"Penting kah pak?" Tanya Hana dengan suara yang datar, berusaha biasa saja.
Pak Arman menganggukkan kepala.
"Sebentar saja, saya mohon" lirihnya.
Hana yang tanpa respon dianggap Arman menyetujui permohonan nya.
Arman dengan sigap menunjuk sebuah meja panjang yang terletak persis di samping pintu keluar kafe.
"Disini ya..." Ucap nya.
Hana mengangguk dan kembali duduk meletakkan tas ranselnya.
Sebelum duduk, Pak Arman terlihat seperti memberi kode kepada pelayan di dalam, seperti nya sedang memesan sesuatu.
Mereka duduk berdampingan menghadap jendela.
"Jadi gini Hana.. saya ingin kamu menjadi istri saya.." ucap pak Arman tanpa basa-basi sedikit pun.
"Apa! Istri?" Dengan suara yang agak keras melengking, Hana di buatnya kaget bukan kepalang.
Suaranya membuat orang - orang di sekelilingnya menoleh ke arah mereka.
"Iyaa istri" kata Arman kembali mengulang kata istri dengan lembut sekali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yani_AZM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Hari Paling Buruk
Sampai lah mereka di halte tujuan. Mereka turun dengan bergandengan tangan.
"Han, aku lewat belakang Indomaret aja ya. Aku kamu masih lurus kan?" Tanya Gita.
Dari halte memang ada gang kecil untuk memotong jalan perumahan mereka.
"Oh oke git, bye" jawab Hana sambil melambaikan tangannya.
Sampainya dia di toko enci, benar saja tokonya antri.
"Hmmm bener kan antri" gumam Hana.
Karena memang toko ini harganya lumayan miring. Jadi banyak penjual kue yang belanja di toko ini dari pada harus jauh - jauh ke pasar.
Sudah hampir 15 menit Hana mengantri, sisa 3 orang lagi, dan setelah itu baru giliran Hana.
"Hmmm.. Masih sisa 3 orang lagi" Hana merogoh ponsel di saku nya. Saat membuka ponsel, ada 5 panggilan tak terjawab dari Gita, dan 6 panggilan tak terjawab dari bapak.
Ponsel Hana memang di sunyi kan setiap dia sekolah. Dan dering ponselnya di aktifkan kalau dia sudah kembali ke rumah.
"Loh ada apa ya? kok banyak panggilan tak terjawab dari Gita sama bapak" gumam Hana dalam hati.
Tidak ada pikiran negatif sedikit pun di pikiran Hana.
"Mungkin Gita mau liat pr lagi deh" Terka Hana.
Dia pun membalas dengan memberikan pesan singkat "Ada apa git nelfon?, sorry ngga ke angkat. Aku masih di toko enci nih" pesan terkirim.
Hana langsung kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku, dan kembali mengantri.
Antrian mulai berkurang dan sisa dua orang, Hana dan seorang ibu - ibu.
Tapi ibu-ibu itu terlihat masih mengecek list belanjaan nya. Jadilah Hana duluan untuk di layani.
Hana membeli sesuai pesanan ibu nya, saat Hana sedang proses membayar belanjaan nya, panggilan telfon dari Gita masuk lagi.
*Tringggg...
*Tringggg...
Tanpa pikir panjang Hana langsung menjawab telfon tersebut "halo ada apa git?" tanya Hana santai.
"Cepetan pulang gausah beli tepungnya cepetan pulang!" Kata Gita dengan nada sedikit panik.
"Loh ada apa sih Gita?!"
Terdengar suara Riung orang dari dalam telfon Gita.
"Halo?Gita?halo?"
Seiring dia sedang menjawab telfon, penjual tepung itu memberikan kembalian serta belanjaan Hana.
"Oh iya, Makasih ya pak" kata Hana
Hana yang bergegas mengambil tepungnya sedikit terburu - buru karena suara Riung dari balik ponsel nya membuat Hana agak panik.
Uang kembalian tepung segera ia masukkan ke dalam saku baju.
Ponselnya masih dalam genggaman nya.
"Halo Gita? Ada apa? Ini aku udah selesai nih" tanya Hana dengan sedikit panik.
"Ibu mu Bu Hana, tolong cepat pulang"
Hana yang terkejut, spontan berlari kecil dengan bungkusan tepung dan margarin di tangannya.
"Apa!!! Ibu? Ibu Kenapa git?"
"Halo Gita??? Ibu kenapa?"
Tidak ada jawaban dari Gita, hanya suara hiruk pikuk orang- orang yang ramai di ponselnya.
Hana terus mempercepat langkah nya agar cepat sampai dirumah.
Sampainya Hana di depan rumah nya, Hana di buat tertegun sejenak, rumahnya di penuhi banyak orang.
Pikirannya bertabrakan dengan sejuta pertanyaan.
"Ada apa ya?" Hati Hana berdegup kencang.
Dia sangat takut terjadi sesuatu pada ibunya.
Dada Hana mulai naik turun, nafasnya tersengal- sengal.
Ada salah satu dari tetangga nya berteriak, "hei minggir..! kasih jalan anaknya sudah datang"
Hana langsung membelah kerumunan orang di depan rumahnya, tepung dan margarin masih kuat - kuat di genggam nya.
Hana terus mencoba berjalan walaupun agak sempit untuk masuk ke dalam. Sambil menguatkan hati, dengan kenyataan yang akan di ketahui.
Benar saja, Di dalam rumah Hana, sudah ada bapak yang sudah pulang kerja. Mungkin bapak juga sudah di telfon lebih dulu. Biasanya bapak pulang sore menjelang malam.
Bapak terlihat menangis di depan ibu yang berbaring di atas kasur kecil di depan tv.
Sekujur tubuh Hana terasa lemas melihat ibu yang terbujur di pembaringan.
Hana membolakan mata nya tak percaya, alis nya terlihat sangat kencang bertabrakan. Bibir nya terasa berat rasanya Hana mengungkapkan. Pikiran nya sangat negatif tentang ibu.
Tapi, Tubuh ibu sudah di tutupi kain jarik, hanya menyisakan kepalanya saja yang masih terbuka.
Bapak yang melihat kehadiran Hana langsung berdiri dan menghampiri Hana, merangkul kedua pundak Hana dengan kerapuhan nya.
"Ibu udah ngga ada nakkkkkkk!!!" Pecah tangis bapak dan Hana detik itu juga.
Bungkusan tepung dan margarin pesanan ibu pun lepas dari tangan Hana.
Seluruh tubuh Hana terasa lemas.
"Ibuuuuukkkkkk!!!!!" Triak Hana.
"Ibuuuuuukkkkk!!!!!" Triak Hana meraung tak percaya.
"Bukkkkkk!!! Dengar Hana bukkkkk!!!!
"Sabar nak.. sabar nak!" bapak memeluk erat hana yang mulai makin meraung - raung lepas kontrol.
Hana memberontak dengan kuat, hingga terlepas pelukan dari bapak. Hana melompat, ke arah jasad ibu nya.
"Ibuuuuukkkkkk..... Bangun bukk!!!! Jangan pergi buk!!! Aaaaa ibukkkkk!!!!"
"Ibuuuk, bangun buk!!!" Hana mengguncang jasad ibunya yang masih hangat.
"Ibukkkk huhuhuuuuu...." Tangis Hana menjadi - jadi.. "bangun buk!!" rintihannya.
Gita yang sejak tadi sibuk menelfon sodara - sodara nya Hana pun ikut menangis di sampingnya. ia tak kuasa melihat sahabatnya itu dirundung kesedihan.
"Hana istighfar Hana.. jangan di guncang Hanaaaa kasian ibukkk..." Kata Gita menenangkan.
Bapak yang terlihat juga sedang memeluk ibu pun masih menangis tersedu-sedu.
"Huuuu..huuu... Ibukkkk!!!"
Hana memeluk jasad ibu, kepalanya di sandarkan tepat di dada ibunya.
"Sabar ya nak ya.. sabar naak.. doakan ibu nak" bapak mencoba menenangkan Hana yang masih di rundung duka.
"Huuu..huuu.... Ibu... Ini tepung dan margarin nya bukk... Ibuk katanya mau buat kue kan? Bangun buk!!! Huuuu.. huuuu... Bangun bukkkk!!!!" Rintih nya.
"Buuk..."
"Buk..."
"Bangun buk...."
Hana masih saja menggoncang jasad ibunya. Berharap keajaiban akan datang, dan tuhan mengembalikan ruh pada jasad ibunya.
Suatu hal yang benar- benar tidak dapat di percaya, adalah kehilangan orang yang paling kita sayangi.
Tangis makin pecah kembali saat ketiga kakak Hana datang di saat yang bersamaan.
Mba Nina, mba Yaya, dan mba Fafa.
"Allahu Akbar, Allahu Akbar!! Ibuuuuuk..." Teriak ka Nina anak pertama.
Hana yang masih tersungkur di hadapan jasad ibunya tidak menoleh sedikitpun ke arah belakang.
Hana hanya mendengar suara mba Nina. Sempat terfikir kemana kedua Kaka yang lain. Tapi matanya masih menatap kosong ke wajah ibunda tercinta.
"Ayo tolong gotong dulu ke kamar, ayo tolong gotong" seruan Kaka ipar dan warga.
Ternyata mba Yaya dan mba Fafa sudah pingsan lebih dulu di depan pintu. sebelum menemui jasad ibu Maria.
Hana melihat orang-orang menggotong kedua Kaka nya yang pingsan bersamaan kedalam kamar.
Tanpa menghiraukan Kaka nya, Hana mendapatkan pelukan dari arah belakang.
Ya! Hana di peluk oleh mba Nina.
"Dek.... Ibuk dek.... Kenapa cepat sekali dek... YaaAllah... Ibukkk!!.... " rintihnya.
Air mata mba Nina yang mengalir di punggung Hana, membuat seragam sekolah yang sudah lepek dari tadi menjadi semakin basah.