Terkadang kenyataan tidak sejalan dengan keinginan, Letnan Dallas menginginkan kekasih yang usianya tidak jauh berbeda dengannya tapi harus bertemu dengan perempuan yang usianya terpaut jauh di bawahnya. Semua terjadi karena dirinya trauma memiliki kekasih yang kekanakan di masa lalu.
Tak jauh berbeda dengan Letnan Dallas, Letnan Herca pun akhirnya terpaksa berkenalan dengan seorang wanita pilihan orang tuanya terutama Opa sebab cemas jika Letnan Herca akan salah arah. Penyebabnya tak jauh karena beliau tidak pernah melihat Letnan Herca bersama seorang gadis.
Lantas jika jodoh di tangan Opa, lantas siapa berjodoh dengan siapa dan prahara apa yang akan terjadi terkait masa lalu Bang Herca dengan seorang gadis berinisial Y.
Harap skip jika tidak sanggup dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6. masih tersimpan sisa luka.
Rigi sampai menangis melihat pertengkaran mereka dan akhirnya Bang Dallas turun tangan.
"Kau maki Dindra, aku tidak ingin ikut campur. Tapi jangan mempengaruhi perasaan Rigi. Istriku takut, nggak kuat mental, Her..!!"
"Lihat Dindra, apakah dia ada kuat mental????Yang ada di pikirannya hanya kabur dan kabur saja. Jodoh kita terlalu kecil, kenapa Opa tidak memilih gadis yang lain??" Bang Herca terasa frustasi memikirkan Dindra. Ia menengadah hendak mengambil rokok tapi mengurungkannya.
"Bang, sebenarnya........."
Secepatnya Dindra menghentikan Rigi untuk bicara. Ia tidak ingin siapapun tau tentang apa yang dirasakannya.
Suasana masih terasa panas. Bang Dallas juga akhirnya meminta Rigi untuk duduk tenang.
Beberapa menit berlalu, mereka sudah tiba di mess transit.
"Kalian disini saja. Dindra kamar A, Rigi kamar B." Kata Bang Dallas.
Awalnya mereka tidak ingin terpisah tapi setelah mendengar jawaban Bang Herca akhirnya Rigi mau mengerti. Alasan utamanya adalah kenyamanan privasi.
"Kalau kita di pisah, bisa saja Om Her berbuat macam-macam. Lebih baik kami jadi satu mess saja." Protes Dindra.
"Statusmu istri saya. Kalau ada Rigi, saya tidak bebas keluar masuk ruang mess. Lagipula saya bawa kunci kamar A, jangan sampai saat saya masuk kamar yang ada ternyata hanya ada Rigi."
"Pertanyaannya, untuk apa Om masuk kamar perempuan??"
"Benar-benar otak udang, isi kepala t*i semua. Kamu tidak menyimak ucapan saya? Statusmu adalah istri saya disini."
"Ng_gak ma_u."
Bang Dallas langsung mengajak Rigi untuk menempati kamarnya sendiri. Memang bisa saja Rigi dan Dindra bersama, hanya saja memang dirinya dan adiknya itu membuat kesepakatan kalau para gadis lebih baik pisah kamar.
Rigi mengikuti langkah Bang Dallas, di belakangnya ada Om Purwo yang siap siaga membantu. Hari sudah mau hujan karena langit sudah terlihat mendung dan gelap.
Dindra masih berdiri terpaku. Tak ingin pusing dengan situasi, Bang Herca segera memasukan barang milik Dindra ke kamar A. Hujan tipis mulai turun tapi Dindra masih tetap berada disana. Setipis apapun hujan tersebut tetap akan membuat pakaian menjadi basah. Sepaham itu kerasnya sikap Dindra, Bang Herca menuju mobil.
Dindra tak menyangka Bang Herca akan memayunginya di bawah hujan yang mulai deras.
"Ayo masuk..!!" Ajak Bang Herca. Disadari atau tidak, ia berkenalan dengan wanita yang sedang berhadapan dengan masa bahayanya.
Tangan Dindra menepis payung tersebut tapi jelas tidak akan semudah itu di lakukannya.
"Mau jadi sirup cocopandan?? Masuk..!!!!" Perintah Bang Herca.
Dindra melangkah masuk dengan wajah tidak bersahabat. Disana Om Ghandi sampai ikut ternganga melihat kericuhan yang ada.
"Perasaan sejak tadi Ibu Danton marah bae. Inikah hasil di jodohkan? Mereka tidak cinta." Bisik Om Purwo.
"Aku rasa Danton ada hati dengan ibu. Selama ini, yang kita tau Danton selalu di kecewakan wanitanya. Kasus yang terakhir malah parah. Sekarang Danton bertemu dengan wanita yang 'menantang' dari segala arah. Kamu lihat saja, Danton selalu meladeni meskipun menahan sakit kepala. Taruhan berapa? Danton Herca sudah jelas berilmu tinggi." Jawab Om Ghandi.
...
Malam semakin larut, mungkin karena terlalu lelah, Dindra langsung tertidur. Bang Herca memutuskan untuk meninggalkan mess transit. Tidak ada perdebatan lagi dan tidak ada yang perlu di cemaskan karena mess transit berada di depan mess perwira.
Barulah saat ini Bang Herca bisa bernafas lega. Ia baru bisa meluruskan kaki, menyandarkan puunggung dan mengopi santai di teras depan kamar mess nya.
"Besok kita lapor datang sekalian pengajuan nikah. Jangan buat keributan..!!" Tegur Bang Dallas.
"Maksudmu apa? Apa aku yang buat semua keributan???" Balas Bang Herca.
"Kau bisa tahan emosi, menahan suara agar tidak perang terus dengan Dindra."
"Aku hanya sekedar bermain-main saja dengannya. Seleraku bukan dia." Jawab Bang Herca kemudian menghisap batang rokoknya dalam-dalam.
"Anak orang, Her..!! Jangan macam-macam, jangan buat rasa trauma mu kau lampiaskan pada Dindra, kasihan dia."
Bang Herca terdiam, ada rasa kecewa yang begitu dalam. Berawal dari salah pahamnya tentang hubungan bersama keluarganya, ia bertemu dengan mantan kekasihnya. Dari sanalah dirinya pernah terjebak masalah besar.
POV flashback Bang Herca on..
Aku melihat Papa menemui Mama Nindy, saat itu aku tidak melihat ada siapa pun disana. Papa memberi Mama Nindy uang, uang yang sangat banyak. Mama Nindy pun memberikan kue yang sudah di tata rapi di atas nampan kemudian Papa pulang.
Senyum Papa saat itu membuatku kesal. Kupahami diriku, Dallas, Riyadh dan Alfath adalah satu letting sekaligus saudara. Tapi aku sungguh tidak mengerti rahasia apa hingga Papa dan Mama Nindy terpisah.
Aku mengikuti Papa lagi hingga tiba di rumah, tidak ada siapapun juga disana. Papa mencoba kue buatan Mama Nindy dan tersenyum setelahnya. Tak tahan melihat senyum itu, aku langsung menghampiri Papa.
"Seenak itu kue buatan Mama Nindy?? Aku tidak pernah lihat Papa tersenyum seperti itu saat menikmati kue buatan Mama. Apa benar semua kecurigaan Alfath kalau Papa masih ada rasa dengan Mama Nindy? Anak-anak Papa sudah bekerja semua. Uang apa lagi yang Papa beri untuk Mama Nindy?????" Tanyaku saat itu.
"Nggak usah bicara ngawur, kamu mau Mama dan Papamu ini ribut??" Tegur Papa dengan nada keras.
Tak lama Mama Shila datang dengan langkah cepat dan memelukku.
"Ada apa, Le. Kenapa teriak di depan Papa??"
"Aku, Bang Dallas, Alfath dan Riyadh dapat cuti pertama setelah pendidikan. Tapi yang kudapat malah puber kesekian Papa karena mengejar masa lalu."
"Hercaaa.. kenapa bicara begitu. Keluarga kita dan keluarga Ayah sudah sangat dekat. Yang sudah berlalu jangan di bahas lagi. Mama dan Mama Nindy sudah bahagia." Jawab Mama menenangkanku yang sedang terbakar amarah.
"Apa Mama tau, Papa memberi uang yang sangat banyak untuk Mama Nindy. Bukankah ada hak Mama disana. Kenapa menemui Mama Nindy tanpa melalui ayah?? Apa ingin ada main di belakang????"
plaaaaaaakk..
Papa menamparku dengan sangat keras.
"Aku tau, aku ini anak haram Papa saat Papa bertugas, tapi bukan berarti aku tidak melawan saat Papa menyakiti Mamaku."
"Uang yang kamu lihat adalah hasil dari bisnis keluarga. Itu haknya Mama Nindy, hak nya Dallas. Tidak ada bedanya dengan yang di berikan padamu dan adikmu. Kamu tanya Mamamu, semua dalam sepengetahuan Mama. Kue yang Papa makan, itu Mama yang buat.. bukan Mama Nindy." Jawab Papa.
Aku tidak begitu saja percaya. Hatiku masih campur aduk di liputi amarah. Kutinggalkan rumah Papa. Aku pergi menemui kekasihku, Intan.
.
.
.
.