Daniel Yoan, seorang pemuda yang berambisi dan pelindung orang terdekatnya.
Justin Angelo, seorang pemuda pendiam yang mempunyai satu-satunya teman atau roommate yaitu Daniel.
William Gerlado, seorang pemuda pintar yang ingin selalu sempurna di mata para guru.
Kai Nelson, seorang pemuda yang paling muda di antara teman-temannya dan mempunyai sikap ceroboh.
Bram Veron, seorang pemuda kepribadian aneh dan emosi temperamen yang kadang tak terkontrol.
Sebuah rumor telah tersebar tentang Game terkutuk berkedok project Devil, perlahan rumor itu menjadi kebenaran dan satu-persatu murid asrama laki-laki menghilang atau bunuh diri secara misterius.
Bagaimana kisah mereka selanjutnya?
(DON'T PLAIGAT!!!)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aiden, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Devil Mirror
"Tentu saja!di sekolah ini game terkutuk namanya devil mirror tidak banyak orang yang tau karna sebagian para pemainnya menghilang secara misterius, cara mainnya seseorang harus pergi keruangan sepi dan kosong di mana ada sebuah cermin, dan dia duduk di depan cermin itu sambil membawa satu lilin dan menyalakannya pukul satu lewat lima malam, setelah itu tulis keinginan kalian di depan cermin itu dengan spidol merah.
Tapi kalian harus menutup kedua mata dengan erat-erat jika tidak iblis dalam cermin itu akan membawa kalian!
Setelah itu letakkan beberapa batu berbentuk balok di atas meja, iblis itu akan mengetuk kan jarinya sesuai irama tugas kalian adalah menebak angka yang di maksud iblis dan susunlah batu batu itu dengan angka yang benar jika kau curang mengintip atau salah maka iblis itu langsung membunuh mu di tempat tapi jika kau berhasil dan menang dalam permainan maka permintaanmu akan di kabulkan.
Jadi berhati-hatilah dalam bermain game ini atau kalian tak bisa melihat matahari lagi."
...
"Apa di sekolah ini ada permainan seperti itu?"gumam Kai.
Dia berjalan di koridor melewati beberapa ruang ekskul yang belum pernah ia ketahui karna dia hanya mahasiswa baru yang baru mengenal lingkungan sekolahnya sendiri, Kai sebenarnya murid teladan dan sosial butterfly kepada siapapun tapi hari ini ada hal yang membuatnya sama sekali tak mempedulikan pembelajaran pertama kelasnya.
Entahlah dia juga tak mengetahui alasannya.
Orang tuanya bukan orang yang menuntut putranya untuk terus belajar dan bercita-cita tinggi, kata ayahnya dia bisa melakukan apapun istilah orang tuanya mengizinkan kebebasan dengan syarat dirinya juga harus ingat dan telah memegang prinsip seorang lelaki yang menjaga batasannya.
Tapi ada sesuatu yang mengganjal pikiran serta perasaannya hingga membuatnya tak nyaman.
Tiba-tiba Kai teringat dengan pemuda bersurai biru yang di temui kemaren saat bermain piano.
Ya...
Kenapa dia mengingatnya?
"Bolos huh?"
Walau suara serak itu pelan tapi indra pendengaran Kai sangat tajam, saat ia menoleh kearah samping kanannya dia mendapati sosok bertubuh jangkung dengan rambut sepanjang bahunya, tapi Kai yakin sosok itu adalah lagi-lagi terlihat dari jakun dan dagu lancip serta dada ratanya.
Kai akui pemuda di depannya memiliki kedua iris mata berwarna coklat yang indah dan paras sempurna.
Dia yakin gadis saja iri dengan wajah itu.
Sementara orang itu berdiri menyender di pepohonan kering, menatapnya dingin.
Ah rupanya Kai nyasar sampai halaman belakang sekolahnya karna asik melamun tadi.
"Kau berbicara denganku?"tunjuk Kai pada dirinya sendiri, ayolah meski ada rasa kagum karna dirinya belum melihat pemuda di depannya ini tapi salahkan ekpresi pemuda itu yang membuat Kai kesal dan ingin meninju wajah itu.
Pemuda di depannya menaikan sebelah alisnya dan masih menatap dingin Kai dari atas sampai bawah seolah menilai penampilan pemuda blesteran itu.
"Kau itu tidak tuli tapi bodoh ya?"ucap Bram dengan watadosnya.
"Hah apa katamu!"tiba-tiba Kai naik pitam hingga tanpa sadar telah mencengkram kerah leher pemuda jangkung itu.
"Wo wo tenanglah, oke tempat ini milikmu aku akan pergi."ucap Bram sambil melepas cengkraman kuat tangan Kai dan pergi begitu saja merelakan tempat bisanya ia istirahat atau bolos pelajaran seperti Kai.
Karna demi apapun dia tak suka pelajaran sejarah selain keramaian yang berusaha ia jauhi walau banyak orang yang mendekati untuk berteman.
"Dia aneh..."gumam Kai menatap punggung Bram yang mulai menjauh, padahal dia belum mengenal nama pemuda itu.
...
Malam hari.
Kai POV.
Tadi pagi aku menguping tentang pembicaraan beberapa mahasiswa, rasa penasaranku makin meningkat karna aku mendengar bahwa salah satu dari mereka kan melakukannya malam ini.
Akhirnya aku keluar dari kamar meninggalkan asrama menuju gedung sekolah dengan berbekal senter ponsel.
Untunglah roommate ku tertidur dan sebelum aku pindah ke asrama dia juga yang menyapaku pertama kali dan memberitahu beberapa letak penting ruangan di sekolah terutama ruang guru atau kepala sekolah.
Aku sudah sampai di depan sekolah, tak ku sangka aku bisa senekat ini karna ingin tau sesuatu yang menurutku menakutkan.
Apalagi jam ku di ponsel entah bagaimana kebetulan aku terbangun di jam satu lewat lima.
Tapi aku buru-buru mengenyahkan pikiran ku untuk takut karna aku tetap tak mau kembali karna susah terlanjur sejauh ini.
Apalagi sedikit ngeri ketika mengunakan lift sendirian tengah malam.
Aku melangkahkan kakinya menuju tempat yang satu-satunya memiliki kaca besar.
Aku tau tempat itu.
Yaitu ruang ganti, saat aku berada di depan pintu UKS entah kenapa aku merasa melihat suilet bayangan seseorang di dalam sana, tapi tujuanku bukan ke sana tapi ke ruang ganti.
Segera aku kesana tanpa memperdulikan apa yang kulihat dari kegelapan dengan lampu senter ponselku, lalu cepat berjongkok saat melihat Mark masuk ke dalam ruang ganti, untung aku tidak ketahuan karna reflek ku cepat entah bagaimana nasibku jika sampai ketahuan.
Katakan lah aku kepo tingkat tinggi dan saat aku mengendap-mengendap untuk melihat dari kaca jendela ruang ganti kulihat Mark telah duduk di sebuah satu kursi dan di depannya ada kaca besar seukuran lemari laci kecil.
Ah pemuda itu ternyata sudah menyiapkannya dari awal seolah telah benar-benar ingin melakukan ritual permainan itu.
Aku harap dia tak menyadari kehadiranku juga.
Lebih aman jika aku tetap di luar jadi aku tak masuk ke dalam, ruang ganti itu cukup luas beberapa lemari tampak tersusun rapi tapi cukup gelap karna tidak ada lampu hanya lilin yang di bawa Mark yang menerangi posisinya sendiri sekarang.
...
Kai sudah berada di dekat jendela kaca itu hingga dia bisa mengintip dengan jelas, tapi...
Srett...
Srett...
Dia melihatnya.
Bagaimana Mark menulis keinginan di depan kaca itu sambil menutup mata, pantulan wajahnya bisa Kai lihat di cermin dengan bantuan cahaya lilin yang masih hidup itu.
Tuk...
Tuk...
Tuk...
Entah kenapa Kai merasakan dingin di pundaknya, dia mulai merinding karna lilin itu seolah ingin paham karna angin yang berasal dari mana.
Dia melihat tangan Mark yang tengah menyusun batu batu itu tiba-tiba...
Bruk!
Gedoran lemari seperti di pukul mengagetkan Kai dan Mark yang hampir saja membuka matanya.
Kai mengigit bibirnya sendiri, jujur saja dia sangat takut sekarang karna keanehan mulai banyak terjadi tepat di hadapannya, seharusnya dia tak menyaksikan hal itu dan dia telah menyesal.
Tapi kedua kakinya seolah terpaku dingin seperti es yang membekukannya dia tak bisa beranjak dari sana atau berbuat apa-apa.
Siapapun tolong dia!!!