Kata siapa skripsi membuat mahasiswa stres? Bagi Aluna justru skripsi membawa banyak pelajaran berharga dalam hidup sebelum menjalani kehidupan yang sesungguhnya. Mengambil tema tentang trend childfree membuat Aluna sadar pentingnya financial sebelum menjalankan sebuah pernikahan, dan pada akhirnya hasil penelitian skripsi Aluna mempengaruhi pola pikirnya dalam menentukan siapa calon suaminya nanti. Ikuti kisah Aluna dalam mengerjakan tugas akhir kuliahnya. Semoga suka 🤩🤩🤩.
Happy Reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TERNYATA GUE KAYA
Nanti sore Aluna akan balik ke kos, sudah saatnya beroperasi lagi. Moment mehek-meheknya sudah selesai, saatnya bangkit. Direndahkan kemarin harus jadi bahan bakar Aluna untuk semakin sukses. Orang diam bukan berarti kalah, tapi sedang menyusun strategi untuk membungkam mulut pencaci.
Mama dan papa mengajaknya bicara di ruang tengah. Keduanya tampak serius sekali, sedangkan Bintang sudah berangkat sekolah. "Mbak, kamu kan sudah dianggap mama dan papa sukses jualan aksesoris ya. Kamu selama ini sudah menjadi perintis. Nah, pernah gak kamu berpikir berapa ya warisan yang diberi papa sama mama ke aku dan Bintang?" tanya Arimbi, Sabda diam saja, menatap wajah si sulung intens, biarkan sang istri berbicara dulu, karena memang Arimbi yang pintar mengolah kata.
"Enggak, Ma."
"Kenapa?"
"Lah emang mama dan papa punya warisan?" Sabda tertawa ngakak, sedangkan Arimbi menampol wajah sang putri dengan bantal sofa. Kesal. Bisa-bisanya meragukan papa dan mamanya punya warisan atau tidak. Lupa kalau toko roti dan kos-kos an hasil jerih payah kedua orang tuanya. Bisa-bisanya menganggap orang tuanya tak punya harta ituloh. Kebangetan sekali.
Arimbi dan Sabda sepakat tidak memberi tahu kekayaan yang mereka miliki kepada anak-anak mereka. Aluna dan Bintang hanya tahu, papanya pembuat website, dan mamanya jualan roti. Itu saja. Arimbi dan Sabda memilih jalan itu, agar Aluna dan Bintang tidak menggantungkan diri pada kekayaan kedua orang tuanya. Sehingga keduanya kalau mau apa, harus menabung dulu, tak bisa serta merta minta langsung dikasih. Sehingga Aluna dan Bintang menganggap papa dan mamanya ini tak punya kekayaan yang tampak di mata mereka kecuali kos dan toko roti.
Sabda pun menata beberapa berkas di meja, dan mengeluarkan brankas emas batang di hadapan Aluna. "Nih lihat," ujar Arimbi menunjukkan aset yang dimiliki oleh dirinya dan Sabda.
"Waow, mama dan papa ternyata kaya!" ucap Aluna sembari mendelik. Tak menyangka mama dan papanya punya banyak aset, padahal rumah mereka biasa saja. Cuma rumah dua tingkat peninggalan orang tua Sabda paling cuma direnovasi saja. Kamar juga cuma 3 mana, Aluna pakai kamar tamu. Mobil pun cuma satu hasil tukar tambah mobil pemberian sang kakek. Tapi ternyata di balik kesederhanaan Sabda dan Arimbi tersimpan aset yang luar biasa.
"Papa dan mama memang tidak mau menunjukkan ke kalian, bahwa kita punya, agar kamu bisa berjuang juga. Kami hanya menunjukkan kalau kita mampu dengan menyekolahkan kalian di sekolah yang bagus, itu saja," ujar Sabda.
"Lagian enak gini ya kan, Pa. Sederhana saja biar gak ada yang iri, biar gak ada yang bilang pinjam dulu seratus," ujar Arimbi yang membuat Aluna dan Sabda tertawa ngakak.
"Ini memang tabungan kamu, bagi hasil dari toko mainan Oma Batam," ucap Papa sembari menyodorkan buku tabungan milik Aluna sejak kecil. "Hanya saja papa dan mama mengolah tabunganku, tidak semua dalam bentuk tabungan tapi ada juga batang emas dan tanah," Sabda memberika beberapa sertifikat tanah dan beberapa batang emas kepada Aluna beserta surat pembeliannya, yang bisa dicocokkan antara pengambilan uang di tabungan dengan pembelian emas, beserta jumlahnya. "Dan saat Bintang lahir, papa dan mama izin kepada Oma, terkait bagi hasil tersebut untuk dialokasikan untuk Bintang. Gak pa-pa kan?"
Aluna menggeleng, ia disodori beberapa aset saja sudah shock, tak berpikir kalau dia ternyata kaya. Urusan pembagian untuk Bintang terserah orang tuanya. "Kamu sudah berumur 20 tahun, papa dan mama akan memberikannya kepada kamu," ucap Sabda.
Aluna langsung menatap mama dan papanya, "Papa dan mama kasih beginian gak lagi menyembunyikan apa-apa kan?" Sabda dan Arimbi saling tatap, belum paham dengan maksud ucapan si sulung.
"Maksud kamu?" tanya Arimbi sembari mengerutkan dahi.
"Ya siapa tahu, papa sedang sakit parah, terus bagi warisan ternyata usia papa gak lama lagi."
Arimbi dan Sabda melongo setengah mati dengan pemikiran Aluna. "Mbak, kamu benar-benar ya!" ucap Arimbi gemas pada si sulung, sampai mencubit lengan Aluna. Bisa-bisanya punya pemikiran seperti itu. Arimbi pun langsung ketok meja, amit-amit. Ya Allah, kalau gak sayang mulut Aluna sudah ditabok Arimbi juga.
"Mama dan papa sehat, ya kan Ma. Kita mah siap ngemong cucu ya kan, Ma?" beginilah Sabda yang tak terlalu heboh dengan respon Aluna. Wajar Aluna punya pikiran seperti itu, mungkin sudah sering analisis keadaan sebagai tugas mahasiswi psikologi.
"Apaan cucu, Aluna masih belum mau menikah juga."
"Nih, bagian kamu Lun. Pegang baik-baik, pergunakan secara bijak," ucap Sabda seakan serah terima dengan sang putri. Sabda dan Arimbi benar-benar amanah menjaga bagi hasil dari Oma Batam untuk Aluna dan Bintang. Tidak pernah terpikir Arimbi dan Sabda melakukan investasi bodong kepada anaknya, pun dengan uang angpao lebaran juga dimasukkan ke dalam tabungan anak-anak mereka.
Aluna tak segera menerima, ia masih heran saja, kenapa papa dan mamanya bagi aset untuk dirinya sekarang. "Karena papa gak terima putri papa direndahkan oleh mereka, tanpa tahu siapa putri papa sebenarnya." Aluna langsung mewek, dia memeluk sang papa. Percayalah, ketika anak disakiti, hati orang tua tak terima. Dirinya yang kerja keras memberi makan, tempat tinggal, pakaian kesehatan dan juga pendidikan selama 20 tahun tak pernah merendahkan, tapi Si Nyonya sombong itu pertama kali bertemu langsung menghina.
"Papa dan mama berharap kamu tidak perlu insecure lagi, dan merasa jadi pengusaha receh. Yakin saja, dari bisnis receh kamu nanti yang akan membuka lapangan pekerjaan untuk orang lain."
"Ah, Papa. Kenapa papa sebaik ini sama aku," ucap Aluna masih memeluk sang papa. Arimbi pun menitikan air mata, gadis kecilnya sudah beranjak dewasa, tapi tetap saja tak rela bila dia harus berjalan sendiri menghadapi kejamnya dunia. Meski disetting untuk mandiri, tetap saja Arimbi dan Sabda yang mendukungnya secara mental.
"Udah ah, Mbak. Suami mama tuh, pelukannya lama banget!" omel Arimbi mengalihkan moment haru ini.
"Sertifikat tanah dan sawah memang masih atas nama Papa, tapi mapnya sudah tertulis kamu dan Bintang. Papa berusaha adil sama kalian, pakai aturan agama. Meski Bintang adik bungsu, tapi sesuai aturan agama dia mendapat 2 kali dari kamu. Gak pa-pa kan?" tanya Sabda sembari mengacak rambut hitam sang putri.
Aluna mengusap air matanya sembari menggeleng, "Gak pa-pa, Ma, Pa. Aku dikasih begini saja sudah sangat terimakasih. Selama ini papa dan mama sudah mengusahakan yang terbaik buat aku, gak bakal bisa aku balas kebaikan mama dan papa. Makasih banget."
"Simpan baik-baik, bijak dalam mengolahnya nanti. Untuk ytb juga sudah beralih ke kamu ya, jadi mama dan papa sudah tidak ada tanggungan lagi pegang milik kamu," ujar Arimbi.
"Mama dan papa masih punya pegangan?"
"Masih lah, toko dan kos kan masih beroperasi. Apa yang diserahkan papa sekarang murni bagi hasil dari toko Oma saja," ucap Sabda meyakinkan sang putri bahwa aset ini memang hak Aluna.
"Bintang?"
"Nanti saat Bintang seusia kamu akan papa beri tahu, semoga dia gak protes sih. Itu harapan papa dan mama," ucap Sabda berusaha adil untuk kedua putranya.
"Kalau sampai protes gue tonjok. Udah dikasih bukannya terimakasih malah protes."
"Ya siapa tahu."
Sabda pun kemudian membuat pernyataan tertulis dengan coretan tangannya, terkait apa saja yang diterima Aluna hari ini, dan bermaterai, ditanda tangani oleh Arimbi, Sabda dan juga Aluna. Bukan apa-apa, sebagai bukti hitam di atas putih saja. Buat jaga-jaga saja, kalau Bintang bertanya Mbak Aluna dapat apa dan berapa.
"Meski kamu sekarang sudah tahu berapa aset yang kamu punya. Mama mohon jangan sesumbar kepada orang lain. Dunia kejam, tetaplah hidup sederhana karena urusan harta sangat bisa menimbulkan kecemburuan bagi orang lain," nasehat Arimbi sembari menepuk pundak si sulung.
dipertemukan disaat yg tepat...
balas, "calon suami kamu"...😂
kebanyakan yg diliat orang itu, pas enaknya aja...
mereka ngga tau aja pas lagi nyari2 Customer itu kaya apa.
kadang nawarin saudara atau teman, tapi mintanya harga "saudara" 🤭🤦🏻♀️
bener2 labil 🤦🏻♀️😂🤣🤣...