terhempas ke hamparan pasir putih. Tampaknya dia masih syok, matanya terpejam, nafasnya memburu dengan tubuh gemetaran.
Hiera berusaha mengatur kembali nafasnya dan menenangkan pikirannya.
"Permisi nona, kau menindih tubuhku."
Satu suara membuat Hiera tercekat, dia mengedarkan pandangan. Tidak ada siapa siapa disana? Apakah hantu?
"Nona tolong singkirkan tubuhmu!" Bentak suara itu begitu jelas. Suara itu berasal dari bawah tubuh gadis itu.
Hiera begitu kaget hingga dia dengan cepat mengangkat tubuhnya. Seekor kura kura tampak sedang berusaha membalikan tubuhnya yang terlentang.
Dengan gerakan refleks Hiera membalikkan tubuh kura kura itu.
"Terimakasih nona." Ucap kura kura itu.
"Sama-sa...Aaaaaaaaaa!"
"Aaaaaaaaaaaa!"
Hiera berteriak, kura kura itu pun ikut berteriak.
Tunggu! Kau bisa bicara?!" Tanya Hiera tak percaya.
"Tentu saja aku bisa bicara nona, aku bukan benda mati."jawab kira kira itu.
Hiera mengucek matanya tak percaya. Seekor kura kura yang bisa bicara! Ah mungkin otaknya yang sekarang sudah tak waras, hingga dia berhalusinasi. Masa ada binatang bisa bicara? Hiera mendekatkan wajahnya pada kura kura itu, bola matanya membulat memperhatikan seekor kura kura yang juga sedang memandang padanya.
"Kenapa kau memandangku seperti itu nona?" Tanya kura kura itu, melihat wajah gadis yang keheranan melihatnya.
"Aku pasti sudah gila". Gumam gadis itu.
"Hei Toto! Apa kabar?" Sapa elang laut yang melintas di sana, kemudian bertengger pada sebuah pohon waru laut.
Mulut Hiera semakin menganga lebar, tadi kura kura, sekarang Elang yang bisa bicara, "aku pasti sudah benar benar gila!" Pikirnya.
"Alang! Kabar baik! Aku sudah mendapatkan gadis "terpilih" yang akan menjadi penjaga samudera!" Teriak kura kura itu.
"Wah kabar yang sangat baik, apakah gadis yang ada di sampingmu itu orangnya?" Teriak elang.
"Iya betul Alang, dia yang akan mengemban tugas dari pangeran kegelapan."
"Tunggu, tunggu! Apa kalian sedang membicarakan ku? Dan kenapa kalian bisa bicara seperti manusia?" Tanya Hiera penasaran. 'aku pasti sudah gila, berbicara pada binatang'. Pikirnya.
"Oh nona maaf, perkenalkan, nama saya Toto dan elang itu Alang. Pertama, benar kami sedang menbicarakan mu. Kedua, tepatnya kamu yang mengerti bahasa kami, bukan kami yang pandai berbicara bahasa manusia." Kura kura itu menjelaskan panjang lebar.
Hiera hanya bisa menautkan alisnya, semakin bingung.