Hanna harus menerima kenyataan pahit bahwa sang suami telah memiliki hubungan dengan saudara kandungnya.
Ia merasa di bodohi dengan sikap suaminya yang baik dan penyayang, begitu juga dengan sikap adik kandungnya yang terlihat baik dan polos. Namun ternyata mereka menjalin hubungan terlarang di belakangnya.
Apakah Hanna akan memaafkan suami dan adiknya? atau ia akan pergi dari kehidupan rumah tangganya?
Yuk ikuti ceritanya! jangan lupa like, komentar, dan suscribe ya. Terima kasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ratih Ratnasari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 6
Sarah berjalan menuju kampus, ia sangat bahagia karena Revan sangat memanjakannya walaupun harus sembunyi dari Hanna.
"Hai, Sarah," sapa temannya Santi yang baru saja sampai.
"Eh, Santi. Bagaimana hari liburmu?"
"Sangat menyenangkan, Sar."
"Bagaimana denganmu?"
"Ya begitulah," Santi menatap Sarah dengan penuh pertanyaan. Tak biasanya Sarah seceria itu, Santi bertanya-tanya dalam pikirannya.
"Sar, wajahmu terlihat berseri. Tak seperti biasanya."
"Masa sih?" Santi juga melihat cincin berlian yang dipakai oleh Sarah.
"Wah, cincinmu bagus juga. Dapat dari siapa, Sar?"
"Oh, ini dari calon suamiku." Santi menganggukkan kepalanya.
"Ternyata kamu sudah memiliki calon suami, ya. Padahal aku mau mengenalkan mu dengan seseorang."
"Maaf, San. Aku sudah memiliki kekasih. Dia tampan dan baik, bahkan dia memberikan cincin ini padaku."
"Cie... Aku ikut senang kalau kamu bahagia dengan kekasihmu."
"Oh iya, mana sekripsi yang aku minta?" pinta Sarah pada Santi.
"Bentar ya, aku lihat dulu." Santi membuka tas nya untuk mencari sekripsi yang di minta oleh Sarah. Namun ternyata Santi lupa dengan sekripsi yang sudah ia siapkan.
"Sar, sepertinya ketinggalan."
"Yah, gimana sih kamu ini?"
"Boleh pinjem ponselmu sebentar? Aku mau menghubungi Ibuku."
"Ya sudah, nih. Aku mau ke toilet dulu sebentar," kata Sarah, ia memberikan ponselnya pada Santi. Kemudian ia pergi ke toilet.
"Keren juga nih ponselnya," ucap Santi dalam hatinya. Kemudian ia mengirimkan pesan pada Ibunya untuk menanyakan sekripsi. Setelah selesai, Santi melihat pesan chat nya Sarah. Ia penasaran dengan kekasih Sarah yang katanya tampan.
"Loh, bukannya ini suami kakaknya? Kok di kasih nama calon suamiku?" Sarah makin penasaran, ia membuka kembali obrolannya.
Seketika Santi langsung menutup mulutnya tak percaya melihat obrolan dalam chat, bahkan ia melihat Sarah yang mengirim video telanjang pada kakak iparnya.
"Tidak mungkin!" Sarah semakin penasaran, ia kembali menggulir obrolannya.
"Astaga, apa-apaan ini. Sarah sering melakukan hubungan intim dengan kakak iparnya. Aku tak menyangka dia jadi pelakor dalam rumah tangga kakaknya." Santi kembali menutup ponsel Sarah lalu memasukkan kedalam saku. Ia tak percaya pada temannya yang sering melakukan hubungan intim dengan suami kakaknya.
"Mana ponselku?" pinta Sarah pada Santi, ia baru saja selesai dari toilet.
"Ini ponselmu, terima kasih, ya."
"Kau tidak macam-macam dengan ponselku, kan?"
"Tidak, aku hanya mengirim pesan pada Ibuku."
"Bagus, kalau gitu ayo kita masuk," ajaknya, Sarah menggandeng tangan Santi untuk masuk kedalam.
Di perusahaan, Revan sedang fokus pada laptopnya. Sesekali ia mengirimkan pesan pada Sarah. Semakin hari Revan semakin nyaman bersama Sarah, bahkan ia melupakan Hanna sebagai istrinya. Sudah satu Minggu Revan tak pernah menggauli istrinya semenjak ia sering bermain dengan Sarah.
Revan juga membelikan cincin berlian seharga 500 juta untuk Sarah, padahal ia belum pernah memberikan perhiasan semahal itu pada Hanna. Revan sering memberikan uang pada Sarah dengan jumlah banyak, yang tak sebanding dengan uang bulanan Hanna.
"Kak, sedang apa? Apa kakak sudah sarapan." isi pesan chat dari Sarah yang baru saja masuk pada ponsel Revan.
"Sudah, sayang. Aku merindukanmu, Sarah."
"Aku juga kak, semalam kakak tak datang ke kamarku. Kenapa?"
"Maaf semalam Hanna belum tidur, jadi aku tak bisa menemuimu."
"Kalau begitu, nanti malam kakak harus menemuiku."
"Baiklah," setelah membalas pesan dari Sarah, Revan kembali fokus pada laptopnya. Ia semakin semangat bekerja karena Sarah selalu mengirim pesan untuk menyemangatinya. Sedangkan pesan dari Hanna sering ia abaikan.
"Selamat siang kak Hanna,"
"Siang juga," Hanna menatap seseorang yang menyapanya.
"Kamu Santi?" tanyanya.
"Iya kak, aku Santi teman sekampus dengan Sarah."
"Ah, iya. Pantas kakak merasa mengenalmu."
"Kakak sedang apa di sini?" tanyanya, Hanna sedang berada di apotik, ia membeli obat sakit kepala untuk Sarah. Karena Sarah sering keramas, alasannya ia sering pusing jadi ia inisiatif membelikan obat untuk Sarah.
"Kakak sedang beli obat untuk Sarah,"
"Obat untuk Sarah?" ucap Santi dengan mengerutkan keningnya.
"Memangnya Sarah sakit apa, kak?"
"Sarah sering mengeluh pusing, kakak gak tega lihat dia sering keramas. Bahkan di waktu malam ia sering keramas, katanya kepala dia sering sakit."
"Oh, begitu." Santi menganggukkan kepalanya, ia merasa kasihan pada Hanna yang dikhianati oleh suami dan adiknya. Santi ingin memberitahu Hanna tapi ia tak punya bukti.
'Kasian sekali kak Hanna, kalau dia tahu pasti akan sakit hati dan kecewa. Aku akan mencari bukti untuk memberitahu kak Hanna," ucapnya dalam hati.
"Kamu sedang apa di sini?" tanya Hanna.
"Aku sedang membeli obat untuk Ibu kak, Ibuku punya penyakit jantung."
"Semoga Ibumu cepat sembuh ya,"
"Iya, kak. Kalau begitu Santi permisi dulu."
"Iya, hati-hati di jalan."
Setelah selesai membeli obat, Hanna pulang ke rumahnya dengan naik ojek. Ia sering menghubungi Revan, tapi Revan sering menolaknya. Revan selalu beralasan bahwa dirinya sedang sibuk kerja.
Hanna masuk ke kamar Sarah untuk menaruh obat yang ia belikan, ia juga sudah memberitahu Sarah bahwa dirinya telah membeli obat sakit kepala untuk Sarah.
Hanna melihat tempat tidur Sarah yang rapih, namun ia melihat meja belajarnya yang berantakan. Hanna mulai membersihkan dan merapihkan buku-buku yang ada di meja belajarnya. Hanna tak sengaja menjatuhkan benda persegi, sepertinya ia mengenali benda itu.
"Ini kan pil KB, kenapa Sarah memiliki obat ini?" Hanna bertanya-tanya dalam hatinya.
"Tidak mungkin Sarah meminum obat ini," kemudian Hanna mengambil obat itu dan memasukkan kedalam saku, ia akan meminta penjelasan Sarah jika sudah pulang.
Hanna kepikiran dengan obat itu, hatinya tak enak. Bahkan ia tak sabar menunggu kepulangan Sarah. Hari sudah sore, Sarah belum juga menunjukkan batang hidungnya.
"Kenapa Sarah belum pulang? Tadi siang Santi sudah pulang," ia pun mulai mengambil ponselnya lalu menghubungi Sarah.
"Sarah, kamu dimana? Ini sudah sore, kenapa belum pulang?"
"Aku lagi di rumah teman kak, nanti aku akan pulang malam."
"Ada acara apa? Kenapa harus pulang malam? kakak mengkhawatirkan mu."
"Kakak tenang saja, aku tidak nakal, kok."
"Ya sudah, pokoknya jangan terlalu malam. Ada yang ingin kakak bicarakan padamu,"
"Baik kak," Sarah menutup teleponnya, ia sedang bersama Revan di sebuah hotel yang tak jauh dari perusahaan Revan.
"Apa kata kakakmu?"
"Kakak menyuruhku pulang, ada yang ingin dia katakan padaku. Aku takut kak Hanna mencurigai hubungan kita, kak."
"Kamu tak perlu takut, ada aku di sini. Kalau memang Hanna tahu tentang hubungan kita, aku akan memilihmu, Sarah." ujarnya meyakinkan Sarah.
"Kakak serius?" Revan pun mengangguk sebagai jawaban.
"Aku serius, jujur saat ini aku nyaman denganmu, Sarah." kemudian Sarah langsung memeluknya dengan erat, ia tidak menyangka ternyata Revan mulai mencintainya. Bahkan Revan lebih memilih dirinya dari pada sang kakak.
"Aku sudah memesan kamar hotel untuk kita berdua, aku juga sudah meninggalkan pekerjaanku untukmu, jadi aku tak ingin menyia-nyiakan waktuku. Kau harus memuaskan ku, Sarah." dengan cepat Sarah mengangguk mengiyakan apa yang dikatakan kakak iparnya itu.
"Mari kita lakukan lagi, kak. Di sini aman, tak akan ada yang mengganggu kita," bisiknya.
Mereka kembali melakukan hubungan terlarang dengan aman tanpa ada rasa takut ketahuan, mereka berdua saling menikmati surganya dunia.
Setelah melakukan berkali-kali, barulah Revan mulai menyudahinya. Ia sudah puas dengan permainan Sarah.
"Terima kasih, Sarah."
"Sama-sama, kak. Ini sudah pukul 9 malam kak, kita harus pulang. Aku takut kak Hanna akan marah."
"Baiklah, ayo kita pulang."
Hanna menunggu kepulangan adiknya, sudah pukul 9 malam, namun Sarah masih belum pulang. Ia sudah menghubungi Sarah dan suaminya, tapi nomor mereka berdua tidak aktif.
Tak lama kemudian, Hanna melihat mobil yang baru saja terparkir di halaman. Ia melihat Sarah keluar dari mobil suaminya.
"Loh, kok Sarah pulang sama Mas Revan?" tanyanya dalam hati.
Sarah masuk diikuti oleh Revan, mereka berdua terkejut dengan Hanna yang berdiri di pintu utama.
"Kakak!"
"Kenapa kau baru pulang, sarah? Kau kemana saja?"
"Maaf kak, aku ada acara di rumah teman. Lain kali aku tak akan pulang malam lagi."
"Ya sudah, cepat masuk dan bersihkan dirimu." Sarah pun berjalan menuju kamarnya, sedangkan Revan masih berdiri di sana.
"Kenapa Sarah bisa pulang bersamamu, Mas?"
"Tadi aku melihat dia di halte, jadi aku mengajaknya pulang."
"Untung saja ada kamu, Mas."
"Iya, sayang. Kalau gitu Mas mau mandi dulu."
"Iya, Mas. Aku akan menyiapkan makan malam untuk kita." Revan pun mengangguk, kemudian ia pergi meninggalkan Hanna. Biasanya ia selalu memanjakan Hanna dengan mengecup keningnya, namun kali ini ia tak pernah melakukan lagi.
Setelah selesai dengan rutinitasnya, mereka bertiga duduk di meja makan untuk makan malam.
"Sarah, apa kakak boleh bicara padamu?"
"Apa kak, bicaralah."
"Ini kakak menemukan pil KB di kamarmu, ini milik siapa?" ucapnya dengan memperlihatkan pil KB pada sarah.
Revan memandang pada Sarah, begitu juga dengan Sarah yang memandang pada Revan.
"Oh, itu memang pil KB punya Sarah kak. Kakak lihat saja, ini bukan pil KB untuk pencegah kehamilan saja. Ini pil KB bisa digunakan untuk menghilangkan jerawat dan bisa juga untuk memutihkan kulit kita, dan pil ini juga bisa digunakan untuk wanita yang belum menikah," jelasnya.
"Kakak baru tahu dengan pil KB ini, kenapa kamu tak beli kolagen saja. Dari pada kamu harus minum pil ini membuat kakak beranggapan yang tidak-tidak padamu."
"Iya kak, nanti aku mau beli yang lain saja. Aku hanya mencoba pil itu karena diberi tahu oleh teman."
"Lain kali jangan digunakan lagi, kan banyak obat untuk menyehatkan kulitmu."
"Iya kak, Sarah minta maaf."
"Iya kakak maafkan,"
Revan tersenyum pada Sarah, ia tak menyangka ternyata Sarah sepintar itu.
...----------------...