Cita-cita adalah hal mutlak yang harus dicapai. Sedangkan, prinsipnya dalam bekerja adalah mengabdi. Namun sebagai gadis miskin tanpa pendidikan penuh ini — pantaskah Meera menjadi sasaran orang-orang yang mengatakan bahwa 'menjadi simpanan adalah keberuntungan'?
Sungguh ... terlahir cantik dengan hidup sebagai kalangan bawah. Haruskah ... cara terbaik untuk lepas dari jeratan kemalangan serta menggapai apa yang diimpi-impikan — dirinya harus rela menjadi simpanan pria kaya raya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sintaprnms_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6 : Selera Adiwangsa.
6 : Selera Adiwangsa.
“Mau Tuan punya pacar ataupun ndak, wes kamu tetap biasa aja sama Tuan. Ngerti kamu?”
Memangnya selama ini, Meera tidak bisa saja dengan Tuan? Orang-orang — bahkan tidak tahu, bahwa dirinya pernah menjadi adik kelas Tuan Abhimana di Upasama High School dulu. Mereka hanya tahu bahwa ia putus sekolah. Ah … seperti sekarang saja sudah sangat rumit. Bagaimana jika mereka tahu? Mereka jelas akan berpikir yang tidak tidak mengenai dirinya dan Tuan.
“Kalau pun tiba-tiba aku suka, Pak. Aku juga sadar diri,” jawab Meera dengan jelas.
Namun apa tanggapan Pak Said? “Jangan sampe suka. Ini semua yo … ndak masalah sadar diri atau apa. Intinya … jangan sama Tuan. Cari laki-laki yang lain.”
Pak Said memang sudah lama bekerja disini. Mungkin beliau … memperingatkan dirinya tentang sesuatu yang tidak diketahui. Tetapi ingin seberapa banyak orang melabeli keluarga ini buruk — Meera tidak ingin sepenuhnya percaya. Sebab setiap sisi gelap memiliki terang, jelas setiap kebaikan pun ada sedikit keburukan.
Manusia tak selalu sempurna.
“Nggih, Pak,” jawab Meera pasrah.
📍Damai Indah PIK Golf Course.
Nailah Syakilah — gadis yang dirumorkan dengannya jelas ikut berkumpul disini. Bahkan sesungguhnya pun kami murni berteman. Apa-apaan gosip murahan itu?
“Udah lihat X?”
Abhimana berdecak saat dilempari pertanyaan oleh Verino.
“Keren banget, Bro. Bisa menaklukan Nailah Syakilah,” imbuh Verino.
Nailah yang mendengar lemparan canda itu pun menyahut, “Untung pacar asli gue nggak jealous.”
Ya. Nailah punya pacar. Mereka backstreet — jadi tolong orang-orang gila yang menyebar berita, lebih baik bungkam saja. Dan apa guna sih berhubungan sembunyi-sembunyi? Mereka niat berpasangan, tetapi tidak mau mengakui di depan publik? Padahal … siapa yang menjamin mereka bisa setia, selain mata publik?
“Ai agak nggak ngerti sama selera you, Bhi.” Ann — gadis keturunan Chinese yang juga temannya itu tiba-tiba menyahut. “Atau selera you bule, ya?”
Abhimana menggeleng. Jujur tidak ingin menanggapi.
“Please … you nggak g*y, kan?” imbuh Ann.
Setelah mendengar kata menyeramkan itu. Abhimana spontan menjawab, “G*y g*y! Gue masih doyan cewek ya! Gila aja, pedang ketemu —“
“Shut up, Bhi. You jangan berkata-kata mesum dan kasar,” potong Ann.
Nailah dan Verino melambungkan tawa. Astaga … kurang ajar mereka!
“Ya lo segala sebut kata-kata nggak etis!”
Nailah menyahut, “Nggak etis gimana, Bhi? Pertanyaan Ann itu ada benernya. Soalnya ya … lo itu kelihatan mencurigakan. Atau — oh — iya, lo niat nikah muda kayak anaknya Om Gumira … siapa itu … Linggar sama Lingga? Mau kayak mereka lo? Diam-diam nikah?”
“Apaan! Kagak, ya! Nikmati masa muda yang cuma sekali. Nikah bisa nanti-nanti,” jawab Abhimana.
Verino terkekeh dengan menggeleng. “Alah gaya lo! Kayak yakin semua cewek bisa lo nikahin aja.”
Saat Abhimana ingin menjawab Verino dengan lantang. Ann lebih dulu berbicara, “Bener, Bhi. You jangan mentang-mentang duit banyak bisa ngerasa nge-beli cintanya cewek mana pun.”
Woy kocak! Justru karena cewek-cewek itu tahu duit gue banyak, mereka jelas terima-terima aja lah! Diatas cinta masih ada harta. “Yaudah, sih. Dasar nikah itu bukan cinta. Tanya aja ke Pak Ustadz sono!”
“Fix. Lo udah tobat. Makanya nggak ada niatan pacaran, kan?” Nailah menjeda. Gadis itu berdiri bersiap untuk bermain lagi. “Istilahnya sekarang … zina.”
“Oh … dalam islam begitu. Ai baru tahu.” Ann menatap polos bergantian pada ketiga orang. Dan berakhir pada Nailah. “Nai, berarti you lagi zina, ya?”
“Astaghfirullah, Ann! Sudah Ann lo diem Ann. Diem aja udah. Gue males jelasin istilah zina yang banyak bentuknya,” jawab Nailah.
Mendengar itu semua Abhimana jelas terbahak-bahak. Jadi … mari kita menyalakan kompor. “Bener, Ann. Nailah nih lagi zina! Dosa, Ann! Di dalam Islam! Dosa!”
“Alah! Ngaca sana lo! Sholat masih gak bener ngata-ngatain gue!” Nailah kesal. Namun candaan seperti ini, tidak pernah memasuki hati.
Ann menyahut, lagi. “Udah sih, you berdua kan sama-sama Islam. Mending saling mengingatkan.”
“Masya Allah, Ann. Lo lebih islami dibandingkan mereka,” sahut Verino dengan terkekeh pelan.
📍Villa Catra Paraduta, Batu.
Setelah sholat maghrib Meera ingin langsung istirahat saja. Namun Risa memanggilnya untuk berkumpul di depan, karena akan membakar beberapa hidangan yang dibeli oleh Bu Mira di pasar. Mungkin, ada ikan, ada daging dan juga ada ayam.
Aku tahu sebenernya mereka memanfaatkan keadaan karena Tuan lagi pergi. Aku tahu mereka juga ngerasa bebas. Soalnya, Miss Ferdina pun nggak akan datang malam ini, batin Meera.
“Aku ganti baju dulu,” jawab Meera dari dalam kamar. Dan sekarang … baju apa yang akan digunakan? Hitam? Akan banyak mengundang nyamuk. Merah? Ah, terlalu mencolok. Yasudah lah, ini saja — khaki. Soft, tidak mencolok juga tidak mengundang nyamuk.
Pakaian telah selesai digunakan. Sebelum keluar mereka dipesankan oleh Risa untuk mengambil beberapa gelas di dapur. Dan setelah semua berada di tangan Meera keluar, langsung disambut oleh seluruh pekerja Villa.
“Meera Meera ayo duduk sini, anak cantik,” ujar Bu Lara.
Meera tersenyum tipis. Sebenarnya pelayan senior disini baik semua, tetapi ya … seperti itu, selalu penasaran dengan kehidupan yang dijalaninya. Terutama kehidupan percintaan. Astaghfirullah … mereka semacam — berjaga-jaga supaya aku nggak punya hubungan sama siapa-siapa, selain … Tuan Abhimana.
Sungguh tidak habis pikir. Apa yang dibanggakan saat menjadi seorang simpanan?
“Tuan bilang di Jakarta berapa hari?” tanya Ailin.
Meera mengedikkan bahu. “Aku mana tahu.”
“Loh? Memang Tuan nggak bilang, ya?” sahut Bu Lara.
“Enggak.”
Ailin berdecak. “Walah. Ke Miss Ferdina aja Tuan juga nggak bilang. Kan jadi nggak bisa bebas males-malesan kalau gini.”
Mah Lilin menyahut, “Ndak boleh perempuan kok males-malesan, Lin.”
Ailin hanya tertawa.
Bakar-bakar berakhir sekitar pukul 11 malam. Meera memilih tugas untuk mencuci piring dan gelas saja. Selebihnya dibagi dengan Risa dan Ailin. Setelahnya juga ia membantu Bu Mira dan Lika untuk menyapu latar depan.
Semua telah selesai. Dan saat baru saja Meera menjatuhkan diri di ranjang, ponselnya berdering. Ada panggilan masuk dari Kak Seno.
“Halo? Assalamualaikum.”
“Waalaikumussalam, Kak. Ada apa malam-malam telpon?’’
Dari seberang sana Meera mendengar suara helaan napas berat. Ada apa dengan Kak Seno? “Meera … Kakak —“
“Kakak kenapa?”
“Kakak boleh pinjam uang?”
Meera terdiam sejenak. Pinjam uang? Buat apa? Bukankah Kak Seno juga bekerja di Ciputra World Mall yang berpusat di Surabaya? Setahuku … gajinya lumayan. “Berapa, Kak?”
“Satu juta.”
Meera yang tadi merebahkan diri, mendadak langsung duduk. 1 juta?! Ya ampun … itu banyak. Setengah gajiku! Disini aja aku digaji 2 juta lebih sedikit.
“Buat apa, kak sebanyak itu?”
“Bayar cicilan motor 600an sisanya buat bayar listrik sama makan sampe akhir bulan.” Kak Seno menjeda. “Kakak minta maaf pinjem sebanyak itu. Karena tiba-tiba, ada aja musibah. Dan kakak nggak ada dana darurat.”
Akan tega jika tidak dipinjami. Tetapi … uang sebanyak itu. Meera juga memikirkan kebutuhannya. “Kak aku minta maaf. Segitu nggak ada. Aku TF 600 buat bayar cicilan motor Kakak. Sisanya … aku nggak bisa bantu.”
“Terus Kakak minta bantuan siapa?”
Ya aku mana tahu? Meera terdiam.
“Kamu bisa pinjam teman atau Bosmu, nggak, sisanya? Nanti kakak —“
Meera memotong. “Nggak bisa, Kak. Aku nggak mau berkaitan hutang piutang.”
“Adiwangsa Adiwangsa itu kan kaya. Masa kamu —“
“Kan aku sudah bilang nggak bisa, Kak. Maaf.”
“Yasudahlah. Kakak tunggu transferannya.”
Entah … entah apa yang ada dipikiran Kak Seno. Semenjak bekerja di Mall sepertinya Kak Seno banyak berubah. Bahkan apa-apaan cicilan motor perbulan 600 ribu pun tidak disisikan?
Dan apa hubungannya dengan Adiwangsa? Hanya karena ia bekerja disini sebagai pelayan. Apa Kak Seno pikir … ia akan mengemis belas kasih untuk sepeser uang?
Gila!
...[tbc]...
1192 kata, Kak. Jangan lupa tekan like, sub dan komentar juga boleh. 🤏🏻😭🤍
Ann nih baru real cici-cici PIK. Nailah mah sunda-jawa.
btw abhimata kocak banget si😂, cocok nih iya sama lu nai, jodoin bhi mereka, btw lagi udah akrab banget lagi sama dahayu romannya🤭
pesannya, yg nerimah sama faham beda ya bi🤭
btw iya juga ya, gak mungkin juga kan langsung jatuh cinta, untuk yg setara juga gak selalu apalagi ini beda kasta,, selalu menarik cerita KA Sinta😊, ok KA Sinta lanjut, penarikan ini jalan cerita bakal gimana,
ini demam kecapean+liat Meera kembenan🤦🤣
btw bhi baju begitu malah lucu bagus Anggunly, estetik, dan syantik 🥰 KA Shinta banget ini mah🤭
Abhimana semangat makin susah ini romannya buat deketin kalo begini ceritanya 🤭
tapi kita liat KA Shinta suka ada aja jalannya🤭😅