Hidup tak berkecukupan, memaksakan Alana mengubur impiannya untuk berkuliah. Dia akhirnya ikut bekerja dengan sang ibu, menjadi asisten rumah tangga di sebuah rumah cukup mewah dekat dari rumahnya. Namun masalah bertubi-tubi datang dan mengancam kehidupan dirinya dan sang ibu. Dengan terpaksa dirinya menerima tawaran yang mengubah kehidupannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Widia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Semuanya hanya Bisnis
Makan malam kali ini hening, tak ada yang memulai obrolan setelah Alana menceritakan sandiwara ibunya. Aravind menikmati masakan gadis itu dengan wajah datar, namun tetap memujinya. Baginya, memakan masakan istri adalah hal langka yang tak bisa dia dapatkan dari Jeselyn.
Pria itu mengangkat wajahnya, menatap Alana tanpa mengedipkan mata. Tersadar jika segala kebutuhannya sebagai suami, didapatkan dari Alana yang hanya istri kontraknya.
"Tuan, maksudku mas?" Panggil Alana yang melihat Aravind tak bergeming.
"Ya," jawabnya singkat.
"Maaf, kalau aku bercerita terlalu banyak," ucapa Alana yang merasa semua kemalangannya bukanlah urusan Aravind.
"Tidak, justru aku senang kau terbuka. Kalau masih ada yang mengganjal di hatimu, ceritakan saja," ucap Aravind yang membuat Alana teringat pada seseorang.
"Ceritakan saja semua padaku!"
Kalimat yang keluar dari mulut Aravind, mengingatkan Alana pada pria yang sempat mengisi hatinya. Revan, yang bahkan nama itu masih bertempat di hati Alana.
Keduanya kembali diam, sampai makanan yang di santap tak bersisa. Alana segera merapikan meja makan, membawa piring kotor dan mencucinya.
Aravind berinisiatif membantunya, setelah mendengar saran dari Gian. Baginya, pendekatan seperti ini bisa saja menghapus jarak antara keduanya.
"Tak perlu repot membantu, seharusnya Tuan maksudku mas pulang saja ke rumah utama," saran Alana yang takut jika Jeselyn kesepian, karena suaminya setiap malam selalu berada di rumah ini.
"Dia sedang ke luar kota, dan pulang selasa nanti," jawab Aravind yang masih saja berusaha membantu Alana.
Akhirnya Alana mengalah, membiarkan pria itu membantu dan merapikan piring ke tempatnya. Sementara Alana membersihkan kompor bekasnya memasak, juga menyimpan kembali bumbu-bumbu ke tempatnya.
"Bagaimana kalau besok kita pergi ke mall? Mungkin saja kau mau belanja pakaian baru atau tas dan sepatu."
Pertama kalinya setelah sebulan menikah, Aravind mengajak Alana bermain keluar selain ke rumah sakit dan pasar. Gadis itu tersenyum, lalu menganggukan kepala.
Sudah lama dia tak datang ke tempat itu, bermain di Timezone sepuasnya seperti anak kecil. Dan Revan lah yang selalu mengisi inner child Alana yang tak terpenuhi sejak kecil.
Pria yang awalnya hanya berpikir untuk menghamili gadis itu, kini mengajak Alana ke tempat yang biasa dia datangi dengan Jeselyn untuk menghabiskan waktu berdua.
Aravind duduk di ruang keluarga setelah selesai merapikan piring di dapur. Pria itu meminta Alana untuk duduk di sampingnya, namun Alana lebih memilih duduk di sofa yang lain.
"Kau suka menonton film?" Tanya Aravind sambil menyalakan TV, dia pun membuka aplikasi menonton film dan melihat beberapa judul film yang sedang viral.
Alana hanya menggeleng, bukan karena tak suka tapi karena tak ingin mengingat kembali kenangannya bersama Revan yang setiap seminggu sekali ke bioskop menonton bersama.
"Baiklah, kau mau kita langsung ke kamar?" Goda Aravind yang membuat Alana gelisah.
"Kita nonton dulu saja, aku sedang ingin nonton film horor."
Aravind menyeringai, dan memilih sebuah film horor yang cukup terkenal. Keduanya kini fokus menonton layar TV besar yang sedang memutar adegan seram di film itu.
Alana berpura-pura melawan rasa takutnya, apalagi lampu yang sengaja Aravind matikan membuat rasa takut gadis itu semakin bertambah.
Keringat dingin bercucuran di kening Alana, menahan rasa takut yang sama saat berhadapan dengan Aravind di atas ranjang.
"Ayolah jangan gengsi, duduklah disini. Aku tak akan melakukan apapun padamu."
•••
Alana masih berani menonton film itu, walau hanya melihatnya dari sela-sela jari. Sementara Aravind seperti biasa menonton dengan wajah datar.
Kini keduanya duduk berdampingan, namun tetap ada jarak di antara mereka. Alana menggerutu dalam hati, merasa jika durasi film ini terlalu lama.
Tak di sangka, dalam film itu terdapat adegan yang membuat Alana menelan ludahnya. Adegan yang awalnya hanya sekedar kecupan tipis, namun lambat laun menjadi adegan panas di ranjang. Cukup lama adegan itu di putar, membuat posisi Alana semakin menjauh dari suaminya.
Aravind masih terlihat biasa saja, dia seolah menikmati film tersebut tanpa terganggu dengan adegan yang justru membuat malu Alana. Sampai Alana berdiri dari sofa, tangan gadis itu di genggam erat oleh Aravind.
"Mau kemana? Temani aku menonton sampai filmnya selesai. Film ini juga request darimu kan?"
Alana pun mengalah, tak bisa menolak permintaan pria yang sampai kini dia anggap majikannya. Baginya kebersamaan ini hanya sebuah kesepakatan kerja di antara keduanya, walau semua yang terjadi di luar ekspektasinya.
Alana menyangka jika Aravind hanya akan menemuinya untuk menumpahkan benih di rahim miliknya. Namun, keduanya malah sering menghabiskan waktu bersama selain di atas ranjang.
Apalagi Jeselyn yang sedang sibuk mengurus mengurus brand make up yang launching beberapa bulan lalu, yang kesibukannya membuat Aravind kesepian dan memilih tidur di rumah yang sengaja dia sewa untuk Alana.
"Film apa yang sering tuan dan nona Jeselyn lihat?" Tanya Alana memecah keheningan dari rasa canggung dan juga takutnya.
"Action, romance, kadang history. Kita jarang menonton film horor, karena menurutku terlalu disturbing," jawab Aravind sambil menyandarkan tubuhnya pada sofa.
Pria itu merentangkan tangan dan pelan-pelan merangkul Alana. Ada rasa menggelitik dan debaran kecil di dadanya, yang menumbuhkan rasa hangat saat bersama gadis itu.
"Alana?" Panggilnya lirih dan membuat gadis itu menoleh ke arahnya. Di lihatnya tatapan Aravind yang sedikit berbeda, hangat dan juga tulus tak sedingin biasanya.
Pria itu mulai memainkan jemarinya pada rambut panjang Alana, lalu menyingkapkannya ke belakang telinga.
"Tidak, bukan seperti ini seharusnya. Hubungan kita berdua hanya sebatas perjanjian dan melahirkan anak, aku tak bisa jika harus menjadi gundik dari laki-laki beristri," ucap Alana sambil memalingkan wajahnya.
Aravind tersenyum, tangannya memegang wajah Alana dan menggerakannya agar mereka saling berpandangan. Pelan-pelan, Aravind mulai mendekat. Deru nafas terasa oleh kulit wajah Alana, hingga bibir mereka nyaris berdekatan.
Suara ponsel berdering, mengganggu ritual asmara yang baru saja dimulai. Aravind menerima panggilan dari nomor ibu mertuanya dan mengangkatnya.
"Apa, mommy di rumah sakit? Apa Jeselyn dan daddy sudah tahu?"
"Nona Jeselyn sulit di hubungi. Kalau Tuan Rudy sudah saya kabari sejak awal."
Tak sempat berpamitan, Alana kembali di tinggalkan oleh Aravind. Kesepian dirasakan oleh gadis itu walaupun di temani TV yang masih menyala.
"Hubungan ini hanya sekedar pertukaran dan bisnis. Nikmati saja sampai waktunya selesai, " gumamnya mencoba realistis.
Alana kembali ke dapur memasak makanan untuk cemilannya menonton film. Gadis itu mulai menikmati semuanya perlahan.
"Ibu bebas dari penjara dan aku bisa hidup dengan fasilitas juga uang yang di berikan tuan Aravind. Itu pun rasanya sudah cukup, dan... "
Gadis itu berpikir untuk berpasrah dan menyerahkan seluruh tubuhnya bagi tuan mudanya.