Apa jadinya ketika dua orang insan yang terkenal tidak pernah akur tiba-tiba menikah, imbas dari keisengan seorang gadis bernama Putri Inayah yang ingin membalas kekesalan pada musuh bebuyutannya Devano putra Fathariano.
Akankah pernikahan keduanya kandas atau justru waktu bisa menumbuhkan rasa cinta diantara keduanya???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan orang tua Devano.
"Sayang...kamu tidak perlu takut, dan kamu juga tidak perlu membela Deva!!!. Sebagai mamanya Deva, Tante benar-benar minta maaf atas perbuatan anak Tante. Tapi kamu jangan cemas sayang, karena Deva pasti akan bertanggung jawab atas perbuatannya sama kamu."
Jika Devano membelalakkan kedua bola matanya mendengar statement ibunya, Inayah justru menangis. menangis haru karena perlakuan lembut ibunya Devano padanya. Sejak ibunya meninggal dunia empat tahun lalu, ini kali pertama ada seseorang yang memeluknya dengan penuh kasih sayang selain sahabatnya, Ayu.
Tanpa di sadari oleh Inayah, mama Fana justru menyimpulkan air mata Inayah adalah ungkapan rasa atas tekanan yang diberikan oleh putranya, yang memaksa gadis itu untuk mengutarakan statement pembelaan terhadap Devano.
Ingin rasanya Devano berteriak sekencang-kencangnya untuk menolak menikahi gadis yang merupakan musuh bebuyutannya itu, namun urung di saat tatapan tajam ayahnya terhunus tajam padanya. tidak menutup kemungkinan ayahnya itu akan mengirimnya ke kutub Utara jika masih nekat menentang.
"Inayah pasti capek kan pulang kerja langsung ke sini, sebaiknya sekarang Inayah diantar pulang sama Deva, biar bisa istirahat!!! Untuk kedepannya, Inayah tidak perlu khawatir karena secepatnya Om dan Tante akan datang pada kedua orang tua Inayah untuk melamar." ujar mama Fana dengan lembut setelah melerai pelukannya.
Deg.
"Menikah????." ulang Inayah dengan gurat terkejut yang menghiasi wajahnya. Sepertinya tadi gadis itu terlalu terbawa suasana dengan perlakuan lembut ibunya Devano sehingga ia tidak terlalu fokus dengan maksud dari semua ucapan kedua orang tua Devano tadi.
"Iya, sayang...Om dan Tante akan mengurus semuanya jadi Inayah hanya perlu mempersiapkan diri menjadi istrinya Deva." jawab mama Fana. sejak kejadian kemarin baru kali ini Devano melihat ibunya kembali tersenyum.
Melihat senyum di wajah ibunya tidak tega rasanya Devano menolak keputusan orang tuanya yang ingin menikahkannya dengan Inayah. bisa di pastikan jika ia menolak senyuman itu akan sirna dari wajah ibunya.
Kini pandangan Inayah beralih pada Devano berharap pria itu melontarkan kalimat penolakan atas rencana pernikahan itu, tapi sampai beberapa saat berlalu Devano tak kunjung bersuara hingga membuat Inayah ingin sekali mencekik leher pemuda itu.
**
"Lo kenapa diam saja tadi, kenapa nggak nolak????." omelan Inayah membuat Devano semakin bertambah pusing.
"Kok Lo malah nyalahin gue sih??? Lo juga, bukannya nolak malah nangis." sepertinya perdebatan memang sangat sulit diindahkan diantara keduanya.
"Gue nangis karena terharu, abisnya nyokap Lo baik banget sih ke gue."
Devano sengaja menghidupkan MP3 di mobilnya untuk mengalahkan suara ocehan Inayah.
"Lo nggak sopan banget ya, gue lagi ngomong juga."
Merasa ocehannya terbuang sia-sia, Inayah lantas mematikan MP3 di mobil Devano.
"Kenapa di matiin sih???."
"Nggak syukur cuma gue matiin doang, nggak sampai gue pecahin sekalian." ketus Inayah.
"Ayo dong Dev, cari solusi biar kita nggak jadi nikah!!!." kini intonasi Inayah lebih rendah dari sebelumnya.
Entah mengapa Devano merasa tidak terima. Di saat banyak wanita diluar sana yang antri ingin menjadi kekasihnya, Inayah justru menolak keras untuk menikah dengannya.
"Kayaknya Lo nggak mau banget nikah ama gue?? Nay, apa Lo nggak nyadar kalo gue ini ganteng, bahkan gue jauh lebih ganteng ketimbang mantan kekasih Lo, si Ardi itu." ujar Devano dengan penuh percaya diri.
Inayah menghela napas sepanjang mungkin, sebelum kemudian berkata. "Devano putra Fathariano, usia gue baru dua puluh enam tahun dan gue nggak mau mati muda karena darah tinggi hanya karena menghadapi Elo, pria yang paling nyebelin seantero jagat raya." tukas Inayah, sebelum kembali memalingkan pandangannya dari Deva.
Kini giliran Devano yang terlihat menghela napas panjang.
"Bagaimana mau dapat solusi kalo kita terus berdebat seperti ini, Nay???." Devano sadar jika perdebatan tidak akan menyelesaikan masalah yang ada.
Sepertinya omongan Devano masuk di akal Inayah, buktinya gadis itu tak lagi banyak mendebat.
Tiga puluh menit kemudian mobil Devano tiba di depan gerbang rumah orang tua Inayah. Ya, Devano sengaja mengantarkan Inayah langsung ke rumahnya bukannya kembali ke kantor terlebih dahulu untuk mengambil mobil gadis itu, agar ia bisa tahu alamat tempat tinggal gadis Inayah. Jadi, jika suatu waktu ia ingin menemui Inayah dengan mudah ia menemukan gadis itu jika sedang diluar jam kerja atau sedang libur kerja.
Gegas Inayah turun dari mobil Devano ketika melihat dari jarak yang masih cukup jauh, ayah, ibu tiri serta saudari tirinya sedang sibuk mengambil gambar rumah dari halaman depan.
"Ada apa ini pah, kenapa rumah kita di foto segala???." tanya Inayah yang mulai menaruh curiga.
"Ini Nay, papa berencana menjual rumah ini, kebetulan papa sudah menemukan rumah yang lebih pas dan jaraknya pun lebih dekat dari perusahaan." jawab ayahnya.
"Tapi pah, ini rumah peninggalan orang tua mama dan papa nggak berhak untuk menjualnya, apalagi karena bujuk rayu dari seseorang." Inayah melirik sinis ke arah ibu tirinya, ia yakin wanita itu pasti dalang dibalik semua ini. Pasti ibu tirinya lah yang sudah mendoktrin ayahnya agar bersedia menjual rumah peninggalan orang tua ibunya.
"Apa maksud kamu bicara seperti itu, Nay??? Jangan bilang kamu sedang menyindir mama." cetus ayahnya mulai tersulut emosi mendengar omongan putrinya.
"Dia bukan mamanya Nay, mama Nay sudah meninggal. Wanita ini hanya parasit munafik yang numpang hidup di keluarga kita."
"Plak." ucapan Inayah berhasil membuat pipi gadis itu terasa panas dan kebas akibat tamparan keras ayahnya.
Inayah tersenyum kecut, menatap ayahnya dengan tatapan kecewa. "Selalu saja begitu, papa pasti akan menampar Inayah demi membela istri dan anak tiri papa." Inayah tak kuasa lagi menahan linangan air matanya. Namun begitu, Inayah tidak ingin terlihat lemah di depan ibu dan saudari tirinya.
"Kalian boleh menguasai semua harta papa saya, tapi tidak dengan rumah ini karena rumah ini bukan milik papa, tapi rumah peninggalan mama saya." setelahnya Inayah pun berlalu menuju kamarnya.
Dari balik jendela kamarnya, Inayah dapat melihat mobil Devano masih terparkir di depan gerbang rumahnya.
Rumahnya yang tidak sebesar kediaman orang tua Devano pasti memudahkan pemuda itu mendengar keributan yang terjadi di depan rumahnya.
Satu fakta yang tidak diketahui Inayah yakni Devano sempat turun dari mobilnya ketika mendengar suara keributan dan pemuda itu juga melihat dengan mata kepalanya sendiri di saat Inayah ditampar oleh ayahnya.
Seandainya Inayah tahu jika Devano menyaksikan ia ditampar seperti itu oleh ayahnya sendiri, pasti gadis itu akan sangat malu, terlebih ayahnya melakukan semua itu demi membela istri barunya. Inayah yang tidak pernah akur dengan Devano pasti tidak ingin sampai terlihat menyedihkan di depan pemuda itu.
Setelah menyaksikan mobil Devano berlalu, Inayah lantas merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. "Mah, Nay kangen sama mama." Gumamnya dengan linangan air mata.
bikin judul sendiri mereka nya...